Amangkurat II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
'''[[Sri Susuhunan Amangkurat II]]''' adalah pendiri sekaligus raja pertama [[Kasunanan Kartasura]] sebagai kelanjutan [[Kesultanan Mataram]], yang memerintah tahun 1677-1703.
 
Ia merupakan raja [[Jawa]] pertama yang memakai pakaian dinas ala [[Eropa]] sehingga rakyat memanggilnya dengan sebutan '''Sunan Amral''', yaitu ejaan [[Jawa]] untuk ''Admiral''.
Baris 36:
 
== Runtuhnya Keraton Mataram oleh Pasukan Koalisi Pangeran Trunajaya - Keraeng Galesong ==
Setelah Trunajaya dapat merebut keraton Mataram pada tanggal 28 Juni 1677 ia segera membawa berbagai pusaka kerajaan Mataram ke markasnya yang berada di Kediri. Sementara pasukan Makassar di bawah Karaeng Galesong bergerak menuju [[Bangil, Pasuruan|Bangil]] untuk membuat kubu pertahanan. Sangat disayangkan kemudian terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Karaeng Galesong karena masalah keluarga. Perlu diketahui, bahwa [[Karaeng Galesong]] sendiri adalah menantu Trunajaya sebagai tanda persekutuan mereka.
 
== Serbuan Pasukan Koalisi VOC - Mataram ke Kediri ==
Baris 43:
Kondisi politik kemudian memihak kepada Trunajaya setelah gagalnya perundingan antara Kompeni dan Karaeng Galesong. [[Karaeng Galesong]] berusaha mencari bala bantuan yang kuat bagi pihak Trunajaya. Pada 17 November 1678 pasukan Kompeni menyeberangi Sungai Brantas dengan dilindungi tembakan lima buah meriam. Beberapa hari kemudian (25 November 1678) barulah dilakukan serangan umum. Akhirnya karena kekuatan musuh jauh lebih besar Trunajaya terdesak dan berhasil menyingkir ke arah timur. Kediri berhasil dikuasai oleh VOC. Pusaka-pusaka keraton termasuk mahkota Majapahit jatuh ke tangan VOC dan diserahkan kembali kepada Sunan Amangkurat II pada 27 November 1678.
 
Setelah jatuhnya Kediri, Trunajaya menyingkir ke timur ke arah Blitar dan akhirnya menuju Malang. Saat kesulitan dalam mencari tempat pertahanan baru, Pangeran Trunajaya kehilangan 400 orang prajurit akibat penyakit dan kekurangan bahan makanan. Lebih-lebih lagi, pengiriman bahan bantuan berupa 8 perahu bahan makanan dari Madura untuk pasukan Trunajaya jatuh ke tangan musuh. Tekanan dan kepungan VOC kepada pasukan Trunajaya yang sudah makin melemah karena kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit semakin berat. Beliau terpaksa membawa memutar pasukannya berpindah ke Batu. Dalam keadaan serba sulit, Trunajaya mendapat dukungan dari daerah-daerah seperti Kediri, [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]] dan [[Kertosono, Nganjuk|Kertosono]]. Sebanyak 500 orang prajurit Madura dikirim melalui Wirasaba ke Malang untuk memperkuat barisan Trunajaya. Saat di Batu ini, istri Trunajaya meninggal dunia karena terserang penyakit, menyusul kemudian satu-satunya putra lelakinya juga wafat.
 
Dari Batu Trunajaya beserta pasukannya bergeser ke barat mengatur strategi pertahanan ke [[Ngantang, Malang|Ngantang]]. Sementara semakin lama jumlah kekuatan pasukan semakin berkurang, kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit. Masih beruntung keadaan alam yang berupa pegunungan serta hutan rimba di Ngantang menghambat laju tekanan pasukan Kompeni.
Baris 49:
Sementara di sisi lain karena perundingan gagal, pasukan [[Karaeng Galesong]] membuat kubu pertahanan di [[Bangil, Pasuruan|Bangil]] dan [[Keper, Krembung, Sidoarjo|Keper]] Krembung, sebelah utara Sungai Porong. Kemudian VOC meminta bantuan [[Arung Palakka]] dari Bone untuk menangkap Karaeng Galesong. Pada tanggal 23 Agustus 1679 pasukan gabungan Bugis dan Kompeni di bawah '''Jacob Couper''' berangkat dari Surabaya menuju ke Keper, markas pertahanan Karaeng Galesong. Pihak Kompeni memberi ultimatum kepada pasukan Keraeng Galesong untuk menyerah. Beberapa pemimpin pasukan Makassar memenuhi permintaan itu pada tanggal 30 Agustus di antaranya Daeng Tulolo. Mereka menyatakan akan bersedia untuk menyerah. Namun tidak ada tindak lanjut dari pertemuan tersebut. Akhirnya Kompeni memutuskan menyerang Keper pada tanggal 8 September 1679 di bawah pimpinan Arung Palakka. Sebelumnya '''Kapten Joncker''' dan pasukan Ambonnya berusaha merebut Keper namun gagal. Baru pada tanggal 21 Oktober 1679 Keper jatuh ke pasukan gabungan dalam pertempuran yang sengit dan banyak jatuh korban. Sementara pasukan [[Karaeng Galesong|Keraeng Galesong]] melarikan diri ke Batu untuk bergabung dengan mertuanya, [[Trunojoyo|Pangeran Trunajaya]].
 
