Sejarah ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 66:
Pada tanggal 17 agustus 1945, [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] atas nama bangsa Indonesia menyatakan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]]. Di tengah-tengah kekacauan, Indonesia diterbitkan pertama mereka [[rupiah]] uang kertas pada tahun 1945. Antara tahun 1945 dan 1949, Indonesia telah terlibat dalam [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|Revolusi Nasional]]. Kondisi ekonomi jatuh ke dalam kekacauan, terutama di Jawa dan Sumatera, sebagai orang-orang yang berjuang untuk bertahan hidup perang.
==== Pasca Kemerdekaan (1945-1950) ====
===== Inflasi yang sangat tinggi =====
Peredaran mata uang yang berbeda-beda secara liar mengakibatkan munculnya ketidakstabilan kegiatan ekonomi di indonesia, dimana pada saat itu terdapat 3 mata uang yang berbeda yaitu, mata uang [[De Javasche Bank]], mata uang pemerintah [[Hindia Belanda]], dan mata uang pendudukan [[Jepang]]. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 miliar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan mencapai 1,6 miliar. Hal ini mengakibatkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali dan hal ini mengakibatkan sebagian besar kalangan masyarakat kalangan bawah seperti masyarakat umum dan petani kesulitan untuk memakai uangnya untuk ditukarkan menjadi bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari karena harganya yang tidak terjangkau. Oleh karena itu, untuk sementara waktu Pemerintah RI menetapkan secara resmi tiga mata uang berlaku di wilayah RI. Meski kebijakan ''tri-currency'' diberlakukan, hal tersebut tidak berdampak secara signifikan pada laju inflasi yang terjadi di Indonesia, karena pada saat itu Indonesia masih berjuang lagi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah diketahui bahwa sekutu kembali ke Indonesia dibawah pimpinan Panglima AFNEI untuk mengembalikan Indonesia dari penjajahan Jepang kepada Belanda.
Kedatangan armada pasukan AFNEI diberbagai penjuru pulau Indonesia dimanfaatkan oleh sekutu dengan menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai instansi keuangan seperti kantor kas perbankan. Penguasaan bank-bank oleh Sekutu bertujuan agar mampu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 miliar untuk keperluan operasi mereka. Panglima AFNEI, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford pada tanggal [[6 Maret]] [[1946]] mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu yang bertujuan untuk mengganti mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memprotes kebijakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru. Pemerintah RI langsung merespon langkah sekutu dengan mencetak dan mengedarkan mata uang baru yaitu [[Oeang Republik Indonesia]] (ORI) sebagai pengganti uang Jepang untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi Indonesia yang dilaksanakan oleh [[Bank Negara Indonesia]] yang didirikan pada tanggal [[1 November]] [[1946]] yang dipimpin oleh [[Margono Djojohadikusumo]].
===== Blokade Transportasi Laut oleh Belanda =====
Perebutan Belanda untuk mengambil kembali
* Kurangnya persenjataan yang masuk ke Indonesia
* Minimnya pendapatan akibat pelarangan ekspor hasil-hasil bumi Indonesia
Baris 79:
* Anggaran Negara menjadi tidak bermanfaat untuk membiayai perlawanan melawan Belanda
===== Perjuangan Mempertahankan Ekonomi Indonesia =====
Terdapat langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari segi ekonomi, seperti:
* Digalakkannya Program Pinjaman Nasional yang dipimpin oleh [[Menteri Keuangan Indonesia]], Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan [[Juli]] [[1946]] untuk digunakan sebagai pengisi Anggaran Negara untuk dijadikan modal Pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana serta modal mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan nasional.
Baris 91:
# Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari [[Jawa]] ke [[Sumatera]] dalam jangka waktu 1-15 tahun.
===== Gunting Syafruddin =====
[[Gunting Syafruddin]] merupakan kebijakan yang digagas oleh Menteri Keuangan [[Syafruddin Prawiranegara]] untuk mengurangi defisit anggaran yang mencapai Rp 5,1 Miliar. Kebijakan yang disahkan pada tanggal [[20 Maret]] [[1950]] SK Menteri Keuangan Nomor 1 tanggal [[19 Maret]] [[1950]] ini bertujuan untuk memotong nilai uang yang Rp. 2,50 ke atas menjadi tinggal setengahnya. Hal ini memberikan keuntungan pada Pemerintah Indonesia dengan berkurangnya jumlah peredaran uang dan hal ini menjadi alasan Pemerintah Belanda meminjamkan dana sebesar Rp 200 Juta, sekaligus meningkatkan kredibilitas anggaran negara.
===== Sistem Ekonomi Gerakan Benteng =====
[[Sistem Ekonomi Gerakan Benteng]] merupakan program pemerintah Republik Indonesia untuk mendorong transisi ekonomi Indonesia dari berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Program yang digagas oleh [[Sumitro Djojohadikusumo]] yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Perdagangan Indonesia bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan. Program ini mengakomodasi kegiatan seperti:
* Menumbuhkan dan mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan masyarakat bangsa Indonesia untuk tidak bergantung kepada instansi pemerintahan atau menggantungkan ekonomi pada pendapatan dari pekerjaan belaka.
Baris 109:
Program yang diharapkan mampu menjadi stimulus ekonomi Indonesia, malah menjadi penyebab sumber defisit anggaran 1952 yang mencapai Rp 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun 1951 sebesar 1,7 miliar rupiah.
==== Demokrasi Parlementer (1951-1959) ====
===== Nasionalisasi De Javasche Bank =====
Nasionalisasi [[De Javasche Bank]] oleh Pemerintah Indonesia yang terjadi pada akhir tahun [[1951]], merupakan bentuk perlawanan ekonomi Indonesia untuk kembali merebut kedaulatan ekonomi nasional. Nasionalisasi diambil oleh pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai diskusi yang menghasilkan kesimpulan bahwa, peraturan mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda sangat menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter untuk menunjang kegiatan pembangunan di Indonesia. Nasionalisasi ini bertujuan untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor serta melakukan penghematan secara drastis. De Javasche Bank yang dinasionalisasi berubah nama menjadi [[Bank Indonesia]] pada tanggal [[15 Desember]] 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951 yang bertindak sebagai bank sentral dan bank sirkulasi dimana fungsi ini dulunya dipegang oleh Bank Nasional Indonesia.
===== Sistem Ekonomi Ali-Baba =====
Sistem ekonomi Ali-Baba merupakan program pemberdayaan pengusaha Indonesia antara pengusaha pribumi dan non-pribumi untuk mengembangkan minat kewirausahaan pengusaha pribumi dan meningkatkan kerjasama dengan pengusaha non-pribumi. Program yang diprakarsai oleh Menteri Koordinator Ekonomi,
Keuangan, Industri dan Perdagangan Indonesia, [[Iskaq Tjokrohadisurjo]] pada masa Kabinet Ali I. Tujuan dari program ini adalah:
Baris 125:
* Wirausahawan pribumi sulit beradaptasi pada dunia usaha yang cepat berubah karena sifatnya yang tidak mau repot beradaptasi dalam dunia usaha.
=====
Pada masa Kabinet [[Burhanuddin Harahap]], Menteri Luar Negeri Indonesia [[Ida Anak Agung Gde Agung]] menjadi ketua delegasi Indonesia yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia menuju [[Jenewa]], [[Swiss]] untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Pada tanggal [[7 Januari]] [[1956]] dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
* Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Baris 133:
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal [[13 Februari]] [[1956]] Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
===== Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) =====
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Baris 143:
* Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
===== Musyawarah Nasional Pembangunan =====
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
* Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
|