'''[[Marsekal Madya]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) Haji Muhammad Soedjono''', (lahir di tidak diketahui - meninggal di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Subroto]], [[Jakarta]], [[16 Agustus]] [[2010]]) adalah seorang [[Purnawirawan]] Perwira Tinggi [[TNI Angkatan Udara]] ia merupakan salah satu tokoh pelopor, perintis terjun payung yang dimiliki [[TNI AU]].
== Perintis Terjun Payung TNI AU ==
Awal ketertarikan ia ke dunia militer adalah pada saat sekolah di AMS Yogyakarta. Ketika kelas tiga, pemuda Soedjono melamar untuk masuk Vrijwilling Vliegers Corps (VVC) yang merupakan suatu korps Penerbang Sukarela Belanda. Setelah diadakan berbagai tes, akhirnya Soedjono terpilih diantara para pemuda yang lainnya untuk mengikuti pendidikan. Soedjono bersama para calon siswa lainnya berlatih terbang di sekolah tersebut setiap sore hari di daerah Sekip. Pesawat yang digunakan adalah pesawat buatan Belanda dan pelatihnya tentara Militaire Lucthvaart (ML) Belanda. Pemerintah Belanda menyadari bahwa disaat mendekati Perang Dunia ke- II dibutuhkan banyak tenaga penerbang yang akan diterjunkan ke berbagai front pertempuran. Pada saat mendekati Perang Dunia ke- II, ia bersama para pemuda lainnya dimiliterisasi untuk dijadikan tentara wajib militer. ia bersama para siswa lainnya kemudian dibawa ke Tasikmalaya, lalu ke Bandung, kemudian dari Jakarta diungsikan ke Australia melalui jalur laut. Jadi sebelum tentara pendudukan Jepang masuk ke wilayah Hindia- Belanda, pemuda Soedjono sudah berangkat terlebih dahulu ke Australia. Setelah sampai di Australia rupanya timbul berbagai permasalahan baru seperti keterbatasan instruktur penerbang untuk melatih calon-calon penerbang, minimnya persediaan bahan bakar pesawat dan permasalahan lainnya. Dari permasalahan yang ada pemerintah Belanda kemudian membuat kebijakan yaitu para calon penerbang tersebut diberangkatkan ke Amerika Serikat untuk berlatih terbang. Dari [[Amerika Serikat]], Soedjono kemudian dikembalikan lagi ke [[Australia]] untuk dilatih di Jungle Warfare Training Camp di [[Queensland]] sebelum diberangkatkan ke front pertempuran di Biak. Satu tahun di front pertempuran Biak, ia lalu mendapat istirahat di kota [[Melbourne]] lalu ke Brisbane Australia. Sebelum berangkat lagi ke front pertempuran, pada pertengahan bulan September 1945, ia mendengar berita bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk itu ia mencari informasi ke berbagai sumber untuk mendapat keterangan mengenai kondisi terakhir di [[Indonesia]].<ref>[https://tni-au.mil.id/content/pioner-terjun-payung-indonesia "PIONER TERJUN PAYUNG INDONESIA"]</ref>
Soedjono dengan berbagai cara, akhirnya tiba dengan selamat di tanah air, pesawat yang ditumpangi mendarat dengan selamat di Lapangan Udara Kemayoran pada tanggal 5 Oktober 1945. Tiba di tanah air, Soedjono melihat masih banyak tentara Jepang yang berkeliaran. Bersama Bapak Halim Perdanakusuma dan Bapak Roeslanoedanoeroesamsi berusaha mencari kontak dengan para pemuda untuk bisa sampai ke kota Yogyakarta. Pada saat tiba di Lapangan Udara Kemayoran, ia masih mengenakan seragam Belanda, dengan memakai topi pet, membawa pistol sehingga membuat orang-orang pribumi segan, malah cenderung takut untuk didekati kalau ditanya informasi seputar keadaan di tanah air. Akhirnya dengan pertolongan beberapa tokoh pejuang ia bisa berangkat ke Yogyakarta melalui Stasiun Manggarai. Sebelum berangkat ia dipesan oleh Dr. Kuswolodigo agar jangan bertanya macam-macam karena tentara dan mata-mata Belanda ada dimana-mana, di samping itu juga agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Belanda tentang keberadaan mereka. Sesampainya di Yogyakarta, ia menginap di rumah orang tua Bapak Roeslanoedanoeroesamsi yaitu Bapak Brontodiningrat. Kemudian ia menghubungi orang-orang di KNI pusat dan Polisi. Polisi datang ke tempat Soedjono menginap di rumah orang tua Bapak Roeslan. Tindakan polisi selanjutnya bukan membantu apa yang diminta Soedjono tetapi justru menahannya mungkin karena kesalah pahaman. Setelah ditahan kemudian atas pertolongan temannya yang bernama Umar Slamet ia dibebaskan.
== Bergabung AURI ==
Setelah itu pemuda Soedjono mulai memasuki kancah revolusi dengan secara resmi masuk ke [[AURI]] tanggal 1 April 1946 dengan mendapatkan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) 461010. Mengawali karir di [[AURI]] (sekarang [[TNI AU]] dengan pangkat Opsir Udara II menjabat Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan pada Komandan Pangkalan Udara Maguwo dengan tugas khusus untuk mengatur pertahanan pangkalan dan disiplin lainya, karena [[Agustinus Adisoetjipto|Komodor Muda Udara A.Adisutjipto]] yang ditunjuk untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan, sibuk mendidik calon-calon penerbang di Sekbang Maguwo.
Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP), kemudian atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]] pada 1947 membentuk pasukan payung pertama (paratroop).mSoedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati. Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal paracutis, di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori terjun payung. Secara kebetulan Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Soedjono sendiri secara kebetulan baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut. Mereka itu telah melaksanakan latihan penerjunan pertama kali tanggal 11 Februari 1946 di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke-II. Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya. Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan Komodor Muda Udara A.Adisutjipto dan Kadet Udara I Gunadi. Pesawat Cureng sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat. Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun. Setelah siap dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.
Pelaksanaan latihan terjun yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo disaksikan oleh sejumlah petinggi [[AURI]] diantaranya [[KSAU]] [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]], Perwira Operasi [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]]. Baru penerjunan ke dua [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]] meninggalkan tempat latihan. Namun dari cerita yang didapat dari orang terdekat rupanya [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]] tidak tega melihat kalau percobaan terjun yang dilakukan oleh kedua orang tersebut mengalami kegagalan. Tuhan Maha Besar penerjunan yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo berhasil dilakukan dengan baik meskipun payung yang digunakan Soekotjo mengalami robek setelah melakukan penerjunan. Atas perintah KSAU Suryadarma, Soedjono juga mendapat tugas untuk melatih para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan di bawah pimpinan [[Tjilik Riwut|Mayor Tjilik Riwut]] pada tanggal 17 Oktober 1947 dengan tugas untuk mendrop pasukan di belakang garis depan musuh.
|