Sri Roso Sudarmo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 3:
Pada [[2 Juli]] [[1999]], Sri Roso dijatuhi hukuman 9 bulan penjara karena dinyatakan bersalah atas kasus suap Rp 1 miliar kepada [[Yayasan Dharmais]], sebuah yayasan yang dikelola oleh [[Soeharto]] ketika masih menjabat sebagai Presiden. Uang sejumlah Rp 1 miliar ini dijanjikannya sebagai imbalan apabila ia diangkat kembali sebagai bupati Bantul untuk periode [[1996]]-[[2001]]. Pernyataan ini dibuat dalam sebuah surat bersegel yang dikirim ke Yayasan tersebut, yang ditandatanganinya dengan saksi [[R. Noto Suwito]], lurah [[Kemusuk, Bantul]], yang tidak lain daripada adik kandung (sebagian sumber menyebutkan adik tiri) Presiden Soeharto sendiri.
 
[[Fuad Muhammad Syafruddin]] yang lebih akrab dikenal dengan nama '''Udin''', seorang wartawan [[Harian Bernas]], yang banyak membuat tulisan kritis tentang penyimpangan-penyimpangan di Kabupaten Bantul, mengangkat masalah ini di hariannya. Hal ini diduga menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tersinggung karenanya. Udin kemudian ditemukan luka parah di kepalanya pada malam hari [[13 Agustus]] [[1996]] karena dianiaya dua laki-laki tak dikenal di depan rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis km 13 Yogyakarta. Ia segera dibawa ke [[RS Bethesda]], Yogyakarta, dioperasi otaknya, namuntetapi tidak tertolong. Ia wafat tiga hari kemudian pada [[16 Agustus]] [[1996]].
 
Mula-mula Sri Roso membantah surat tersebut. Ia mengatakan bahwa surat itu dibuat oleh orang-orang yang ingin memerasnya. Belakangan ceritanya berubah dan ia mengaku bahwa surat tersebut dibuatnya untuk menjebak orang-orang yang mengaku sebagai orang dekat [[Istana Cendana]] yang akan menyanggupi menolongnya terpilih kembali.