Ramadhan K.H.: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan 202.65.127.229 (Pembicaraan) dikembalikan ke versi terakhir oleh Andri.h |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Ramadhan K.H.''' yang nama lengkapnya adalah "'''Ramadhan Karta Hadimadja'''", dilahirkan di
'''Kang Atun''', panggilan akrab Ramadhan, adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya, Rd. Edjeh Kartahadimadja, adalah seorang patih Kabupaten Bandung pada masa kekuasaan [[Hindia Belanda]]. Ia dilahirkan dari perkawinan ayahnya dengan Saidah. [[Aoh K. Hadimadja]] ([[1911]] - [[1972]]) yang juga dikenal sebagai penyair dan novelis itu, adalah kakak kandung seayah Ramadhan yang lahir dari rahim istri pertama ayahnya yakni Rd. Djuwariah binti Martalogawa. Ketika usia Ramadhan masih belum genap tiga bulan, ayahnya terpikat perempuan lain dan menceraikan Saidah yang langsung dikembalikan ke kampung. Pengalaman tersebut membuat ia dekat dengan sosok ibu dan menghayati derita kaum perempuan.
== '''Pendidikan dan pekerjaan''' ==
Ramadhan pernah bekerja selama 13 tahun sebagai wartawan [[Kantor Berita Antara|Antara]]. Lalu, dia minta berhenti karena tak tahan melihat merajalelanya korupsi waktu itu. Dia tercatat sebagai mahasiswa [[Institut Teknologi Bandung|ITB]] dan Akademi Dinas Luar Negeri di Jakarta, kedua-duanya tidak tamat. Dia juga pernah bertugas sebagai Redaktur Majalah Kisah, Redaktur Mingguan Siasat dan Redaktur Mingguan Siasat Baru.
Baris 14:
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Ramadhan tinggal di Capetown mengikuti istrinya, [[Salfrida Nasution]], yang bertugas sebagai [[Konsul Jenderal]] [[Indonesia|Republik Indonesia]] di kota itu. Sebelumnya ia pernah tinggal di [[Los Angeles]], [[Paris]], [[Jenewa]], dan [[Bonn]], menyertai istrinya yang terdahulu, Pruistin Atmadjasaputra, juga seorang diplomat, yang dikenal dengan panggilan "Tines". Tines, yang dinikahinya pada [[1958]], mendahuluinya pada [[10 April]] [[1990]] di [[Bonn]], [[Jerman]]. Setelah ditinggal istrinya, pada tahun [[1993]] Ramadhan menikah kembali dengan Salfrida, seorang sahabat istrinya yang pernah menyumbangkan darahnya ketika Tines sakit.
== '''Korban fitnah''' ==
Pada tahun [[1965]] Ramadhan sempat ditahan selama 16 hari di Kamp Kebon Waru, Bandung, bersama-sama dengan [[Dajat Hardjakusumah]], ayah kelompok pemusik [[Bimbo]] yang saat itu menjabat pimpinan Kantor Antara Cabang Bandung.
Keduanya ditahan karena dilaporkan bertemu [[A. Karim DP]] dan [[Satyagraha]], pimpinan PWI ([[Persatuan Wartawan Indonesia]]) Pusat yang masa itu dianggap berideologi kiri dan mendukung [[G-30-S]]. Oleh karena itu, mereka juga dianggap pendukung G-30-S. Belakangan ia baru tahu bahwa mereka difitnah kelompok lain dapat menguasai kantor Antara cabang Bandung. Sesudah enam belas hari dalam tahanan, keduanya dibebaskan dan pimpinan pusat Antara memindahkannya ke Jakarta. Ramadhan langsung pindah ke Jakarta.
== '''Menulis biografi Presiden [[Soeharto]]''' ==
Pada 1982, ketika tinggal di Jenewa, Ramadhan dihubungi oleh Kepala Mass Media [[Sekretariat Negara R.I.|Sekretariat Negara]] di [[Jakarta]], [[Gufran Dwipayana]] yang mengajaknya untuk menulis biografi [[Soeharto]] yang masih menjabat sebagai presiden R.I. waktu itu. Ramadhan mula-mula menolak, karena sebagai orang Jawa Barat merasa tak menguasai budaya Jawa, daerah asal Soeharto. Namun Soeharto sudah menjatuhkan pilihan pada Ramadhan.
Baris 34:
Setelah Tines berpulang, Ramadhan kembali ke Indonesia bersama kedua anaknya. Ia ingin menagih honor kepada Soeharto, tetapi Dwipayana sudah meninggal dunia. Sekretaris Militer Presiden Syaukat Banjaransari menyarankannya agar menulis surat langsung kepada Presiden. Beberapa hari kemudian datang telepon dari Kolonel [[Wiranto]], ajudan Presiden Soeharto. Ia diminta datang ke [[Istana Cendana|Jl. Cendana]]. Bersama Gumilang ia datang, masuk ke halaman, langsung diberi mobil [[Honda Accord]] warna merah. Mobil baru dengan jok terbungkus plastik. Namun Soeharto tidak menemuinya. Mereka hanya bertemu di depan garasi dan terbatas dengan Wiranto.
==''' Akhir hayat''' ==
Pada hari-hari terakhirnya, Ramadhan kembali menekuni kegemarannya di masa lalu, melukis. Salah satu tema lukisan kesayangannya adalah rangkaian pegunungan di belakang rumahnya di Cape Town.
Baris 89:
* Kita banyak berdusta - wawancara pers dan tulisan Laksamana Sukardi (penyunting bersama dengan Endo Senggono) (2000)
* Peran historis Kosgoro (ditulis bersama dengan Sugiarta Sriwibawa) (2000)
|