Kerapatan Gereja Protestan Minahasa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wenshy (bicara | kontrib)
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 25:
Perjalanan Sejarah
 
Gereja [[ "Wale Pinaesaan E Wakan” ]]
 
 
Baris 50:
C. Metode Dan Tehnik Penyusunan.
 
1. Dalam penyusunan sejarah ini oleh tim penyusun mengambil dari bahan – bahan tulisan dan cuplikan naskah sejarah dari kumpulan tulisan - tulisan beberapa orang nara sumber yang dianggap reprentative ada hubungan dengan pelaku – pelaku sejarah antara lain :
 
• J.D. Kesek ; berbentuk tulisan – tulisan sejarah Wale Pinaesaan E Wakan dan cuplikan naskah sejarah KGPM.
Baris 58:
• E.F. Rembet ; berbentuk cuplikan – cuplikan sejarah KGPM dan desa Wakan, hasil percakapan dengan Tokoh – Tokoh KGPM, tulisan B.W. Lapian, R.E.S Buyung, dll.
 
• A.H. Tampemawa, Gbl. R.R. Kesek ; berupa tulisan – tulisan dan wawancara dengan orang Tua – Tua desa Wakan yang dianggap memiliki hubungan dengan Pelaku – Pelaku sejarah KGPM antara lain : Paul Tumbuan, Markus Siwi, Jansen Kandey, Junus Derk Tampemawa, Jost Lembong dan Tokoh – Tokoh Gereja lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.
 
2. Penulisan sejarah ini menggunakan metode dan teknik penyusunan dengan memverifikasi, membandingkan, merangkaikan, dan menganalisa data – data terutama kronologis tanggal dan tahun yang sempat dikumpulkan dari berbagai pihak.
Baris 70:
• Kasuruan, Nimena Intana wo Langit / Allah yang menjadikan bumi dan langit.
 
• Wailan Kasuruan Wangko, Allah Maha Karya, Maha Kuasa (Ban. Kej 1:1-3, Maz. 121:2-3 ).
 
• Kasuruan Wangko tempatnya di Kayaan ( Ruang, Luas, Terang, Mulia ) Singgasana Kasuruan Wangko, Allah dibumi, yaitu dikuntung I Wailan kompleks gunung Soputan ( band. Dengan gunung Moria dan Sion di Alkitab ).
Baris 78:
• Sungai Allah Kasuruan Wangko ialah sungai Ranoiapo yang berhulu di pegunungan Wulur Maatus seratus jijir / puncak dan di gunung Soputan, bermuara di Kota Amurang teluk Amurang ( Band sungai Yarden ).
 
• Orang Tontembuan khususnya dan Minahasa umumnya mempercayai adanya Wara endo dan Wara wengi / burung manguni sebagai pesuru rurudan dan juru bahasa pemberi tanda suara dari Kasuruan Wangko bagi manusia ( Band. Pengkh. 10:20 ) dewa Wara endo dan Wara wengi bertempat di karondoran kuntung I Walian di Tombasian dekat Kawangkoan Atas.
 
• Pada umumnya orang Minahasa tidak menyembah pohon, batu, patung dsb. Batu dan pohon hanya untuk tempat meletakkan persembahan untuk memohon pada yang ilahi, ( Band. Abraham membawa persembahan di gunung Tuhan dan Yakub dengan batu Bethel ).
Baris 98:
Orang Spanyol Kastilia tiba di Tidore tahun 1521. Sebanyak 40 orang dari mereka ditangkap orang Portugis tetapi bulan Febuari 1522 mereka lari ke pulau Manado Tua terus ke Tombasian teluk Amurang lalu bersembunyi di udik Ranoyapo desa Nietakan mendirikan desa Pontak dan Lompad tahun 1545 baru mereka bertemu orang Spanyol dan Manila bertempat di Kema Tonsea. Tahun 1600 orang Spanyol dapat mengalahkan orang Portugis di pelabuhan Uwuran Amurang di Bentengnya Moraya / Morula. Misionaris Spanyol yang memberitakan Injil yaitu Peter Jones Scialamonte dan Peter Cosmas Ointo tahun 1617 dan Peter Blas Plamino 1619.
 
