Etika Perjanjian Lama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 4:
Dalam narasi penciptaan alam semesta di [[Kitab Kejadian]] digambarkan Allah sebagai Sang Tertib. Karya Sang Tertib ini dapat dilihat dalam hal diubahnya kekacaubalauan menjadi teratur, baik dan indah. Peristiwa ini hendak menegaskan bahwa [[Allah]] Sang Pencipta adalah Allah yang tidak menyukai ketidakteraturan, baik dalam kehidupan individu maupun kolektif bahkan bumi secara keseluruhan. Penciptaan manusia pertama, [[Adam]] dan [[Hawa]] disertai kewajiban-kewajiban mensyaratkan kebebasan dan tanggung jawab etis, demi menjaga kehidupan yang kudus yang tertib di hadapan [[Allah]] dan hubungannya dengan sesama dalam kapasitas mereka sebagai mitra dalam penciptaan.
Namun dalam kenyataan, manusia pertama justru menyalahgunakan kebebasan dengan lebih mengutamakan keinginan. [[Adam]] dan [[Hawa]] mengambil keputusan untuk memilih tidak taat kepada Allah; dan sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan itu, mereka diusir dari [[Taman Eden]]. Jika pada mulanya, mereka berada dalam sebuah tatanan [[etis]] maka penghukuman atas pelanggaran menempatkan mereka dalam sebuah lingkup kehidupan pribadi dan sosial yang dibayang-bayangi [[murka]] [[Allah]]. Meskipun demikian, Allah tidak pernah membiarkan segenap keturunan [[Adam]] dan [[Hawa]] berada dalam hubungan permusuhan dengan Allah. Justru sebaliknya, Ia sendiri mengambil prakarsa untuk menyelamatkan [[manusia]] dari kekacaubalauan sekaligus mengikat dan memperbarui [[perjanjian]] keselamatan (bandingkan [[Kejadian 6]][[Kejadian 9|-9]]).
Tulisan ini bermaksud untuk menunjukkan konsistensi hakikat dan tindakan [[Allah]] sebagai Pemberi hukum dan peraturan sebagai landasan perjanjian kasih karunia-Nya. Dengan mengambil umat Israel sebagai model, diharapkan melalui ketaatan terhadap hukum dan peraturan tersebut, [[Israel]] tetap menjaga kekudusan hubungan dengan Allah selaku Pemberi Hukum dan dengan sesama bahkan dengan bangsa-bangsa lain. Israel, dengan demikian menjadi model bagi ketaatan gereja dan umat kristiani, kini dan dan di sini.
Baris 28:
==Ciri khas etika Perjanjian Lama==
 
Bentuk utama etika Perjanjian Lama adalah
# prakarsa dan
# tanggapan.
Kemudian Prakarsa dan tanggapan ini terbagi lagi kedalam empat bentuk yaitu:
# menanggapi perbuatan Allah,
# mengikuti teladan Alah,
# hidup di bawah pemerintahan Allah, dan
# menaati perintah Allah.
 
Etika dalam Perjanjian Lama dianggap sebagai tanggapan terhadap prakarsa ilahi. Konsep ini lahir dari sejarah bangsa Israel ketika Allah mengeluarkan mereka dari perbudakan di Mesir. Kemudian Allah memberikan hukum kepada manusia. Manusia menanggapi hukum tersebut dengan kepatuhan kepada kehendak Allah yang menjadi ungkapan rasa syukur karena sebenarnya bangsa Israel tidak layak menerima pemberian-pemberian allah tersebut. Dengan demikian etika Perjanjian Lama merujuk ke arah masa depan dimana tanggapan-tanggapan manusia akan menjadi serasi dengan cara Allah bertindak terhadap mereka. Kedua mengikuti teladan Allah dengan memperlihatkan sifat Allah melalui kelakuan manusia. Contohnya dalam pembelaan kaum lemah dan kesucian ({{Alkitab|Keluaran 22:21-22,25:23:6}}: "Janganlah kau tindas seorang orang asing, seorang [[janda]] atau anak [[yatim]]; Jika engkau meminjamkan uang kepada orang yang miskin janganlah kamu bebanan bungan uang kepadanya; Janganlah engkau memperkosa hak orang miskin"). Kesucian dalam hal ini artinya terpisah dan berbeda. Umat Israel membedakan tuntutan-tuntutan Allah dengan perbolehan-perbolehan dewa-dewa yang dipuja. Maka pemisahan ini memberikan kesadaran moral. Ketiga adalah manusia berada di bawah pemerintahan Allah dan manusia menaati perintah Allah. Poin ketiga dan keempat ini saling terkait.