Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Azami a.z (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 8:
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari [[Luhak|Luhak Nan Tigo]], yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.<ref name="Kato">{{cite book|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|last= Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=|coauthors=|year=2005|publisher=PT Balai Pustaka|location=|isbn=979-690-360-1|page=21|pages=|url=|accessdate=}}</ref> Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi [[Sumatera Barat]], bagian barat [[Riau]] ([[kabupaten Kampar|Kampar]], [[kabupaten Kuantan Singingi|Kuantan Singingi]], [[kabupaten Rokan Hulu|Rokan Hulu]]), pesisir barat [[Sumatera Utara]] ([[Natal, Mandailing Natal|Natal]], [[Sorkam, Tapanuli Tengah|Sorkam]], [[Kota Sibolga|Sibolga]], dan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]]), bagian barat [[Jambi]] ([[Kabupaten Kerinci|Kerinci]], [[Bungo]]), bagian utara [[Bengkulu]] ([[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]]), bagian barat daya [[Aceh]] ([[Kabupaten Aceh Barat Daya|Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Aceh Barat]], [[Nagan Raya]], dan [[Kabupaten Aceh Tenggara]]), hingga [[Negeri Sembilan]] di [[Malaysia]].
 
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya [[animisme]] dan [[Hindu]]-[[Budha]]. Kemudian sejak kedatangan para reformis [[Islam]] dari [[Timur Tengah]] pada akhir abad ke-18?(rujukan), adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan [[hukum Islam]] dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak [[Kaum Adat]] untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada [[syariat Islam]]. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah [[Perang Padri]] yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan ''cadiak pandai'' (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam adagium ''Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai.'' (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada [[Al-Qur'an|Al-Quran]]). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki [[masjid]], selain [[surau]] yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri [[Silat Minangkabau|pencak silat]].