Usaha Portugis dan Spanyol ini selain karena latar belakang ekonomi, berdagang juga terdorong oleh keinginan untuk memasehikan / memberitakan Injil diderah-daerah yang ditemukan dan ditaklukan. Penginjilan di Minahasa pada awal abad ke – 16 mendapatkan tantangan dari Sultan Ternate Hairun yang berusaha mengislamkan daerah Sulut. Bulan Febuari tahun 1570 terjadi pembunuhan atas diri Sultan Hairun oleh De Mosquito dari Portugis. Akibatnya orang – orang Portugis di benci, kehidupan rohani menurun, misionaris berkurang. Akhirnya Portugis dan Spanyol bersatu menyerang Sultan Bab Ullah anak Sultan Hairun yang berusaha merebut wilayah Manado. Orang Manado bersekutu dengan Portugis dan Spanyol sehingga mendapatkan perlindungan dan terluput dari penyebaran agama Islam.
 
Tahun 1643 terjadi pertentangan antara tentara Spanyol dengan penduduk Minahasa sehingga 40 orang Spanyol terbunuh. Tahun 1644 ribuan penduduk Minahasa menyerang dan membunuh 19 orang Spanyol dan menawan 22 orang. Pada masa kritis itu orang Minahasa membuat perjanjian dengan Belanda yang pernah mendarat di Ternate mencegah kemungkinan serangan balasan Spanyol.
 
Perkembangan selanjutnya kompeni Belanda mendapatkan pasukannya di Manado dan berhasil menguasai Minahasa setelah mengusir orang Spanyol di Minahasa tahun 1660. Dengan demikian berakhirlah pekerjaan misi pemeliharaan rohani Spanyol di Minahasa.
 
C. Usaha Pemerintah Belanda.
Baris 138:
Inilah struktur Pemerintah Gereja Indische Kerk yang dikenal dengan system “Sinodal” dimana Jemaat harus tunduk pada perintah dari atas ke bawah ( top down ) Yaitu Pimpinan Sinode Indische Kerk yang disebut Pengurus Besar, Pucuk Pimpinan.
 
Dari penjelasan tersebut diatas terlihat pola hidup Gereja Negara dengan struktur kepengurusan Sinodal Indische Kerk itu, ternyata Gereja diperalat Pemerintah untuk menguasai orang – orang Minahasa agar tunduk pada perintahnya.
 
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan amanat Tuhan karena Jemaat hanya berfungsi alat untuk menghidupkan kepemimpinan Gereja Sinodal, sekaligus mempermudah Pemerintah penjajah untuk berkuasa di tanah Toar Lumimuut.
Baris 154:
Masalahnya :
 
• Pertama : mengenai pembiayaan Gereja pasti akan mengalami kesulitan bilamana harus menanggung sendiri biaya hidup Gereja diluar Pemerintah / Kas Negara.
 
• Kedua : dilihat dari segi politis adalah tidak mungkin melawan dan melanggar Peraturan – Peraturan Pemerintah penjajah. Berani melawan berarti masuk penjara dan untuk mencapai usaha perbaikan kehidupan Gereja di luar pengawasan Pemerintah penjajah harus melalui proses pemahaman perkembangan situasi dan kondisi Gereja dan Perjuangan Bangsa Indonesia.
Baris 162:
A. Usaha Mengadakan Perubahan.
 
Usaha mengadakan perbaikan dan perubahan kehidupan Gereja pada pertengahan abad ke 19 mulai muncul putra – putra Minahasa yang telah menyadari perlunya mengadakan perubahan dan perbaikan dalam hal ini kehidupan Gereja dan Jemaat.
 
1. Perintis DS. Lambertus Mangindaan.
Baris 182:
4. Pada tahun 1912 A. M. Pangkey dan J. U. Mangowal mendirikan perkumpulan bernama “Perserikatan Pangkal Setia” di Tomohon, dipelopori oleh Guru – Guru Zending dengan maksud memajukan ajaran Kekristenan dan setia pada cita – cita DS. Lambertus Mangindaan dan Yo’el Walintukan untuk mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.
 
5. Tahun 1918 lahir Organisasi kepemudaan “ Yong Minahasa” dan diluar Minahasa yaitu di pulau Jawa terbentuk Organisasi “Persatuan Minahasa” dengan tokoh utamanya DR. G.S.S.J Ratulangi. Juga lahir beberapa Organisasi sosial politik lainnya dengan maksud menentang penjajahan Belanda di bumi Indonesia. Kaum Nasionalis Minahasa menilai bahwa sebaiknya usaha dulu pembinaan MENTAL NASIONAL melalui wadah Gereja mereka, baru dilanjutkan dengan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa dan Tanah air.
 
