Lanskap kultur Provinsi Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 20:
|
}}}}
'''Lanskap kultur Provinsi Bali''' merupakan sebuah [[lanskap]] yang berada di [[Provinsi Bali]], yang terdiri dari [[pedesaan]] dan [[sawah|sawah bertingkat]] [[Jatiluwih, Penebel, Tabanan|Jatiluwih]] dengan sistem [[subak]], [[pura]], dan [[candi]] yang berada di sana. Lanskap kultur Provinsi Bali adalah entitas yang unik yang terlaksana dari [[Filsafat]] [[Bali]] yang unik, [[Tri Hita Karana]]. Pada dasarnya, filosofi ini menegaskan bahwa [[Bahagia|kebahagiaan]], [[Makmur|kemakmuran]], dan [[Damai|kedamaian]] hanya dapat tercapai jika [[Tuhan]], [[Manusia]], dan [[Alam]] hidup dalam [[Harmoni]]. Aturan filosofi ini merupakan contoh hubungan [[harmonis]] luar biasa antara [[supranatural]] (Tuhan), [[manusia]], dan [[alam]]. Beberapa [[Pura]] yang menjadi ciri khas [[pemandangan]] dan [[upacara]] yang dilakukan di sana merupakan wujud keinginan [[suku Bali|masyarakat Bali]] untuk mencari hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Sosio-organisasi keagamaan yang bertanggung jawab menjaga [[lanskap]], termasuk [[organisasi]] irigasi [[Subak]], adalah wahana untuk menjaga hubungan yang baik di antara umat manusia. Sementara itu, bagaimana membangun Bali, seperti memilih lokasi kuil dan desainnya, membangun fasilitas irigasi, dan membuat teras-teras sawah, menunjukkan komitmen untuk menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan.
Pada Tahun [[2012]], lanskap kultur Provinsi Bali ditetapkan menjadi salah satu [[Situs Warisan Dunia UNESCO]]. Lokasinya mencakup Pura Ulun Danau Batur dan Danau Batur, Danau Buyan dan Tamblingan, daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, kawasan Catur Angga Batukaru dan situs Pura Taman Ayun dengan luasan total mencapai 20,974.70 hektare.
== Deskripsi ==
[[Bali]] adalah bagian dari [[Indonesia|kepulauan Indonesia]], terletak di antara delapan dan sembilan derajat selatan [[khatulistiwa]]. Mencakup area seluas 563,300 hektare termasuk tiga pulau lepas pantai. Pulau tersebut telah lama dicirikan di dunia sebagai "surga" terakhir di Bumi, yang penduduknya memiliki bakat [[seni]] yang luar biasa dan meluangkan cukup banyak waktu dan materi untuk [[yadnya|upacara-upacara adat]] demi [[Dewa-Dewi Hindu|dewa-dewi Hindu]] yang mereka puja. Oleh karena itu, hubungan antara aspek berwujud dan tidak berwujud merupakan aspek utama dari warisan dan budaya Bali.
Kombinasi antara iklim [[tropis]], [[hujan]] dan tanah [[volkano|vulkanis]] subur membuat Bali tempat yang ideal untuk [[budidaya]] [[tanaman]]; termasuk tumbuhnya [[padi]], [[kelapa]], [[cengkeh]] dan [[kopi]]. Kegiatan [[pertanian]] ini mempunyai pengaruh yang besar pada lanskap Bali, terutama dalam penciptaan sawah berundak-undak. Selama seribu tahun terakhir, masyarakat Bali melakukan modifikasi demi menyesuaikan lahan pertanian dengan kondisi pulau mereka, dengan membuat terasering di [[lereng]] [[bukit]] dan menggali kanal untuk mengairi lahan, sehingga memungkinkan mereka untuk menanam [[padi]].
Sistem [[irigasi]] yang rumit telah dibuat untuk memanfaatkan air semaksimal mungkin. Dalam wujud rasa syukur terhadap air, yang memungkinkan kegiatan pertanian, masyarakat Bali membuat persembahan di mata air. Sistem irigasi ini juga memungkinkan koordinasi yang dikenal sebagai "[[subak]]". [[Organisasi]] tersebut adalah sebuah organisasi [[demokratis]] di mana para petani ladang yang diberi makan oleh sumber air yang sama, bertemu secara teratur untuk mengkoordinasikan penanaman, untuk mengontrol [[distribusi]] air irigasi dan untuk merencanakan pembangunan dan pemeliharaan kanal dan bendungan, serta mengatur upacara persembahan dan perayaan di Pura Subak.
== Perbandingan ==
[[Berkas:Inside the Batad rice terraces.jpg|right|300px|thumb|Teras Sawah Cordillera di Filipina.]]
Sebuah penelitian telah dilakukan untuk mencari kemungkinan pembanding Pandangan Budaya Provinsi Bali. Dalam [[Indonesia|kepulauan Indonesia]], hampir tidak ditemukan sebuah [[lanskap]] kultur yang sebanding. Meskipun beberapa [[petak]] [[sawah]] ada di [[Sumatera]] dan [[Sulawesi]], tidak ada yang rumit dibandingkan dengan organisasi irigasi [[Subak]] di [[Bali]]. Sawah teras Sumatra dan Sulawesi tidak memiliki [[kuil]] khusus atau [[ritual]] yang mencirikan pandangan kebudayaan [[Provinsi Bali]]. Selanjutnya, pembentukan teras sawah Sumatra dan Sulawesi adalah pertimbangan yang lebih teknis, sementara lanskap di Bali diciptakan sebagai manifestasi dari filsafat Tri Hita Karana.
Di luar [[Indonesia]], Teras Sawah [[Cordillera]] di [[Luzon]], [[Filipina]], dapat dibandingkan dengan sawah teras dari [[Subak]] Jatiluwih di Tabanan dan pula dinyatakan sebagai [[Situs Warisan Dunia]] pada tahun 1995. Selain itu, [[Teras Sawah Banaue]] di Filipina juga dapat disamakan dengan yang ada di Jatiluwih. Sistem irigasi Banaue didukung oleh organisasi tradisional, teknik pertanian, ritual dan sistem kepercayaan. Namun, ritual dan sistem kepercayaan serta organisasi di balik sistem tersebut adalah sangat berbeda. Ritual Ifugao dan sistem [[agama Hindu|kepercayaan Hindu]] tidak memiliki persamaan sama sekali, sementara ritual di Bali dan sistem kepercayaannya telah sangat dipengaruhi oleh Hinduisme. Hal ini dapat dilihat dalam terjadinya candi kecil di teras sawah Jatiluwih yang didedikasikan untuk [[Dewi Sri|Sri]], [[dewi]] [[padi]]. Selanjutnya, struktur sistem irigasi Jatiluwih (subak) memiliki akar dari [[Tri Hita Karana]], esensi dari kosmologi [[Bali]]. Oleh karena itu, sawah Jatiluwih merupakan fenomena unik yang sangat berbeda dengan yang lain dibandingkan Ifugao atau sistem teras padi di dunia.
== Galeri ==
|