Heldy Djafar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika |
k Clean up, replaced: nomer → nomor, removed stub tag using AWB |
||
Baris 32:
Waktu terus berjalan. Heldy beranjak menjadi remaja yang menarik perhatian rekan-rekannya. Ketika itu ia masih duduk di bangku SMP yang letaknya di [[Gunung Pedidi]], [[Jalan Rondong]], [[Demang Tenggarong]], [[Kutai Kartanegara]], [[Kalimantan Timur]]. Saat ia duduk di bangku SMP kelas tiga, Heldy pindah sekolah ke sebuah SMP di Samarinda. Kepindahan Heldy dilakukan karena adanya [[nasionalisasi]] perusahaan-perusahaan [[Belanda]]. Akibatnya, H Djafar, ayah Heldy untuk sementara waktu beristirahat dari pekerjaannya di Oost Borneo Maatschapppij.<ref name="Tergoda 1" />
Setelah tamat dari SMP, Heldy hijrah ke [[Jakarta]] menyusul kakaknya untuk mencari ilmu. Cita-cita nya menjadi seorang desainer interior. Kendati jarak antara Samarinda-Jakarta lumayan jauh, namun Heldy tak pernah surut untuk melangkahkan kakinya meraih asa. Dari Samarinda, ia menumpang kapal menuju Balikpapan. Selanjutnya ia naik kapal laut Naira dari [[Pelabuhan Semayang]], [[Balikpapan]], menuju ke [[Surabaya]] ditemani familinya, Milot dan Izhar iparnya. Selanjutnya dari [[Surabaya]] mereka menumpang kereta api menuju Jakarta dan berhenti di [[Stasiun Gambir]]. Saat kakinya kali pertama menyentuh Jakarta, Heldy merasa bangga.<ref name="Tergoda 2" />
Apalagi pada tahun [[1963]], jalanan di Jakarta sudah ber[[aspal]], [[jembatan Semanggi]] yang lebar dan membentuk lengkungan menarik, rumah dan gedung terbuat dari [[beton]] dan rimbunnya dedaunan pohon-pohon besar di tepi jalan. Di kota metropolitan, Heldy tinggal di rumah kakaknya Erham, di Jalan Ciawi III
Yus dikenal sebagai aktivis organisasi. Ketika masih kuliah ia sudah didapuk menjadi Ketua Perhimpunan Pemuda Kalimantan Timur. Seminggu berada di Jakarta, Heldy diajak Yus main-main ke asrama. Di sana ada pemuda bernama Adji, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kehadiran Heldy menarik perhatian Adji. Sejak itu, kendati usianya terpaut lima tahun, keduanya saling mengunjungi.<ref name="Tergoda 4" />
Di Jakarta, Heldy masuk ke Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Kepandaian Keputrian Atas (SKKA). Sekarang sekolah itu diubah lagi menjadi Sekolah Menengah Kepandaian Keputrian (SMKK). Letak sekolahnya di daerah [[Pasar Baru]]. Di sekolah ini, sejumlah gadis dari daerah, menimba ilmu tentang dunia masak-memasak dan mengurus rumah tangga. Sejak sekolah di tempat itu, setiap hari Heldy naik bus menuju ke sekolahnya. Kadang ia dijemput oleh rekannya bernama Sri.<ref name="Tergoda 5" />
Di sekolahnya, khusus buat murid yang beragama [[Islam]], diadakan pencarian bakat siapa yang mahir membaca Al Qur'an. Kepala sekolah memberikan pengumuman kepada para murid yang bisa membaca [[Al-Qur'an]] disarankan ke kantor kepala sekolah untuk dites. Dari sekian banyak murid dipilihlah Heldy. Kepandaiannya membaca Al Qur'an membuat Heldy makin dikenal di sekolahnya. Suatu hari Heldy diundang sebagai [[qoriah]] dalam acara peringatan Nuzulul Qur'an di asrama mahasiswa Universitas Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat.<ref name="Tergoda 6" />
Baris 48:
Pada tahun [[1964]], Yus dipercaya oleh protokol kepresidenan untuk menyiapkan barisan Bhinneka Tunggal Ika ke [[Istana Negara]]<ref name="Tergoda 7" /> dalam rangka penyambutan tim [[Piala Thomas]]. Heldy terpilih sebagai bagian dari barisan tersebut sebagai wakil dari Kalimantan. Begitu juga sepupu dan keponakannya. Presiden Soekarno menaiki anak tangga Istana melalui barisan Bhineka Tunggal Ika yang sudah rapi berbaris dan berdiri di setiap anak tangga. Bung Karno menaiki anak tangga satu persatu sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Tepat saat mendekati barisan di belakang Heldy, ia menyapa dengan caranya yang khas.<ref name="Tergoda 8" />
Selanjutnya, pertemuan antara Heldy dengan Bung Karno terjadi, ketika kepala sekolahnya, mengajak murid-muridnya, termasuk Heldy, ke [[Istana Bogor]] untuk masuk ke dalam barisan Bhineka Tunggal Ika. Mereka berangkat menumpang bus khusus.<ref name="Dekati 2" /> Sesampainya di Istana Bogor, para pagar ayu diminta berbaris dan menempati posisinya masing-masing untuk siap-siap menerima tamu. Saat itu, Heldy memilih berdiri di pojok, takut dilihat Sukarno. Ketika Presiden Sukarno memasuki ruangan untuk melihat barisan Bhineka Tunggal Ika, matanya mendadak menatap Heldy. Melalui ajudannya, Heldy lalu dipanggil Soekarno.<ref name="Dekati 3" />
Setelah itu, pertemuan antara Soekarno dengan Heldy terjadi kembali, saat anggota barisan Bhineka Tunggal Ika diwajibkan menyanyi di depan presiden, satu persatu. Dari sekian anggota, Heldy mendapat urutan nomor satu untuk menyanyi. Ia pun tarik olah vokal, menyanyikan lagu asal Kalimantan. Usai menyanyikan lagu berjudul 'Bajiku Batang' (padi), Bung Karno meminta Heldy untuk menyanyikannya sekali lagi.<ref name="Dekati 4" />
Pertemuan selanjutnya terjadi saat Yus kakak kandung Heldy meminta ke Istana untuk menjadi pagar ayu kembali. Saat Bung Karno masuk ruangan, kedua matanya menyapu semua sudut ruangan. Lalu, Bung Karno memperhatikan Heldy yang ketika itu mengenakan kebaya warna hijau. Lalu dipanggilah Heldy.<ref name="Dekati 4" /> Heldy pun diminta untuk menampilkan [[tari lenso]]. Ia takut melakukan kesalahan saat lenso dengan presiden. Untungnya, selama di Jakarta, ia pernah diajari menari lenso oleh kakaknya. Malam itu, tamu negara yang hadir diantaranya ada [[Titiek Puspa]], [[Rita Zahara]] dan [[Feti Fatimah]]. Heldy lalu duduk di kursi yang letaknya persis di belakang presiden. Selama ini siapapun yang dipilih Bung Karno untuk menari lenso, selalu duduk di dekatnya. Saat berlenso dimulai. Bung Karno mulai mengajak Heldy.<ref name="Dekati 5" />
Baris 81:
{{Soekarno}}
[[Kategori:Soekarno]]
|