6. Peranan Kaum Kristen Nasionalis.
Baris 217:
Pada tahun 1925 J.U. Mangowal diutus oleh Perserikatan Pangkal Setia ke Hoofd Bestuur / pengurus besar Indische Kerk di Jakarta mendesak pemberian Gereja Kristen Otonom buat Minahasa. Namun ternyata tidak membawa hasil atau jawaban positif sebagaimana yang dialami oleh J. Jakobus demikian juga terjadi pada J.U. Mangowal yang kembali dengan tangan hampa.
 
5. Tahun 1928 B.W. Lapian menjadi Wakil Ketua Perserikatan Pangkal Setia dan terus berusaha bergerak ke jurusan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri karena menurut pendapat Tokoh – Tokoh Nasional Minahasa seperti G.S.S.J. Ratulangi, B.W. Lapian dll bahwa Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia akan sulit tercapai kalau jiwa Jemaat masih terjajah.
 
A.M. Pangkey berpendapat bahwa Belanda masuk Minahasa melalui jalur Gereja, mereka pula harus keluar harus melalui jalur yang sama, melalui Gereja. Untuk itu Perserikatan Pangkal Setia membuka cabang – cabang di seluruh Minahasa termasuk di Wakan melalui Guru – Guru Zending yang tersebar di sekolah – sekolah merangkap Guru – Guru Jemaat.
Baris 269:
 
Perintah tuan Luperes, jaga delapan negeri – Rumoong Winaian
1 1 5 5 4 4 4 3 3 2 2 1. 5 5 4 4 3 3 2
 
Wakan Karimbau Tokin Wanga Malola Kumelembuai
1 1 5 5 5 6 5. 4 4 4 3 3 2 2 2 2 1
 
• Pada tahun 1876 Penginjilan diserahkan / dialihkan oleh NZG kepada Indische Kerk Gereja Negara Pemerintah kolonial Belanda dibawah Pimpinan Ketua Sinode DS. E. A. De Vreede. Tercatat 9 pendeta Bangsa Belanda / Jerman sempat meneruskan Penginjilan di Resort seberang sungai Ranoyapo.
Baris 280:
• Tahun 1922 Pdt. AZR Wenas di gantikan oleh Penginjil Bangsa Jerman Pdt. H.G. Thiel mulai tahun 1926 berkedudukan di Amurang, di bantu oleh Penolong Injil Markus Kainde Rampengan tahun 1931 di Kumelembuai tahun 1926 – 1933 Jemaat Wakan termasuk dalam wilayah kerja Pdt. H.G. Thiel, dibantu Penolong Injil M.K. Rampengan dari Resort Kumelembuai.
 
Disinilah batasan rentang waktu masa lampau yaitu tahun 1926 yang menjadi awal fokus perhatian penulisan sejarah Gereja ini dan tahun 1933 sebagai tahun konflik dalam usaha pembaharuan kehidupan Gereja Negara Indische Kerk menjadi Gereja Minahasa Merdeka Pertama Berdiri Sendiri di desa Wakan yang didirikan oleh masyarakat dan Jemaat Wakan menentang kekuasaan asing penguasa birokrasi Indische Kerk yang secara konfrontatif berhadapan langsung dengan Pimpinan Ketua Sinode Indische Kerk berkedudukan di Tomohon, DS. E.A. Vreede dan Pimpinan Wilayah Amurang Pdt. H.G Thiel.
 
Semenjak tahun 1931 kondisi kehidupan Organisasi dan Manajemen Indische Kerk di Wakan ialah dihadapkan pada berbagai masalah kepincangan dalam aspek Gerejawi, sosial politik mengakibatkan terjadinya konflik Jemaat Wakan yang mulai menentang kekuasaan asing dan memisahkan diri dari Gereja Negara Indische Kerk.
Baris 298:
Pejabat Hukum Tua Y. Rasu
Hukum Tua Zacharias Tumilaar ......1931
Pejabat Hukum Tua Adrian Tumbuan 1931 – 1933
Hukum Tua A.A. Tumiwa 1933 – 1949
Hukum Tua Yosis Moring 1950 - 1957
Hukum Tua Paul Tumbuan 1957
Baris 332:
Simon Talumepa
Anggota – Anggota Joey Lapian
Benyamin Tampemawa
Edward Rembet
Musa Talumepa
Elisa Rempowatu
Frederikus Tulungen
Frederik Siwu
Simon Kesek
Abed Nego Talumepa
Markus Siwu
 
Baris 352:
Usaha Pengumpula Dana.
 
