Kesultanan Deli: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: Nahkoda → Nakhoda using AWB |
k Bot: penggantian teks otomatis (-dibawah, +di bawah) |
||
Baris 67:
Pada tanggal [[12 Maret]] [[1942]] mendarat pasukan "Imperial Guard" (pasukan penjaga kaisar yang sangat terlatih dan terpilih) di Perupuk Tanjung Tiram ([[Batubara]]) di bawah pimpinan Jenderal Kono dan dari sana mereka segera menuju [[Medan]]. Sementara itu pasukan [[KNIL]] dan Stadwacht [[Belanda]] berhasil melarikan diri menuju Tanah [[Karo]] untuk bertahan di Gunung Setan (Tanah Alas), tetapi di tengah jalan banyak orang-orang pribumi yang merampas pakaian seragam [[Belanda]] itu dan kembali ke kampung masing-masing. Karena sisa pasukan [[Belanda]] yang 3.000 orang itu tidak akan sanggup melawan pasukan [[Jepang]] sebanyak 30.000 orang yang terlatih dan berpengalaman perang, maka pada tanggal [[29 Maret]] [[1942]] Jenderal Overakker dan Kolonel Gosenson menyerah kepada [[Jepang]].
Sejak direbutnya [[Malaya]], [[Singapura]], dan [[Sumatera]] oleh Bala Tentara ke 25 Jepang, maka tanggung jawab pemerintahan dipikul oleh markas Bala Tentara ke 25 yang berkedudukan di [[Singapura]]. Sampai sekitar [[April]] [[1943]], kesatuan pemerintahan masih dipegang oleh Bala Tentara ke 25 sebelum akhirnya dipindahkan ke [[Bukittinggi]]. Sejak itu pemerintahan administrasi Sumatera dan Malaya/Singapura terpisah. Di Sumatera, [[Jepang]] hampir-hampir tidak melakukan perubahan sistem pemerintahan yang ada. Setiap Residen disebut ''syu'' dan
=== Setelah Proklamasi Kemerdekaan ===
Baris 75:
Revolusi Sosial Sumatera Timur adalah gerakan sosial di [[Sumatera Timur]] oleh rakyat yang dihasut oleh kaum [[komunis]] terhadap penguasa kesultanan-kesultanan Melayu. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem [[monarki]] dengan alasan antifeodalisme.
Karena sulitnya komunikasi dan transportasi, berita proklamasi kemerdekaan [[17 Agustus]] baru dibawa oleh Mr. [[Teuku Mohammad Hasan|Teuku Muhammad Hasan]] selaku Gubernur Sumatera serta Mr. Amir selaku Wakil Gubernur Sumatera dan diumumkan di Lapangan Fukereido (sekarang Lapangan Merdeka), [[Medan]] pada tanggal [[6 Oktober]] [[1945]]. Pada tanggal [[9 Oktober]] [[1945]] pasukan AFNEI
Meletusnya revolusi sosial tidak terlepas dari sikap beberapa kelompok bangsawan yang tidak segera mendukung [[republik]] setelah adanya [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]]. Beberapa kelompok bangsawan tidak begitu antusias dengan pembentukan [[republik]], karena setelah [[Jepang]] masuk, [[Jepang]] mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Beberapa bangsawan merasa dirugikan dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Walaupun saat itu juga banyak kaum bangsawan dan sultan yang mendukung kelompok pro-republik, seperti [[Amir Hamzah]] dari [[Kesultanan Langkat]] dan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah dari [[Kesultanan Serdang]].
|