Keris: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi) |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 46:
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:30%; float:left; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">... . Orang-orang ini [Majapahit] selalu mengenakan ''pu-la-t'ou'' (belati? atau beladau?)yang diselipkan pada ikat pinggang. [...], yang terbuat dari baja, dengan pola yang rumit dan bergaris-garis halus pada daunnya; hulunya terbuat dari emas, cula, atau gading yang diukir berbentuk manusia atau wajah raksasa dengan garapan yang sangat halus dan rajin.''<p style="text-align: right;">— Ma Huan, "Ying-yai Sheng-lan Fai" ''</blockquote>
Catatan [[Ma Huan]] dari tahun 1416, anggota ekspedisi [[Cheng Ho]], dalam "Ying-yai Sheng-lan" menyebutkan bahwa orang-orang Majapahit selalu mengenakan (''pu-la-t'ou'')yang diselipkan pada ikat pinggang.
Mengenai kata Pu-la-t'ou ini, meskipun hanya berdasarkan kemiripan bunyi, banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah "belati", dan karena keris adalah senjata tikam sebagaimana belati maka dianggap pu-la-t'ou menggambarkan keris. Tampaknya masih harus dilakukan penelitian apakah betul pada masa majapahit keris disebut "belati" tetapi terdapat deskripsi yang menggambarkann bahwa "belati" ini adalah keris dan teknik pembuatan pamor telah berkembang baik.<ref>Moebirman. 1980.a,Keris Senjata Pusaka. Yayasan Sapta Karya. Jakarta.</ref>.
Baris 99:
Bilah besi sebagai bahan dasar di''wasuh'' atau dipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor (misalnya [[karbon]] serta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untuk disisipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembali dipanaskan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipat dan ditempa kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, serta banyaknya lipatan akan memengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses ini disebut ''saton''. Bentuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan ini lalu dipotong menjadi dua bagian, disebut ''kodhokan''. Satu lempengan baja lalu ditempatkan di antara kedua ''kodhokan'' seperti roti ''sandwich'', diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatukan. Ujung kodhokan lalu dibuat agak memanjang untuk dipotong dan dijadikan ''ganja''. Tahap berikutnya adalah membentuk ''pesi'', ''bengkek'' (calon gandhik), dan terakhir membentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan dengan pemanasan.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (''ricikan'') dengan menggarap bagian-bagian tertentu menggunakan [[kikir]], [[gerinda]], serta alat pelubang [[zaman kuna]] atau bor [[zaman modern]] sesuai dengan ''dhapur'' keris yang akan dibuat. ''Silak waja'' dilakukan dengan mengikir bilah untuk melihat pamor yang terbentuk.
Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubang disesuaikan dengan diameter pesi.
Baris 126:
=== ''Hulu'' atau pegangan keris ===
[[Berkas:Semar Kris (alt) 3.jpg|thumb|Sebuah keris dengan pegangan berbentuk [[Semar]]]]
Pegangan keris ([[bahasa Jawa]]: ''gaman'', atau hulu keris) ini bermacam-macam motifnya, untuk keris [[Bali]] ada yang bentuknya menyerupai dewa, pedande ([[pendeta]]), raksasa, penari, pertapa hutan dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia dan biasanya bertatahkan batu ruby.
|