Adapun usaha yang diperlukan untuk membayar biaya kerja tukang – tukang dan untuk membeli bahan – bahan bangunan lainnya, pengumpulan dana dilakukan oleh komite dengan cara mendatangi rumah – rumah penduduk dan dari hasil kebun kopi umum desa seluruhnya yang diserahkan untuk keperluan pembangunan Gereja.
 
Pada kesempatan pertama ini diutuslah Guru Jemaat J.C. Polla ( Indische Kerk ) dan Junus Runtuwene menghubungi Pimpinan Sinode Indische Kerk, DS. E.A Vreede di Tomohon dengan maksud meminta bantuan dana guna pembangunan rumah Gereja baru di Wakan. Oleh Predikant DS. E.A. Vreede menyambut baik kedatangan dan permohonan kedua utusan tersebut dan berjanji akan segera mengirimkan dana bantuan melalui Ketua Wilayah Amurang Pdt. H.G. Thiel, dengan catatan akan memeriksa dahulu seteron – setoran dari Jemaat Wakan di kantor Sinode Tomohon.
Baris 380:
Menjelang akhir tahun 1931, oleh sesuatu dan lain hal Hukum Tua Z. Tumilaar berhenti dari tugasnya sebagai Hukum Tua dan untuk sementara ditunjuk penggantinya yaitu Adrian Tumbuan.
 
Dibawah bimbingan pejabat Hukum Tua Adrian Tumbuan kegiatan pembangunan rumah Gereja dilanjutkan kembali dan sebagai Kepala Bas / Tukang diangkat dan ditetapkan seorang dari desa Wakan sendiri yaitu Jan Pangaila. Dan semenjak saat itu CAKRAWALA baru mulai mewarnai jiwa persatuan dan semangat gotong royong masyarakat yang melahirkan kebulatan tekad untuk terus menyelesaikan pembangunan rumah Gereja tanpa meminta dan mengharapkan bantuan dari luar, bahkan disepakati pula untuk menutup pintu bagi campur tangan pihak Indische Kerk.
 
Bab 5. Lahirnya Wale Pinaesaan E Wakan.
Baris 398:
Dengan demikian hasil usaha pembangunan dimulai sejak tahun 1928 barulah terlihat bulan Agustus 1933, dimana sebuah gedung Gereja baru berdiri dengan Megahnya ditengah – tengah desa Wakan sebagai hasil swadaya melalui masyarakat sendiri dalam kondisi bangunan 90% selesai.
 
Lahirnya Wale Pinaesaan E Wakan.
 
Dengan diprakarsai, para Pensiunan Militer bersama dengan para orang Tua – Tua tokoh masyarakat, mereka mendesak komite melakukan upacara adat “ Nae Rumah Baru” tanda selesainya pembangunan gedung Gereja baru. Adapun upacara adat ini akan dilaksanakan oleh untuk para tukang bersama para pemuka adat serta Tokoh – Tokoh masyarakat dilaksanakanlah upacara tradisional khusus (belum untuk umum) sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan bimbingannya sehingga pembangunan rumah Gereja dapat terselesaikan 90% dengan baik dan selamat. Pada acara itu ada pula adat khas yang mengandung nilai budaya dan senantiasa bersifat simbolis dinyatakan dan dilakukan oleh seorang pemuka adat yang disebut Tonaas, Manuel Tampi dengan mengucapkan kata – kata “ Tioo Ma Inde – Inde, Manguni Maka Siow Aitoor Si Wale Anio” lalu ia menghentakan kaki kanannya tiga kali di lantai pintu samping mimbar Gereja, pernyataan itu merupakan perlambang, kekuatan yang penuh arti menurut tafsiran budaya dan pandangan hidup tradisional Minahasa yang bukan merupakan Mekanistis, akan tetapi sangat menunjang keyakinan Perjuangan dan kebulatan tekad masyarakat Wakan untuk menyelesaikan pembangunan.
Baris 424:
 Oleh beberapa Tokoh masyarakat yang adalah anggota partai politik yang bertujuan untuk membangkitkan Kesadaran Nasionalisme serta mengorbarkan semangat Perjuangan melawan kaum penjajah mencapai Kemerdekaan Bangsa Indonesia berdasarkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
 
 Suatu kekuatan Persatuan yang kokoh para Guru – Guru Zending dengan Organisasinya Perserikatan Pangkal Setia bertujuan setia pada gagasan mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri yang anggaran dasarnya sangat relevan dengan tujuan aksi Perjuangan dan tindakan masyarakat Wakan mendirikan Wale Pinaesaan E Wakan sebagai Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri / Otonom.
 
