'''Teori kealamian media''' ini dicetuskan dan dikembangkan oleh Ned Kock. Teori ini kadang-kadang disebut sebagai model fisio-biologis,<ref name=":0">Kock, Ned (2004). [http://www.tamiu.edu/~nedkock/Pubs/2004JournalOrgScience/Kock2004.pdf "The psychobiological model: Towards a new theory of computer-mediated communication based on Darwinian evolution"] (PDF). ''Organization Science''. '''15''' (3): 327–348.</ref> atau teori kompensasi adaptasi.<ref name="Kock (2005b)">Kock, Ned. (2007). Media Naturalness and Compensatory Encoding: The Burden of Electronic Media Obstacles in on Senders. ''Decision Support Systems,'' 44, 175-187.</ref> Teori ini digunakan untuk memahami perilaku manusia terhadap teknologi dalam berbagai konteks, seperti: pendidikan atau ''online learning'',<ref>Kock, N., Verville, J., Vanessa, G. (2007). Media Naturalness and Online Learning: Finding Supporting Both the Significant-and No-Significant-Difference Perspectives. ''Decision Sciences Journal of Innovative Education'', 5, 333-355.</ref> komunikasi dalam lingkungan virtual,<ref name=":1">Kock, Ned. (2008). E-Collaboration and E-Commerce in Virtual Worlds: The Potential of Second Life and World of Warcraft. ''International Journal of e-Collaboration,'' 4, 1-13.</ref> bisnis (''e-collaboration'' dan ''e-commerce''),<ref name=":1" /> dan sebagainya. Teori kealamiahan media ini dapat dilihat sebagai sebuah teori yang dikembangkan dari teori [[Darwinisme|Darwin]], khususnya dalam hal perilaku manusia terhadap beberapa jenis media komunikasi.<ref name=":2">Kock, Ned. (2005). Media Richness or Media Naturalness? The Evolution of Our Biological Communication Apparatus and Its Influence on Our Behavior Toward E-Communication Tools. ''IEEE Transactions on Professional Communication,'' 48, 117-130.</ref> Perkembangan teori ini juga konsisten dengan ide-ide dari bidang [[psikologi evolusioner]].<ref name=":0" /><ref name=":3">Garza, Vanessa. (2001). Online Learning in Accounting Education: A Study of Compensatory Adaptation (Ph.D. Dissertation, Texas A&M International University).</ref>
Teori ini dibangun berdasarkan ide-ide evolusi manusia dan telah diusulkan sebagai alternatif untuk teori kekayaan media (media richness theory). Teori kealamiahan media berpendapat bahwa cara berkomunikasi nenek moyang manusia adalah komunikasi tatap muka, tekanan evolusi telah menyebabkan perkembangan otak yang dirancang untuk melakukan komunikasi dengan cara tatap muka.<ref name=":2" /> Akibatnya, ketika manusia menggunakan media komunikasi yang menekan unsur-unsur yang ditemukan dalam komunikasi tatap muka, seperti yang terjadi apabila manusia berkomunikasi lewat media elektronik, manusia akan mengalami rintangan-rintangan dalam memperoleh pesan dengan tepat. Hal ini dapat terjadi dalam konteks pekerjaan yang kompleks (misalnya, [[Teknologi pendidikan|belajar online]]), karena tugas-tugas tersebut tampaknya membutuhkan lebih banyak komunikasi yang intens selama periode waktu yang lebih panjang dari tugas-tugas sederhana. Dalam hal tersebut manusia dengan sendirinya akan melakukan adatasi guna dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan benar dan maksimal.<ref name="Kock (2005b)" /><ref name=":3" />
== Gairah fisiologis ==
Teori kelamian media membentuk mekanisme otak manusia, yang akhirnya mendorong manusia untuk melatih dan terbiasa dengan komunikasi tatap muka. Dalam konteks itu terbentuklah sebuah mekanisme dalam proses komunikasi, yaitu gairah fisiologis.<ref name=":4" /> Yang dimaksudkan dengan gairah fisiologis di sini adalah sebuah respons yang dialami tubuh ketika berkomunikasi.<ref name=":3" /> Lebih lanjut, gairah fisiologis sering dikaitkan dengan kesenangan dan kegairahan.<ref name=":4" /> Dengan kata lain, komunikasi yang alami (tatap muka) lebih disenangi dari pada komunikasi dengan media elektronik. Hal ini didukung oleh bukti bahwa elemen komunikasi tatap muka, seperti ekspresi wajah, ungakapan yang disampaikan secara lisan, dan ekspresi bahasa tubuh dapat meningkatkan gairah fisiologis.<ref name=":2" /> Kekurangan kealamian dalam sebuah komunikasi akan mengakibatkan individu akan merasa bahwa komunikasi yang dilakukan kurang menyenangkan, membosankan, dan kurang memenuhi kebutuhan emosional.<ref name=":4" /> Gairah fisiologis akan semakin berkurang apabila komunikasi yang dilakukan dengan media yang kurang alami digunakan untuk mengomunikasikan hal-hal yang berorientasi kepada tugas dan bukan kepada sebuah relasi.<ref name=":2" />
Untuk mengatakan bahwa gen kita mempengaruhi pembentukan sifat biologis, tidak berarti bahwa sifat yang dimaksud adalah bawaan. Sangat sedikit sifat-sifat biologis bawaan (misalnya, golongan darah); sebagian besar berkembang dalam interaksi dengan lingkungan.<ref name="Kock (2005)"><cite class="citation journal">Kock N (2005). </cite></ref>
