Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan aplikasi seluler
Tag: Suntingan aplikasi seluler
Baris 95:
Perubahan yang cukup penting<ref name="joyb"/>, pasca UU 3/1950 adalah perubahan wilayah. Wilayah birokrasi eksekutif yang menjadi DIY adalah wilayah [[Negara Gung]] yang dibagi 3 kabupaten yakni Kota, Kulonprogo dan ''Kori'' dan kemudian menjadi 4 kabupaten 1 kota<ref name="joyb"/>. Sejak 1945 birokrasi ini pula yang menjadi tulang punggung birokrasi DIY (lihat periode I di atas). Dengan kata lain Birokrasi Pemda DIY sebenarnya merupakan pengembangan dari ''Kanayakan'' yang memerintah ''Nagari Dalem'' (dahulu dikepalai oleh ''Pepatih Dalem'')<ref name="pjs">PJ Suwarno, 1994</ref>. Sementara wilayah [[Mancanegara]], yang tidak dikuasai Belanda tetapi dikelola dengan sistem bagi hasil, menjadi wilayah RI dengan pernyataan singkat [dari Sultan HB IX]: “Saya cukup berkuasa di bekas wilayah Negara Gung saja”. Sehingga wilayah-wilayah: [[Madiun]], [[Pacitan]], [[Tulung Agung]], dan [[Trenggalek]] yang dikenal sebagai ''Metaraman'' dilepas ke Republik Indonesia<ref name="joyb"/>.
 
Wilayah Karaton (Keraton/Istana) menjadi sempit. Sultan HB IX sebagai pemimpin birokrasi kebudayaan terbatas hanya di ''Cepuri'' Keraton. Tugas kepangeranan yang dalam masa Belanda dan Jepang ada gaji cukup untuk membina lingkungan, namun dengan UU No 3/1950 (setelah resmi menjadi Daerah Istimewa), para pangeran di Kesultanan tidak ada kedudukan. Yang menjadi gubernur adalah Sultan, tapi keluarga pangeran tidak ada kaitan dengan birokrasi. Inilah penjelasan bahwa DIY juga B U K A Nbukan merupakan monarki konstitusi<ref name="joyb"/>.
 
Pada dasarnya, kedua birokrasi ini semula dipimpin oleh Sultan HB IX. Namun karena sedang menjabat sebagai menteri sampai 1952, dia tidak dapat aktif menjadi Kepala Daerah. Oleh karena itu bagian Kepatihan dipimpin oleh Sri Paduka PA VIII sedangkan bagian Keraton yang disebut ''Parentah Hageng Karaton'' dipimpin oleh GP Hangabehi<ref name="pjs">PJ Suwarno, 1994</ref>. Proses pemisahan antara negara (''Nagari Dalem'') dan istana (''Karaton Dalem'') tidak mulus begitu saja. Terdapat keberatan-keberatan yang datang baik dari kalangan istana maupun partai politik yang duduk di parlemen lokal. Walaupun demikian setelah memakan waktu akhirnya Pemerintahan ''Nagari Dalem'' berubah menjadi Pemerintahan Daerah Istimewa dan ''Karaton'' (Keraton) Dalem tetap dikelola oleh Dinasti Hamengku Buwono.