Tarombo Batak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tarombo Dari Silalahi Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1:
{{copy edit|date
{{refimprove}}
'''Tarombo Batak''' adalah silsilah garis keturunan secara patrilineal dalam [[suku Batak]]. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar mengetahui letak hubungan kekerabatan
Tarombo si Raja Batak (silsilah garis keturunan suku bangsa Batak) dimulai dari seorang individu bernama ''Raja Batak''.
Si Raja Batak berdiam di lereng [[Pusuk Buhit]],
Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu:
Baris 55 ⟶ 56:
# Sorba di Jolma Mangalap Br Nairasaon
# Tuan Sorbadibanua,Mangalap Br Sanggul Haomason
Naiambaton, kurang pas,
Demikian halnya atas dua nama yang diberi koment di atas. Nai Ambaton ("panggoaran"), nama kecil ialah si Boru Anting-anting Sabungan/Boru Paromas (puteri Guru Tatea Bulan, "mar pariban"/"sisters" dengan si Boru Pareme). Si Boru Paromas adalah istri pertama dari Tuan Sorimangaraja (anak dari Raja Isumbaon). Anak yg dilahirkan si Boru Paromas/Nai Ambaton, satu, bernama Ompu Tuan Nabolon; namun ada juga penulis yang menyebut namanya Ompu Sorbadijulu. Anak-anak O Tuan Nabolon inilah si Bolontua ([[Simbolon]] - seluruhnya), Tambatua - melahirkan banyak marga-marga, Saragitua - melahirkan banyak marga-marga, dan Muntetua - yang juga melahirkan banyak marga-marga. Jumlah marga yang termasuk dalam PARNA ada 48 marga.
Baris 88 ⟶ 89:
Disamping versi tersebut, ada versi lain yang mengatakan namun tidaklah berbeda jauh dari kisah di atas. Dikisahkan tidak sampai terjadi kejadian namarultop i, sebelum kejadian marultop, Pinta Haomasan sudah lebih dahulu memberitahukan Tamba Tua apa yang telah dilakukan Tuan Sorba Dijulu ayahanda mereka, dengan rasa kekecewaan dan sedih akhirnya Tamba Tua dan adik-adiknya sepakat untuk pergi dari tanah Pangururan. Lalu di versi yang lain dikatakan setelah kejadian marultop, muncul lah perasaan dendam Si Bolon Tua terhadap Tamba Tua di mana dia telah membuat masalah akan siakkangan, padahal saat marultop telah terbukti Tamba Tualah yang berdarah kena ultop Si Bolon Tua, dan Si Bolon Tua berencana membunuh Tamba Tua, namun rencana Si Bolon Tua diketahui Pinta Haomasan, dan dengan segera Pinta Haomasan memberitahukannya pada Tamba Tua, akhirnya Tamba Tua sepakat pergi meninggalkan tanah Pangururan bersama adik-adiknya.
Perlu untuk kita ketahui kembali, Pinta Haomasan menikah dengan Raja Silahi Sabungan?????(VERSI SILALAHI RAJA), dan Tamba Tualah yang menikahkan Pinta Haomasan dengan Raja Silahi Sabungan disaksikan Saragi Tua, Munthe Tua, dan Nahampun Tua. Saat itu Si Bolon Tua terlalu sibuk dengan urusannya bersama Tuan Sorba Dijulu marmahan, berburu, mengadu kesaktian sehingga Tamba Tualah yang mangamai Pinta Haomasan saat itu, di mana posisi Tamba Tua sudah menikah dengan boru Malau Pase. Namun hari-hari kegiatan Pinta Haomasan banyak dihabiskan bersama
Akhirnya Tamba Tua dan adik-adiknya menemukan tanah baru yang cocok untuk ditempati bersama semua keturunannya dan keturunan adik-adiknya, diberilah nama huta itu huta Tamba. Disinilah dimulai parserahan marga-marga mayoritas PARNA. Setelah menempati kampung yang baru dan membangun kampung tersebut, Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua, dan Nahampun Tua sepakat untuk menghambat Si Bolon Tua. Tamba Tua di huta Tamba-Samosir, Saragi Tua pergi ke Simalungun, Munthe Tua ke tanah Karo, dan Nahampun Tua ke Dairi. Namun belum diketahui apakah turut serta membawa keturunannya, namun berdasarkan tano parserahan marga-marga PARNA keturunan Saragi Tua, Munthe Tua, Nahampun Tua, keturunannya ada yang ikut dan ada yang tidak ikut. Saragi Tua memiliki 2 anak, Ompu Tuan Binur dan Raja Saragi, Saragi Tua membawa Raja Saragi ke tanah Simalungun sedangkan Ompu Tuan Binur tinggal di huta Tamba. Setelah tiba di tanah Simalungun, Raja Saragi menikah di tanah Simalungun dan memiliki keturunan, lama di tanah Simalungun Saragi Tua memutuskan kembali ke kampungnya di huta Tamba, namun Raja Saragi tidak ingin lagi kembali ke huta Tamba, tetapi salah satu keturunan Raja Saragi ikut bersama opungnya Saragi Tua kembali ke huta Tamba. Keturunan Raja Saragi yang tinggal di tanah Simalungun ini diketahui adalah cikal bakal marga Sumbayak, dan yang kembali ke huta Tamba adalah cikal bakal marga Sidabukke yang kemudian merantau ke Simanindo yang saat ini mayoritas bukanlah bagian dari punguan Parna lagi karena kejadian di mana cucu dari Raja Saragi yang bernama Raja Sinalin yang dari huta Tamba merantau ke Simanindo Sibatu-batu menikahi itonya sendiri boru Napitu. Dan hingga saat ini sudah banyak Sidabukke menikahi boru Parna, dan marga Parna sendiri menikahi boru Sidabukke, hanya minoritas yang mengatakan masih Parna. Mengapa begitu…?? Ini ada kisahnya sendiri mengapa sampai masih ada minoritas Sidabukke yang mengatakan Parna, akan dibahas di lain kesempatan. Ketika Saragi Tua kembali ke huta Tamba, keturunannya sudah merantau dari huta Tamba, dan menemukan tanah baru yang kelak dinamakan Huta Simarmata.