Memang ada bukti yang menunjukkan bahwa secara biologis manusia dirancang untuk komunikasi tatap muka, namun di sisi lain ada juga bukti bahwa kemampuan komunikasi tatap muka tidak akan berkembang dengan semestinya jika tidak dilatih. Berdasarkan teori kealamian media, evolusi telah membentuk mekanisme otak manusia, yang akhirnya mendorong manusia untuk melatih diri dalam berkomunikasi tatap muka<span class="cx-segment" data-segmentid="95">.<ref name="Kock (2005)"><cite class="citation journal">Kock N (2005). </cite></ref> </span><span class="cx-segment" data-segmentid="96">Salah satu mekanisme otak yang paling penting adalah gairah fisiologis, yang sering dikaitkan dengan kegembiraan dan kesenangan. Berkaitan dengan hal tersebut, komunikasi tatap muka akan memicu fairah fisiologis pada manusia. Sebaliknya, jika kealamian komunikasi berkurang, akan membuat komunikasi menjadi membosankan.<br>
</span><ref name="Kock (2005)"><cite class="citation journal">Kock N (2005). </cite></ref>
== Adaptasi Kompensatoris ==
Peningkatan dalam usaha kognitif dan ambiguitas komunikasi biasanya diikuti dengan fenomena tingkah laku yang unik, biasanya hal tersebut disebut sebagai adaptasi kompensatoris.<ref name="Kock (2005b)"><cite class="citation journal">Kock N (2005b). </cite></ref><ref name="Kock (2007)"><cite class="citation journal">Kock N (2007). </cite></ref> Fenomena tersebut adalah sebuah fenomena dimana ada usaha sukarela yang dilakukan oleh para individu yang berkomunikasi, yang berusaha untuk mengatasi atau mengimbangi hambatan-hambatan yang muncul dari media komunikasi yang tidak natural. Salah satu dampak dari adaptasi kompensatoris ini adalah kelancaran dalam komunikasi akan berkurang, yang dapat diukur dengan banyaknya kata-kata yang disampaikan per menit melalui sebuah media komunikasi. Dengan kata lain, menurunnya kelancaran komunikasi adalah sebuahkonsekuensi hasillogis dariyang dapat muncul karena ada usaha individu untuk beradaptasi dengan sebuah media komunikasi tertentu.
Artinya, komunikasi kelancaran dipercaya untuk turun sebagai akibat dari individu-individu yang membuat upaya untuk menyesuaikan perilaku mereka dalam kompensasi.
<ref name="Kock (2007)"><cite class="citation journal">Kock N (2007). </cite></ref>
Sebagai contoh, sebuah studi empiris<ref name="Kock (2005b)"><cite class="citation journal">Kock N (2005b). </cite></ref> menunjukkan bahwa ketika seseorang menggunakan media elektronik dalam bentuk pesan instan dalam menerima pesan untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang kompleks menyebabkan beberapa efek.<ref name="Kock (2005b)" /> Efek-efek yang terjadi konsisten dengan teori kealamian media dan gagasan adaptas kompensatoris. Beberapa di antaranya adalah media elektronik meningkatkan usaha kognitif kira-kira 40% dan tingkat ambiguitas pesan kira-kira 80%. Media elektronik media juga mengurangi kelancaran komunikasi kira-kira 80%. Tetapi dalam keadaan seperti itu, individu masih bisa melakukan tugas dengan kualitas hasil yang sama seperti jika komunikasi pekerjaan yang kompleks didilakukan dengan cara tatap muka.
Berkaitan dengan hal ini, Kock berpendapat bahwa karena manusia sepanjang evolusi mampu beradaptasi dengan lingkungan, maka pada zaman ini pun manusia bisa tetap beradaptasi menggunakan media komunikasi yang kurang alami.<ref name=":5">Kock, Ned. (2001). The Ape That Used Mail: Understanding E-Communication Behavior Through Evolutionary Theory. ''Communications of IAS,'' 5, 1-29.</ref> Dengan kata lain manusia bisa belajar hal yang baru dan membiasakan diri. Walaupun awalnya manusia akan memiliki masalah dalam melakukan komunikasi lewat beberapa media yang kurang kealamiannya, manusia dapat beradaptasi dan dapat menghasilkan interpretasi atau hasil yang sama dengan ketika berkomunikasi tatap muka.<ref name=":3" /> Tentu proses ini akan berlangsung panjang dan juga bergantung pada sejauh mana individu pernah mengalami media elektronik dalam berkomunikasi dan memiliki waktu untuk beradaptasi.<ref name="Kock (2005b)" /> Berkaitan dengan adaptasi manusia, ada bukti empiris yang mendukung teori Kock atas manusia yang dapat beradaptasi. Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan medium teks dalam CD-ROM dan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran secara tradisional atau pembelajaran dengan komunikasi tatap muka.<ref name="Kock (2005b)" /><ref name=":5" /> Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pertengahan semester kelompok siswa yang menggunakan CD-ROM memiliki persepsi yang berbeda terhadap sebuah pembelajaran. Namun pada akhir semester, kelompok siswa yang belajar lewat CD-ROM dan yang belajar lewat media tatap muka memiliki persepsi dan performa yang sama.
media elektronik meningkat dirasakan kognitif usaha dengan kira-kira 40% dan dirasakan komunikasi ambiguitas oleh kira-kira 80% – seperti yang diprediksi oleh media kealamian teori. Elektronik media juga berkurang sebenarnya menguasai sekitar 80%, dan kualitas hasil tugas tidak terpengaruh, menunjukkan kompensasi adaptasi.
== Referensi ==
|