Sunan Gunung Jati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 30:
'''Sunan Gunung Jati''' atau '''Syarif Hidayatullah (Arabic: شريف هداية الله‎‎ ''Sharīf Hidāyah Allāh'''''<ref>{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA72#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|last=Muljana|first=Slamet|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163|pages=72}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>) adalah salah seorang dari [[Walisongo]], ia dilahirkan Tahun [[1448]] [[Masehi]] dari pasangan [[Syarif Abdullah Umdatuddin|Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam]] (seorang [[Kerajaan Champa|Raja Champa]] yang berkuasa dari tahun 1471 - 1478<ref>{{Cite web|url=http://www.royalark.net/Malaysia/kelant2.htm|title=KELANT2|website=www.royalark.net|access-date=2017-04-29}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://id.rodovid.org/wk/Orang:26652|title=4.1.1. Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah (Muhammad Nuruddin/Sri Mangana) b. 1448 d. 1568 - Rodovid ID|website=id.rodovid.org|language=id|access-date=2017-03-24}}</ref>) dan Nyai Rara Santang, Putri [[Prabu Siliwangi|Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi]] dari [[Kerajaan Sunda|Kerajaan Padjajaran]] (yang setelah masuk [[Islam]] berganti nama menjadi '''Syarifah Mudaim''').<ref name=":0">{{citeweb|url=https://ia800408.us.archive.org/28/items/TUNSyamsuAzhZhahirah/TUN_Syamsu%20azh-Zhahirah.pdf|title=''Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait oleh Sayyid Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur''|date=2016-05-23|accessdate=2017-04-21|website=|publisher=https://archive.org/|last=|first=}}</ref>
 
Syarif Hidayatullah sampai di [[Cirebon]] pada tahun [[1470]] [[Masehi]], yang kemudian dengan dukungan [[Kesultanan Demak]] dan Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana ([[Kesultanan Cirebon|Raja Cirebon]] pertama sekaligus ''uwak'' Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), ia dinobatkan menjadi [[Kesultanan Cirebon|Raja Cirebon]] ke-2 pada tahun [[1479]] dengan gelar Maulana Jati.<ref>{{Cite news|url=http://www.biografiku.com/2010/04/biografi-sunan-gunung-jati.html|title=Biografi Sunan Gunung Jati|last=Wink|newspaper=BiografiKu.com {{!}} Biografi dan Profil Tokoh Terkenal Di Dunia|access-date=2017-03-24}}</ref>
 
Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]] di daerah [[Tangerang Selatan]], [[Banten]].<ref>{{Cite web|url=http://www.uinjkt.ac.id/tentang-uin/|title=Sejarah {{!}} UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website|last=Jakarta|first=Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah|website=www.uinjkt.ac.id|language=id-ID|access-date=2017-03-24}}</ref> Sedangkan nama Gunung Jati diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam negeri]] di [[Bandung]], [[UIN Sunan Gunung Djati|Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati]].<ref>{{Cite web|url=http://www.uinsgd.ac.id/front/arsip/page/kampus/profil-sejarah-uin|title=WELCOME TO UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG - PROFIL SEJARAH UIN|last=Sulthonie|first=Ahmad Agus|website=www.uinsgd.ac.id|language=en|access-date=2017-04-29}}</ref>
Baris 65:
== Riwayat hidup ==
=== Proses belajar ===
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya, [[Jamaluddin Akbar al-Husaini]], sehingga ketika telah selesai menimba ilmu di pesantren [[Datuk Kahfi|Syekh Datuk Kahfi]] ia meneruskan pembelajaran agamanya ke Timur Tengah.
 
Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun [[Kota Cirebon]] dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah ''Uwak''nya wafat.
Baris 91:
 
Setelah [[Pakuan Pajajaran]] yang merupakan ibukota [[Kerajaan Sunda Galuh]] jatuh kepada Syarif Hidayatullah pada tahun [[1568]] (hanya satu tahun sebelum ia wafat pada tahun [[1569]] dalam usia yang hampir 120 tahun), kemudian terjadi perundingan terakhir antara Syarif Hidayatullah dengan para pegawai istana, Syarif Hidayatullah kemudian memberikan 2 opsi:
# Bagi para pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya, seperti gelar Pangeran-Putri atau Panglima akan tetap disandangnya, dan kemudian mereka dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing.
# Bagi para pembesar Istana Pakuan yang tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota [[Pakuan Pajajaran]] untuk diberikan tempat di pedalaman Banten (wilayah [[Kanekes, Leuwidamar, Lebak|Cibeo]] sekarang).
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi pertama. Sedang Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat Pakuan memilih opsi kedua. Diyakini mereka inilah cikal bakal penduduk [[Urang Kanekes|Baduy Dalam]] sekarang yang terus menjaga anggota pemukiman yang hanya sebanyak 40 keluarga (karena keturunan dari 40 pengawal istana Pakuan). Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman [[Baduy Luar]].