Andy yang tinggal di Pontianak menyaksikan banyak teman-teman perempuannya yang beretnis Tionghoa harus pasrah dinikahkan dengan warga [[Taiwan]] dan menetap di sana. Melalui pernikahan transnasional tersebut, sebagian besar berujung ke kasus perdagangan manusia. Pada tragedi Mei 1998, [[kekerasan seksual]] menjadi salah satu masalah yang sangat genting, Andy prihatin melihat teman-teman perempuannya mempunyai pengalaman spesifik menjadi korban kekerasan dalam situasi-situasi konflik,<ref name=":0" /> seperti apa yang dialaminya saat Mei 1998 sebagai perempuan beretnis Tionghoa.<ref>{{Citenews|urlname="JP">http://www.thejakartapost.com/news/2014/05/20/andy-yentriyani-restless-fighter-gutsy-defender.html|title=Andy Yentriyani: Restless Fighter gutsy defender|last=Post|first=The Jakarta|newspaper=The Jakarta Post|access-date=2016-12-08}}</ref>
Setelah purna tugas sebagai komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy mengembangkan advokasi untuk memastikan pemenuhan hak-hak perempuan dan HAM pada umumnya dalam konteks demokrasi, pembangunan yang berkelanjutan dan perdamaian yang sejati. Di tingkat lokal, ia memilih Pontianak dan dengan memimpin lembaga [[Suar Asa Khatulistiwa]] yang bergerak di bidang penelitian dan pendidikan publik, termasuk melalui pengembangan pendidikan usia dini.<ref name="JP"/> Di tingkat nasional, kerja ini ia lakukan melalui fungsi sebagai pembina dan pengawas di sejumlah lembaga, dan dalam fungsi sebagai konsultan independen untuk kegiatan-kegiatan adhoc dari lembaga-lembaga yang sevisi. Di tingkat regional, saat ini Andy menjadi coordinator untuk sebuah aliansi perempuan di Asia Pasifik yang berfokus pada isu keamanan dan perdamaian (''Asia Pacific Women’s Alliance on Peace and Security'').