Karna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Dzaky pasha (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Naval Scene
Riddlemarwan07 (bicara | kontrib)
k Typo
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 23:
== Kelahiran ==
[[Berkas:Kunti - Sun God.jpg|left|thumb|Sebuah lukisan dalam kitab ''[[Bhagawatapurana|Srimad Bhagawatam]]'' dari yayasan [[ISCKON]], menggambarkan adegan saat [[Kunti]] memanggil [[Dewa]] [[Surya]]. Atas pemanggilan tersebut, Kunti memperoleh putra yang kemudian dibuangnya ke sungai. Putra tersebut adalah Radheya, alias Karna.]]
''[[Mahabharata]]'' bagian pertama atau ''[[Adiparwa]]'' mengisahkan seorang putri bernama [[Kunti]] yang pada suatu hari ditugasi menjamu seorang pendeta tamu ayahnya, yaitu [[Resi]] [[Durwasa]]. Atas jamuan itu, Durwasa merasa senang dan menganugerahi Kunti sebuah ilmu kesaktian bernama ''Adityahredaya'', semacam mantra untuk memanggil [[dewa]]. Pada suatu hari, Kunti mencoba mantra tersebut setelah melakukan puja di pagi hari. Ia mencoba berkonsentrasi kepada [[Dewa Surya]], dan sebagai akibatnyakibatnya, dewasang penguasadewa matahari tersebut muncul untuk memberinya seorang putra, sebagaimana fungsi mantra yang diucapkan Kunti. Kunti menolak karena ia sebenarnya hanya ingin mencoba keampuhan ''Adityahredaya''. Surya menyatakan dengan tegas bahwa ''Adityahredaya'' bukanlah mainan. Sebagai konsekuensinya, Kunti pun mengandung. Namun, Surya juga membantunya segera melahirkan bayi tersebut. Surya kembali ke [[kahyangan]] setelah memulihkan kembali keperawanan Kunti.
 
Dalam [[bahasa Sanskerta]] kata ''karṇa'' bermakna "telinga". Hal ini mengakibatkan muncul mitos bahwa Karna lahir melalui telinga Kunti. Namun, Karna juga dapat bermakna "mahir" atau "terampil". Kiranya nama Karna ini baru dipakai setelah Basusena atau Radheya dewasa dan menguasai ilmu memanah dengan sempurna.
Baris 30:
Demi menjaga nama baik negaranya, [[Kunti]] yang melahirkan sebelum menikah terpaksa membuang "putra Surya" yang ia beri nama Karna di sungai Aswa dalam sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh [[Adirata]] yang bekerja sebagai [[kusir]] [[kereta]] di [[Kerajaan Kuru]]. Adirata dengan gembira menjadikan bayi tersebut sebagai anaknya. Karena sejak lahir sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Surya, maka bayi itu pun diberi nama ''Basusena''. Tak lama setelah itu, Kunti disunting [[Pandu]] dari [[Hastinapura]] dan berputra tiga orang: [[Yudistira]], [[Bimasena]] (Bima), dan [[Arjuna]]. Bersama dua putra kembar [[Madri]] (istri kedua Pandu), mereka dikenal sebagai Lima Pandawa.
 
Basusena diasuh dan dibesarkan dalam keluarga kusir, sehingga ia dikenal dengan julukan ''Sutaputra'' (anak kusir). Namun, julukan lainnya yang lebih terkenal adalah ''Radheya'', yang bermakna "anak [[Radha (Mahabharata)|Radha]]" (istri Adirata). Meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir, Radheya justru berkeinginan menjadi seorang perwira kerajaan. Adirata pun mendaftarkannya ke dalam perguruan [[Resi]] [[Drona]] yang saat itu sedang mendidik para [[Pandawa]] dan [[Korawa]], pangeran dari kalangan [[Dinasti Kuru]]. [[Drona]] menolak Radheya karena ia hanya sudi mengajar kaum [[kesatria]] saja. Akhirnya Radheya memutuskan untuk mencari guru lain. Ia menyamar menjadi seorang [[brahmana]] agar mendapatkan pendidikan dari [[Parasurama]], seorang brahmana-kesatria yang hanya mau menerima murid dari golongan brahmana. Parasurama adalah guru dari [[Bisma]]—sesepuh Dinasti Kuru—dan [[Drona]],<ref>[http://www.karna.org/body_story_behind_karna.html Website dedicated to the story of Karna]</ref> sehingga Karna mendapatkan guru yang lebih baik dari Drona.
 
[[Parasurama]] memiliki pengalaman yang buruk dengan kaum [[kesatria]], sehingga Karna harus menyamar sebagai [[brahmana]] muda agar bisa menjadi muridnya. Pada suatu hari, Parasurama tidur di atas pangkuan Karna. Tiba-tiba muncul seekor [[serangga]] menggigit paha Karna. Agar Parasurama tidak terbangun, Karna membiarkan pahanya terluka sementara dirinya tidak bergerak sedikit pun. Ketika Parasurama bangun dari tidurnya, ia terkejut melihat Karna telah berlumuran darah. Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa muridnya itu bukan dari golongan brahmana, melainkan seorang kesatria asli. Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan antara hidup dan mati melawan seorang musuh terhebat, Karna akan lupa terhadap semua ilmu yang telah ia ajarkan.