Sahwa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: ekstrim → ekstrem using AWB
Baris 1:
'''Sahwa''' (사화;士禍) adalah peristiwa dalam sejarah Korea yang merujuk kepada kejatuhan [[seonbi]] dan rangkaian pembersihan bersifat politik pada akhir abad ke-15 dan 16 dimana para sarjana sarim dieksekusi oleh rival politik mereka. Istilah Pembersihan Literati adalah terjemahan dari Sahwa oleh profesor Edward W.Wagner dari Universitas Harvard jurusan Sejarah Korea.
 
Politik semasa pertengahan zaman Dinasti Joseon umumnya ditandai dengan perebutan kekuasaan antara 2 kelompok bangsawan (yangban), yakni faksi Hungu dan sarjana Sarim yang disebut seonbi. Seonbi berasal dari sekolah-sekolah neo-Konfusian yang dikembangkan Kim Jong-jik dan tokoh agama Konghucu yang lain. Sarjana Sarim umumnya mengkritik kerajaan dan mempelajari agama Konghucu di daerah-daerah, terutama sejak naiknya Raja Sejo pada tahun 1455. Mereka mulai masuk ke dunia politik pada masa pemerintahan Raja Seongjong dan umumnya memegang posisi penting di Tiga Kantor, nama lain daripada Kantor Inspektur Jendral, (bertugas mengusut pejabat pemerintah yang korup dan melanggar hukum), Kantor Sensor (bertugas mengkritik kebijakan dan tindakan raja dan menteri-menteri) serta Hongmungwan (perpustakaan sekaligus lembaga penasihat yang mengajarkan raja sejarah dan ajaran Konghucu). Para sarjana Sarim juga menonjol di Kantor Musim Semi dan Gugur, dimana catatan-catatan negara disimpan dan penulis sejarah bekerja. Dari lembaga-lembaga yang dibuat untuk memantau raja dan pemerintahan, para sarjana Sarim berhadapan dengan faksi Hungu yang melaksanakan tugas-tugas negara di Dewan Kenegaraan dan Kantor Enam Menteri. Faksi Hungu ditentang oleh Sarim karena dicurigai melakukan banyak korupsi dan kecurangan.
 
Konflik yang berlanjut antara kelompok ini direkam dalam pembersihan berdarah antara tahun 1498 dan 1545.
Baris 19:
Namun, reformasi radikal ini menimbulkan penolakan dari Faksi Hungu. Jo yang menghukum orang-orang yang dianggapnya menjadi “pahlawan” dalam pembersihan tahun 1506, menyebabkan lebih banyak orang yang menentang dan menjadi musuhnya. Mereka yang mengaku ikut berpartisipasi dalam pembersihan 1506 sebenarnya hanya ikut-ikutan. Hak-hak khusus yang mereka nikmati seperti keringanan pajak dan komisi yang cukup besar akhirnya dihapuskan oleh Jo. Pada awal tahun 1519, terungkap beberapa rencana pembunuhan Jo yang disusun oleh Faksi Hungu.
 
Karakter Jo Gwang-jo yang tegas dan permintaanya yang terlalu sering agar raja mendukung program radikalnya, lama kelamaan mengganggu sang raja. Lebih lanjut, Permaisuri Gyeong dari klan Park dan Permaisuri Hui dari klan Hong (putri Kepala Faksi Hungu, Hong Gyeong-ju) bersuara lantang memprotes Jungjong dan Jo Gwang-jo dengan mempertanyakan benarkah Jo setia kepada raja sementara dukungan populer tidak lagi didapat sang raja. Atas permintaan Hong Gyeong-ju, Menteri Upacara Nam Gon, Menteri Kehakiman Sim Jung, beserta tokoh Hungu lain memberitahukan kepada raja bahwa sebenarnya rakyat di luar sana mengatakan Jo Gwang-jo lah yang memimpin negara dan memintanya menjadi raja. “Walau ia setia, ia tidak akan dapat menghentikan para pendukungnya”, kata mereka kepada Jungjong.
 