Serangan kemudian ditujukan kepada pertahanan Trunajaya, yaitu yang berpusat di Batu. Di situ telah dibangun semacam keraton yang dikelilingi oleh pagar. Pengikutnya diperkirakan hanya berjumlah sekitar seratus orang dan dalam keadaan kekurangan makanan. Pasukan Makassar di bawah Karaeng Galesong juga mengundurkan diri ke Malang.
 
== Karaeng Galesong Wafat ==
Baris 56:
Sebelum meninggal, Karaeng Galesong menunjuk putranya yang berusia sekitar 17 tahun, '''Karaeng Mamampang''', sebagai penggantinya untuk menghindari perselisihan di antara orang Makassar pengikut pasukan Karaeng Galesong. Karaeng Mamampang mengikuti keinginan ayahnya dan membujuk pengikutnya untuk diberangkatkan ke Makassar. Sekitar 120 orang mengikuti perintahnya, tetapi sekitar 900 menolak dan tetap bergabung dengan Trunajaya. Hingga sekarang mereka beranak pinak di daerah Ngantang Batu - Malang.
 
'''Jacob Couper''' berusaha menghubungi Trunajaya dengan cara mengirim surat akan tetapi tidak berhasil. Akhirnya VOC memutuskan untuk mengadakan serangan ke Ngantang dengan mengirim pasukan VOC dan pasukan Arung Palakka. Di Kalisturan, di kaki pegunungan Batu, pasukan Arung Palakka menemukan 50 lelaki, wanita, dan anak-anak Makassar dalam keadaan kelaparan. Mereka mengatakan bahwa 300 lainnya berada di pegunungan namun tidak dapat turun menyerahkan diri karena jalan di Gunung Rarata (Ngrata) ditutup pasukan Trunajaya.
 
Esok paginya pasukan Arung Palakka merebut kubu pertahanan Trunajaya yang sedang dalam keadaan kekurangan di Rarata dengan serangan mendadak. Mereka memaksa pasukan Trunajaya melarikan diri lebih ke atas gunung. Pasukan Trunajaya mundur ke garis pertahanan kedua, yang berupa dua dinding bambu yang saling berhadapan dan dipisahkan oleh sungai kecil yang efektif menahan pergerakan naik atau turun gunung. [[Arung Palakka]] bersama sekelompok pasukan berputar mencari jalan untuk menyerang dari belakang. Sementara itu, kapten Belanda Van Vliet menuruni lembah gunung dengan pasukan Arung Palakka lainnya dan secara tiba-tiba menyerang dari atas, sehingga yang diserang pun lari berhamburan dengan menunggang kuda. Pasukan Arung Palakka mengejar mereka selama hampir dua jam dan tiba di sebuah perkampungan besar tempat pasukan Makassar dan Madura tinggal. Pasukan Belanda tiba setelahnya, tetapi sebelum serangan dilancarkan, hujan mulai turun dan kabut tebal pun datang dengan tiba-tiba. Ketika pasukan Arung Palakka dan VOC tiba di perkampungan tersebut, di Ngantang, pada hari berikutnya, mereka sudah melarikan diri kecuali empat bangsawan Makassar beserta 300 orang, wanita, dan anak-anak. Mereka memberi tahu Arung Palakka bahwa masih ada sekitar 1.500 orang Makassar, tidak termasuk wanita dan anak-anak, yang berada di bagian atas gunung.
 
Pada saat-saat pihak Trunajaya terdesak tersebut, timbullah isu dan ketegangan antara Sunan Amangkurat II dan Arung Palakka. Sebabnya adalah bahwa menurut desas-desus dan persaksian orang-orang tertentu ada hubungan antara Arung Palakka dengan Trunajaya. Isu yang pertama adalah bahwa Arung Palakka telah menerima hadiah dari Pangeran Trunajaya sebagai sebuah usaha penyuapan. Isu yang kedua adalah adanya ajakan dari pihak Pangeran Trunajaya kepada Arung Palakka untuk bersama-sama pergi ke Majapahit guna mendirikan benteng baru di sana.
 
Pada kenyataanya adalah bahwa Sunan Amangkurat II mulai menjauhkan diri dari Arung Palakka. Pun pihak Kompeni tidak mengikutsertakannya dalam operasi penangkapan Pangeran Trunajaya. Terhadap Pangeran Trunajaya sendiri, Amangkurat II menjalankan taktik baru, yaitu bersikap bersahabat dan menganggap dia sebagai kawula. Sebaliknya Trunajaya masih berusaha membujuk Amangkurat II agar memisahkan diri dari persekutuannya dengan VOC karena rakyat Jawa akan di-kristeni- sasikan oleh VOC. Amangkurat II berketetapan hati untuk tetap bersekutu dengan VOC.
Baris 102:
* H.J.de Graaf. 1989. ''Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII'' (terj.). Jakarta: Temprint
* M.C. Ricklefs. 1991. ''Sejarah Indonesia Modern'' (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
<br />