 Selain kedua kekuatan Organisasi tersebut diatas, ternyata keyakinan akan semangat dan cita – cita Jo’el Walintukan yang sudah ditanamkannya pada orang Tua – Tua di Wakan pada hampir setengah abad yang lalu, sekarang masanya mulai bertumbuh dan berkembang.
Baris 432:
2. Reaksi Pimpinan Indische Kerk.
 
Peristiwa aksi sepihak Jemaat Wakan yang meresmikan rumah Gereja baru “Wale Pinaesaan E Wakan” itu dalam waktu singkat dapat diketahui oleh Pdt. H.G. Thiel Pimpinan Indische Kerk Wilayah Amurang. Secara spontan Pdt. Thiel menyatakan reaksinya dengan memutuskan akan mengadakan Rapat Klasis / Majelis Wilayah di Wakan pada tanggal 22 September 1933 dengan acara tunggal mengambil alih / menguasai gedung Gereja baru di Wakan.
 
Oleh koordinator pelaksana pembangunan Junus Runtuwene bersama para Tokoh masyarakat dan komite yang mendapat informasi dan rencana Pdt. Thiel tersebut, segera pula mempersiapkan diri, mengatur siasat dan menyusun strategi untuk memboikot dan menggagalkan Rapat Klasis dimaksud yang akan dilaksanakan di rumah Gereja baru Wale Pinaesaan E Wakan tanggal 22 September 1933.
Baris 523:
b. Status rumah Gereja baru Wale E Pinaesaan E Wakan ditetapkan menjadi rumah sekolah dan Gereja Berdiri Sendiri milik jemaat dan masyarakat Wakan.
 
c. Sebagai langkah pertama menjaga kemungkinan tekanan dan ancaman hukuman yang akan dilakukan Pemerintah penjajah atas keputusan Jemaat Wakan memisahkan diri dari Indische Kerk, maka semua kepala rumah tangga keluarga Jemaat Wakan dicatat masuk menjadi anggota Perserikatan Pangkal Setia, dengan demikian kebaktian, ibadah – ibadah dirumah Gereja baru ini dapat dianggap pertemuan anggota Perserikatan Pangkal Setia karena dalam satu pasal anggaran dasarnya dikatakan bahwa anggota – anggota Perserikatan Pangkal Setia boleh berkumpul melakukan pertemuan dan melakukan ibadah, menyanyi lagu – lagu rohani, berdoa, membaca Alkitab serta memungut kolekte persembahan seperti ibadah biasa hari – hari minggu.
 
2. Pentahbisan Wale Pinaesaan E Wakan Tanggal 1 Oktober 1933.
Baris 533:
Sejak tanggal 1 Oktober 1933 itu, didepan rumah Gereja baru dipasang papan bertuliskan : “Wale Pinaesaan E Wakan”. Semenjak itu Jemaat Wakan mengadakan kebaktian – kebaktian di rumah Gereja milik sendiri, sekaligus di pakai juga sebagai rumah Sekolah Rakyat ( SR ).
 
Dilihat dari segi Organisatoris Administrative maupun dari segi Hukum, kedudukan Gereja “Wale Pinaesaan E Wakan” itu berdiri sendiri dan dilindungi diatas anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia sebagai Gereja Minahasa Berdiri Sendiri Otonom dan sebagai Gereja Nasional bebas dari kekuasaan dan penindasan Pemerintah kolonial Indische Kerk.
 
Keberanian Jemaat dan masyarakat Wakan menempuh langkah – langkah yang penuh risiko itu dorong oleh dukungan moril oleh dua orang Guru Zending anggota Perserikatan Pangkal Setia di Motoling yaitu J.D. Kesek asal Wakan dan E.F. Paat asal Motoling yang secara serius penuh perhatian membantu usaha berdirinya Gereja “Wale Pinaesaan E Wakan”. Perjuangan mereka itu dimotivasi oleh keyakinan bahwa Jemaat Gereja “Wale Pinaesaan E Wakan” itu pada dasarnya adalah Gereja Tuhan yang lahir dibawah bimbingan dan kekuasaan roh kudus menjadi Gereja Merdeka Berdiri Sendiri, tanpa adanya ketergantungan pada Gereja Negara Indische Kerk tetapi tetap mendasari pengajarannya pada Alkitab sebagai Dasar Iman.
Baris 569:
Peristiwa minggu 22 Oktober 1933 itu sangat meresahkan masyarakat Jemaat Wakan namun apa mau dikata, sejarah berdirinya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan tanggal 1 Oktober 1933 sebagai Gereja yang Merdeka / Independen, berdiri sendiri telah dicanangkan untuk terus maju pantang mundur dan tetap menolak campur tangan kekuasaan Indische Kerk.
 