Baris 142 ⟶ 143:
Marga-marga keturunan Sipaettua, antara lain: [[Hutahaean]], Hutajulu, [[Aruan]], [[Sibarani]], Sibuea, Pangaribuan, dan Hutapea
=== Silahisabungan
▲'''Istri Kedua, Pinggan matio boru Padang batanghari''', anaknya:
# Satu Boru Deang Namora
▲# Loho Raja (Sihaloho)
▲# Tungkir Raja (Situngkir)
▲# Sondi Raja (Rumasondi)
▲# Butar Raja (Sidabutar)
▲# Debang Raja (Sidebang)
▲# Batu Raja (Pintubatu.
'''Istri
1. Siraja Tambun
Selain marga pokok di atas masih ada lagi marga marga cabang keturunan Silahisabungan, yakni Sipangkar, Sembiring, Sipayung, Silalahi, Dolok Saribu, Sinurat, Nadapdap, Naiborhu, Maha, Sigiro, dan Daulay.
Baris 172 ⟶ 175:
# Sinambela yang merupakan cikal-bakal marga Sinambela.
# Sihite yang merupakan cikal-bakl marga Sihite.
#
=== Raja Hutalima ===
Baris 185 ⟶ 188:
=== Raja Sobu ===
Marga-marga keturunan Raja Sobu, antara lain: Sitompul dan si Raja Hasibuan. Dari si Raja Hasibuan berkembang lagi, yang tetap tinggal di Toba tetap Hasibuan, sedang "pomparan" Ompu Guru Mangaloksa yang merintis hidupnya ke wilayah Silindung, anak-anaknya berkembang menjadi si Raja Nabarat (Hutabarat), si Raja Panggabean (cabangnya,Simorangkir), si Raja Hutagalung dan si Raja Hutatoruan. Si Raja Hutatoruan dua anaknya, itulah Hutapea (Silindung/Tarutung, beda dari Hutapea - Toba/Laguboti), dan Lumbantobing (biasa disingkat L. Tobing=Lumbantobing). Marga-marga tsb (di luar marga Hasibuan), secara "specific" pomparan Guru Mangaloksa dinamai "Pomparan ni si Opat Pu(i)soran". Mana ejaan yang benar dalam bahasa Batak, antara Pusoran atau Pisoran, entahlah. Marga-marga tersebut di atas masih tetap alias belum bercabang hingga sekarang. Kecuali pencabangan untuk tujuan penyebutan internal, semisal Hutabarat. Ada Hutabarat Sosunggulon, Hutabarat Hapoltahan, Hutabarat Pohan. Dari tataran ini barulah dibagi lagi menjadi "mar-ompu-ompu". Sebagai catatan, khusus dari pomparan Guru Mangaloksa, setiap anggota marga-marga tersebut mengingat nomornya masing-masing, termasuk Boru. Semisal di Hutabarat, berkenalan seorang Hutabarat dengan seorang lain Hutabarat. Tidak lagi ditanya, Hutabarat Sosunggulon? atau Hapoltahan? atau Pohan? dst. Tetapi langsung ditanya, "nomor berapa"?, termasuk Boru. Sehingga masing-masing tahu "standing position", memanggil abang/adik, bapatua/bapauda, dst, termasuk "tutur" untuk Boru. Hal seperti ini perlu dicontoh karena dapat memotivasi orang lain mencari asal usul ("identitas") "ha-batahonna", tentu setelah indentitas keyakinan dan kepercayaan masing-masing individu.
===
===== Teks judul =====
===
|