Suku Dayak Banyadu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Otohodox (bicara | kontrib)
Perbaikan
Baris 43:
 
Sejak di mulainya masa Pengayauan di kalangan Bangsa Dayak, nenek moyang Dayak Banyadu mulai menyebar keluar dari Bandong Banua-nya. Orang Banyadu yang menyebar pada masa itu di rintis oleh para prajurit Kayau yang melakukan pengayauan serta penaklukan terhadap subsuku Dayak lain, akibatnya orang Banyadu ( orang yang berasal dari Bandong Banyuke) dimasa lalu menjadi sangat terkenal dan disegani serta di takuti oleh subsuku Dayak lain. Meskipun terkenal dengan kegagahan dan keberaniannya, adakalanya para prajurit Kayau Dayak Banyadu tidak berhasil menaklukkan subsuku Dayak lain, para prajurit kayau Dayak Banyadu yang tidak berhasil membawa Kepala manusia ini, memilih tidak pulang dan menetap di daerah taklukannya serta membangun pemukiman baru di situ dan mengawini gadis-gadis didaerah taklukannya tersebut. umumnya kepergian prajurit Kayau Dayak Banyadu zaman dulu di lakukan melalui jalur sungai, dengan perahu mereka menyusuri hilir sungai yang diberi nama sama seperti nama Bandong-nya yaitu sungai Banyuke. Selain karena aktivitas Pengayauan, penyebaran orang Banyadu juga terjadi karena alasan perladangan, masyarakat pada masa itu mulai mencari daerah baru yang jauh dari Bandong-nya untuk berladang, Sebagai akibatnya banyuke yang sebelumnya berupa sebuah kampung besar / kota lama-kelamaan mengecil hingga hanya menjadi sebuah kampung kecil, karena di tinggal menyebar oleh penduduknya. Ketika berada di luar Bandongnya itulah yang menyebabkan orang Dayak banyadu zaman dulu di kenal dengan sebutan orang Banyuke oleh masyarakat Dayak yang menjadi tetangga negerinya, hal ini terjadi, karena mengingat mereka berasal dari kota Banyuke.
 
''''''<nowiki>[[Berkas:Banyuke_Village_1.jpg|bingkai|ka|Desa Banyuke Bekas Bandong Banua Satona]]</nowiki>''''''
 
Cukup sering terjadi kekeliruan akan masyarakat Dayak yang disebut Banyuke ini, terutama generasi muda sekarang di mana dalam anggapan mereka yang disebut orang Banyuke adalah Suku Dayak kanayatn yang berdialek Banane / Bangape alias orang Darit dan cenderung teguh meyakininya, padahal yang benar adalah untuk sebutan masyarakat Dayak yang berdialek Banyadu. Hal ini tentu didasari oleh alasan bahwa semua desa atau semua penduduk yang tinggal di hilir dekat muara dan di hulu dari sungai yang mengalir di daerah tersebut adalah orang Banyadu, dan terlebih di karenakan asal kata banyuke itu adalah dari nama kota yang menjadi ''Bandong'' atau ''Bandung'' (pusat pemerintahan / ibukota) dari ''Banua Satona'' milik orang Banyadu yang terletak di hulu sungai Banyuke tersebut.
Baris 48 ⟶ 50:
== Wilayah Penyebaran ==
Setelah sekian lama orang Banyadu kuno mendiami kota Banyuke tersebut, secara perlahan mereka mulai membangun beberapa pemukiman (Tamakng) baru disepanjang sungai Banyuke dan anak-anak sungai Banyuke. Meskipun kebanyakan warga kota Banyuke membangun tamakng di sepanjang DAS Banyuke, dari mereka ada juga yang langsung membangun parokng dipedalaman seperi parokng insang dan parokng pentek. Hingga suatu masa penduduk kampung-kampung baru tersebut semakin banyak dan karena alasan untuk berladang mereka akhirnya mulai merambah kawasan-kawasan hutan diluar bantaran DAS Banyuke. Dari kampung-kampung disepanjang sungai Banyuke dan anak-anak sungai Banyuke tersebut, kemudian orang Banyadu membangun parokng (Kampung ladang) disekitar ladang-ladang yang mereka buka, warga tamakng untang membangun parokng santibak, paranuk dan madas (taria). Warga dari tamakng bandol membangun parokng lo’ekng, dan parokng  sinto dan tamakng bantinga. Warga padakng pio membangun parokng adokng dan sebuah parokng yang telah ditinggalkan warganya yang pindah ke adokng (kampet) parokng itu terletak di antara padakng pio dan sinto sekarang. Warga tamakng madakng membangun parokng palai dan nyangkut (ocoh).
 