Sekali ditahbiskan menjadi Gereja Wale Pinaesaan E Wakan, tetap menjadi Gereja milik Jemaat masyarakat Wakan dan menolak campur tangan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Demikianlah tekad dan pendirian Jemaat Wakan mempertahankan Wale Pinaesaan E Wakan.
 
5. Tindakan Penyelamatan Perjuangan Jemaat Wakan.
Baris 601:
Kepada utusan Wakan bersama B.W. Lapian, Y. Yakobus menyatakan sangat menyesal tidak dapat mengurus sendiri urusan yang amat penting di Jemaat Wakan karena dalam keadaan sakit.
 
Namun kemudian beliau selanjutnya menyatakan bahwa untuk melaksanakan segala urusan Gereja di Jemaat Wakan sebagaimana permintaan yang disampaikan utusan Wakan itu akan beliau Wakilkan kepada B.W. Lapian sebagai penanggung jawab. Dan untuk itu berkata : saya tidak sanggup lagi karena sakit, tuan Z. Talumepa sudah menyatakan takut untuk bertindak, jadi “ngana jo Bena” : Bena adalah nama panggilan akrab dari Bernard / B.W. Lapian. B.W. Lapian menyatakan bersedia melaksanakan tugas itu tetapi bukan dalam tugas sebagai Sekretaris melainkan sebagai Ketua Pengurus KGPM. Hal ini disetujui Y. Yakobus lalu menyerahkan surat mandat hak Ketua kepada B.W. Lapian.
 
Kemudian B.W. Lapian menyuruh ketiga utusan segera kembali ke Wakan dengan pesan : Bersiap– siaplah hari minggu tanggal 29 Oktober 1933 yang akan datang, kami akan berada di Wakan. Dengan penuh sukacita pulanglah ketiga utusan ke Wakan menyampaikan pesan dari Hoofd Bestuur KGPM kepada Jemaat di Wakan.
Baris 608:
 
Setelah mendapat surat mandat sebagai Ketua Pengurus KGPM untuk melaksanakan tugas memenuhi permintaan Jemaat Wakan, maka B.W. Lapian mulai bertindak melalui jalur Hukum Pemerintah. Bersama A. Kandow, H Sinaulan dan R.C. Pesik, kemudian B.W. Lapian menemui Asisten Resisten Oberman setingkat Wakil Gubernur di Manado. Mereka menyampaikan maksud dan permintaan Jemaat Wakan yang akan mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri / Otonom di Wakan.
Asisten Resisten Oberman yang adalah Ketua Dewan Minahasa / DPRD mengenal benar Perjuangan dan pribadi B.W. Lapian sebagai anggota Volksraad / Dewan Minahasa, dengan secara bebas bergurau antara lain katanya : oh mengapa mau mendirikan Gereja sendiri? “Apakah kamu tidak senang lagi dengan orang – orang Belanda! Ataukah mau usir kami orang – orang Belanda dari sini?” Namun kemudian secara diplomatis Oberman menyuruh mereka membicarakan hal itu dengan H.V.B. Konterlir Vingerhoeds ( tk. Bupati ). Setelah B.W. Lapian dan kawan – kawan menghadap Konterlir Vingerhoeds dan menyampaikan maksud mereka, terjadilah dialog sebagai berikut:
 
 
Baris 619:
B.W. Lapian : “tuan Konterlir, kami datang bukan untuk minta izin, hanya datang memberitahukan kepada tuan.”
 
Pada akhirnya B.W. Lapian dan kawan – kawan meminta izin meninggalkan kantor Konterlir dengan mengatakan : “Tuan luluskan atau tidak yang penting kami telah datang dan memberitahukan kepada tuan, bahwa kami akan melakukan suatu tugas pekerjaan besar dan mulia.”
 