Berdasarkan Babad Dinasti Joseon, Nam Gon kemudian menulis sindiran untuk Jo "Ju Cho akan menjadi raja" (주초위왕, 走肖爲王) dengan daun mulberi yang dilumuri madu dan air gula agar ulat-ulat datang. Ketika hanja ju (走) and cho (肖) disambung, akan membentuk huruf "jo" (趙) yang merupakan marga Jo Gwang-jo. Permaisuri Gyeong dan Hui menunjukkan sindiran ini kepada raja dan mempengaruhinya bahwa ini adalah peringatan Tuhan bahwa Jo akan merebut tahta setelah mengeliminasi Faksi Hungu. Raja Jungjong yang juga naik tahta karena pembalikan kekuasaan raja terdahulu, mulai terpengaruh cerita tersebut dan kehilangan kepercayaan terhadap Jo Gwang-jo. Kepercayaan seperti ini populer pada awal pembentukan Joseon ketika Goryeo jatuh. Ketika itu ada ungkapan "putra kayu akan memenangkan negara" (목자득국;木子得國) Ketika dua hanja yang bermakna kayu (木) dan putra (子) dikombinasikan, mereka membentuk huruf yi (李), yang merupakan marga Yi Seong-gye. Ia menyingkirkan raja Goryeo yang terakhir dan menggalang dukungan dengan mempergunakan ungkapan ini sebagai perintah dari Tuhan.
Baris 26:
 
=== Reaksi-reaksi ===
Keputusan untuk mengeksekusi Jo dan pendukungnya tidak disarankan oleh Menteri Perang Yi Jang-gon, yang juga ikut menangkap para sarjana Sarim. Ia menyarankan agar hal seperti ini dikonsultasikan dengan para menteri. Rapat kabinet keesokan hari yang membahas tentang ini ditulis secara lengkap di Babad Dinasti Joseon. Sebagian besar pejabat terkejut atas penangkapan Jo Gwang-jo dan maksud raja mengeksekusinya. Mereka berpendapat bahwa ia mungkin saja agak ekstrimekstrem dalam aksinya untuk memperbaiki negara namun tampak tidak mungkin menyimpan agenda pribadi. [[Yeonguijeong|Perdana Menteri]] Jeong Gwang-pil, yang seringkali berbantahan dengan Jo dan bahkan pernah diminta dukungannya oleh Nam Gon berkata dengan berlinang air mata: "Saya telah seringkali menyaksikan malapetaka semasa [[Yeonsangun]] berkuasa, namun bagaimana bisa saya membayangkan hal seperti itu terjadi lagi bahkan setelah bertemu dengan raja yang bijaksana?" Perdana Menteri dan Enam Menteri menyayangkan keputusan eksekusi akan menghancurkan nama baik raja. Hong Sook, yang menjadi Menteri Kehakiman dalam semalam dan ikut menginterogasi Jo, melaporkan kepada raja bahwa ia tersentuh akan kesetian Jo kepada raja.
 
Inspektur Jenderal Yu Eun memprotes dengan kata-kata yang lebih keras: "Jika Jo Gwang-jo terbukti bersalah, ia harus dihukum secara terbuka dan cara yang adil... Namun, Yang Mulia memberikan hukuman seperti itu hanya karena kata-kata dari dua orang di tengah malam... Apakah begitu sulit untuk menghukum beberapa seonbi dengan kekuasaan raja sehingga Yang Mulia harus melakukannya secara diam-diam lewat pesan rahasia?... Jika ada perbuatan kriminal, hal itu harus diusut secara jelas dan adil, Yang Mulia tampaknya sangat mempercayai dan akrab dengan bawahan jika dilihat dari luar namun ternyata berpikir untuk mengeliminasi mereka". (Babad Dinasti Joseon, 18 November 1519). Sementara itu, 150 mahasiswa Seonggyungwan berdemo di istana untuk menyampaikan protes bahwa Jo Gwang-jo tidak bersalah. Mereka bahkan meminta agar dipenjara bersama-sama. Dukungan kepada Jo semakin membuat raja marah. Perdana Menteri Jeong, Wakil Perdana Menteri Ahn Dang dan bahkan Menteri Perang Yi Jang-gon diberhentikan karena menentang penangkapan Jo Gwang-jo.