'''[[Berkas:[[:Berkas:Peta Dayak Banyuke Barat.jpg|Peta Dayak Banyuke Barat.jpg]]|bingkai|ka|Wilayah Penyebaran Orang Banyadu Bagian Barat]]'''
 
Warga dari tamakng bale (Samoko Pu’utn) terutama keturunan-keturunan puak mereka yang bernama ''Neng Anjong'' membangun parokng bihatn dan parokng pancik yang tidak jauh dari ''tamakng''-nya. Sebagian dari keturunan ''Neng Anjong'' lalu makin masuk ke pedalaman ke arah utara yang akhirnya membangun parokng nodor, parokng samoko ujung, parokng sanoriatn, parokng samo (lereng gunung samalap) dan  parokng tamakng sahu. Pada akhirnya parokng nodor, parokng samo, parokng sanoriatn dan parokng tamakng sahu bergabung di parokng samoko ujung, namun karena lokasi kampung yang sempit karena di kaki bukit akhirnya mereka membangun kampung baru di seberang sungai antawak. Untuk menyeberang sungai antawak orang samoko lalu membuat jembatan kecil yang dalam bahasa banyadu disebut ''titi''. Titian itu dibuat dari batang bambu atau dalam bahasa Banyadu disebut ''tarekng''. Karena ''titi'' (jembatan kecil) penyeberangan mereka dibuat dari ''tarekng'' (bambu) maka akhirnya mereka menamai kampung baru mereka dengan nama ''Tititarekng''. Warga dari tamakng tamia ojol masuk ke pedalaman ke arah utara, mereka mengikuti jejak warga yang berasal dari tamakng bale. Dipedalaman ke arah utara tersebut mereka membangun parokng tamia sio.
 
Warga tamakng pangao membangun parokng sabah, parokng karasik (di kaki gunung), parokng pudo, dan parokng ampadatn. Warga tamakng magon membangun parokng barinang manyun, parokng manyun, parokng padakng manyun, parokng kase, parokng antong, parokng sahang, parokng pano alatn, dan parokng tamu. Warga dari tamakng Jarikng membangun parokng ngaro, parokng ojak, parokng sadange dan lain-lain, namun pada abad 15 masehi penduduk yang berasal dari tamakng Jarikng seluruhnya memakai bahasa baru yaitu bahasa Banane. Warga tamakng sunge lubakng membangun parokng tolok, parokng notos, parokng bangsal bahu. Warga tamakng amang membangun parokng paloh bamayak, parokng sunge dihatn, parokng sunge tuba, parokng sunge kunyit, parokng bangsal behe, parokng maran tayan dan parokng-parokng lainnya.
 
'''<nowiki>[[Berkas:Banyadu.jpg ‎|bingkai|ka|Peta Wilayah Penyebaran Suku Dayak Banyuke (Orang Banyadu) Berwarna Biru Tua Putus Di Kawasan Darit (Berwarna Pink) Dahulu Sebelum Abad 14 Masehi Kawasan Yang Terputus Itu Masih Berbahasa Banyadu]]</nowiki>'''
 
Orang banyadu yang berasal dari tamakng tapis di tepi sungai tenganap (sungai Landak) membangun parokng angkadu, parokng samabak, parokng tanjung petahi, parokng engkalong, parokng sangke, parokng sansa, parokng teinam, parokng kuru, parokng jaga, parokng sunge lonyekng dan parokng-parokng lainnya.
Baris 94 ⟶ 100:
Sistem kepercayaan ini sudah monoteis yang mana berpusat pada satu Tuhan yang disebut Jubata. Ketika imam Banyadu melakukan ritual agama adat sering nama Jubata disebut-sebut sebagai jubata yang digunung ini, atau gunung itu di daerah ini atau daerah itu, hal ini tidaklah bearti bahwa Jubata tersebut banyak jumlahnya namun lebih bermakna bahwa sang kuasa ( Tuhan ) ada di mana-mana atau berkuasa atas segala sesuatu.
 
Biasanya tempat ibadah agama Jubata dilakukan diatas '''''Panyugu''''' yaitu rangkaian batu mezbah yang sama fungsinya dengan mezbah-mezbah Nabi Abraham dan keluarganya di timur tengah dahulu. Agama Jubata telah eksis di kalimantan jauh sebelum kedatangan agama hindu, dan masih eksis hingga sekarang. Selain menyebar pada Bangsa Dayak, agama Nabi Abraham juga dianut oleh suku sunda pra-hindu. Orang Sunda menyebutnya dengan nama agama “Kaliyan”.Dimasa sekarang orang Banyadu adalah penganut Kristen Katholik, Kristen Protestan dan sisanya pengikut agama Jubata (Agama Adat).
 
== Tokoh-Tokoh Dayak Banyadu ==