Mendengar ucapan B.W. Lapian itu, Konterlir terdiam dan tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Situasi yang demikian itu membuat B.W. Lapian sebagai seorang pejuang lebih percaya diri untuk melakukan Perjuangannya bersama Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan Memproklamasikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri / Otonom yang pertama di desa Wakan, Minahasa Sulawesi Utara.
Baris 636:
Hingga pada bulan Oktober 1933 tidak pernah ada terdengar aktifitas dan usaha KGPM mendirikan suatu Gereja Berdiri Sendiri / Otonom. Nanti pada tanggal 25 Oktober 1933 ketiga delegasi Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan pergi menghubungi Hoofd Bestuur KGPM di Manado dan meminta agar pengurus Hoofd Bestuur dapat menerima dan meresmikan Jemaat / Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menjadi Jemaat / Gereja KGPM, barulah pengurus KGPM terbuka mata dan bangkit dari tidurnya untuk segera memanfaatkan momentum yang sangat berharga itu guna bertindak mewujudkan Gereja Minahasa yang Otonom.
 
Tekad baja dan semangat juang B.W. Lapian untuk mewujudkan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri, bukan hanya kata – kata belaka melainkan berbuat, berdoa dan bekerja. Itulah semboyannya. Gedung Gereja Wale Pinaesaan E Wakan sudah ada, Guru Jemaat, ada Dasar Hukum Organisasi dilindungi dengan anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia, Jemaat / masyarakat Wakan keseluruhannya telah siap mental spritual mewujudkan konsep Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri dengan demikian lengkaplah sudah persyaratan dan persiapan untuk memisahkan diri dari kekuasaan dan penindasan Indische Kerk, dengan struktur Pemerintah Gereja yang mirip dengan Kongregasional yang bersumber dari ajaran Perserikatan Pangkal Setia. Adapun pola hidup Gereja sistem Kongregasional itu ialah Pemerintah Gereja berada ditangan Jemaat yang OTONOM NASIONALIS, berdiri sendiri dan mengatur, mengurus serta membiayai rumah tangga sendiri, mandiri, independen.
 
Perserikatan Pangkal Setia dengan Ketuannya A.M. Pangkey diakui sah dengan Beslit Gubernur Jendral di Betawi pada tanggal 12 Juli 1920 nomor 31. Pada tahun 1921 mulai bergerak ke jurusan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri, Zelfstanding, independen.
Baris 650:
b. Ditinjau dari segi yuridis material, sudah memiliki gedung Gereja sendiri, ada Jemaat dan Guru Jemaat, sehingga dapatlah melaksanakan kebaktian – kebaktian Gereja dan mengatur membiayai serta mengurus rumah tangga Gereja sendiri secara mandiri.
 
c. Dari segi Nasional – Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan itu adalah Gereja Minahasa Independen Otonom milik seluruh masyarakat dan Jemaat Wakan bebas dari kekuasaan Indische Kerk, yang pelayanan dan pemberitaan Firman Tuhan tanpa batas wilayah yaitu keseluruh pelosok tanah air Indonesia bukan terbatas hanya di Minahasa. Jelas bukan Gereja suku, melainkan Gereja Nasional dari Sabang sampai Merauke.
 
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka kesempatan untuk bertindak mewujudkan konsep dan cita – cita mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri, tidak disia – siakan oleh B.W. Lapian. Sementara dipihak lain Jemaat Wakan sudah tidak sabar lagi menunggu saatnya akan kedatangan dan kehadiran Ketua Pengurus Besar KGPM di Wakan.
Baris 662:
Dari Pengurus Besar KGPM turut hadir dalam kebaktian itu ada 4 orang jemputan lain dan 5 orang anggota Majelis Gereja Indische Kerk, sehingga jumlah yang hadir menjadi 13 orang. Dari Jemaat / masyarakat Wakan tidak ada yang menghadiri ibadah tersebut.
 
Selesai kebaktian ini, Diaturlah kebaktian Gereja Minahasa Merdeka Otonom bertempat dirumah Yohakim Lapian. Dalam sekejap saja rumah tersebut penuh sesak oleh Jemaat Wakan. Telah hadir pula Pengurus Besar KGPM beserta para undangan sehingga jumlah yang hadir semuanya mencapai 198 orang.
 
Kebaktian di Pimpin oleh H. Sinaulan dari Pengurus Besar KGPM dengan nats pembimbing dari Roma 8:31. Selesai kebaktian, Jemaat mendesak Ketua Hoofd Bestuur B.W. Lapian untuk terus melaksanakan maksud pertemuan mulia itu, yaitu meresmikan / mengesahkan Jemaat dan Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menjadi Jemaat dan Gereja KGPM Berdiri Sendiri / Otonom.
Baris 716:
Sistem Pemerintahan Gereja yang paling Demokratis barang kali sistim Kongregasional itu, karena setiap sidang / Jemaatnya berdiri sendiri / Otonom sehingga Jemaatlah yang mengatur dan menentukan segalanya ( Bottom Up ). Tidak diadakan Sinode ( Pimpinan Gereja, presbyter dengan hak memerintah karena Jemaatlah yang mengatur, membiayai dan mengembangkan Gerejanya ).
 
Gereja Wale Pinaesaan E Wakan sebagai anak sulung KGPM sudah barang tentu mengikuti dan menganut struktur Gereja Kongregasional dengan rumus dan ciri – cirinya sebagai mana yang dikutip dari sejarah KGPM yang telah diresmikan tahun 1984 di Kawangkoan, antara lain disepakati sebagai berikut:
 
Gereja bentuk Kongregasional yang pertama di dunia didirikan oleh Robert Brown di Northwich Inggris tahun 1580 dan di Middelburg Belanda 1582 – 1584.
Baris 769:
2. Badan pengurus sidang / Badan Organisasi, yaitu Badan Pembantu Majelis Gereja, khusus mengurus soal organisasi yang bukan tugas Penatua dan Samas, mereka bertugas dibawah pengaturan sidang berpatokan di Injil tentang muda – muda sidang, suatu Badan Pembantu dalam sidang. Badan Pengurus sidang bukanlah Badan Pimpinan Sidang diatas Majelis Sidang.
 
3. Ajaran Gereja Reformasi KGPM.
 
Azas Pengajaran dan Sakramen.
Baris 814:
3. Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menampakkan dirinya sebagai Gereja Nasional Merdeka yang oleh kekuasaan dan kekuatan Roh Kudus melaksanakan tugas panggilan Gereja memberitakan Injil menampakkan persekutuan dan panggilan kasih.
 
4. Motivasi berdirinya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan, adalah benar – benar bersifat Gerejawi yang kemudian menandai Pendorong Pemicu Proklamasi KGPM ( Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ) tanggal 29 Oktober 1933 di Wakan yang hendak melaksanakan tugas pelayanan Gereja menurut kehendak Tuhan, tidak didikte atau diperintah dan dikuasai oleh Pemerintah duniawi agar Jemaatnya dapat melaksanakan ibadah secara bebas menurut kepercayaan, keyakinan yang telah digariskan Gerejanya.
 
5. Hari minggu tanggal 1 Oktober 1933 adalah tonggak sejarah berdirinya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan dengan garis tugas panggilan pokok ialah : bersekutu, bersaksi, di seluruh tanah air dan Bangsa Indonesia bukan hanya terbatas di Minahasa.
Baris 838:
Pertama : Semenjak generasi pelaku, pendiri Gereja di Wakan tahun 1926 hingga menjelang akhir tahun 2000, belum pernah ada tersusun suatu tulisan sejarah Gereja di desa Wakan secara lengkap tentang lahirnya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan yang merupakan Gereja Reformasi di Wakan, Minahasa Sulawesi Utara pada tanggal 1 Oktober 1933 bahkan menjadi anak sulung / Jemaat sulung Gereja KGPM ( Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ) yang Diproklamadikan di Wakan pada tanggal 29 Oktober 1933.
 
Kedua : Pada tahun 1969 terjadi perpecahan Pucuk Pimpinan Gereja KGPM, yaitu selain keberadaan P.P. KGPM 29 Oktober 1933 di Kawangkoan dengan Ketua Umum B.W. Lapian, maka pada bulan Oktober 1969 muncul Pucuk Pimpinan tandingan yang didirikan oleh Ny. S.K. Pandean, dkk di Manado, dikenal dengan “Perkumpulan Gereja” ( Kerk Genootschap ) KGPM 21 April 1933. Hal ini telah mengakibatkan persatuan Jemaat Wakan menjadi goyah dimana sebagian dari Jemaat dan generasi muda berangsur – angsur kehilangan percaya diri, kehilangan dasar berpijak bahkan seolah – olah berada dipersimpangan jalan kemudian kehilangan motivasi untuk memiliki dan mempelajari sejarah Wale Pinaesaan E Wakan secara utuh dan tanggung jawab.
 
Perpecahan KGPM ini berlangsung selam 13 tahun ( 1969 sampai 1982 ) dan hanya oleh kehendak Tuhan dan Roh Kudus bersatu kembali pada siding raya KGPM di Molompar tahun 1982 menjadi KGPM 29 Oktober 1933 yang asli / Kongregasional.