Mendong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-angiosperms, +angiospermae
Jihankz (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
'''Mendong'''<ref>KBBI Daring: [http://kbbi.web.id/mendong ''mendong'']</ref> ('''''Fimbristylis umbellaris''''') atau disebut juga '''[[purun tikus]]''' adalah salah satu jenis [[rumput]] yang hidup di [[rawa]], termasuk anggota [[familia|suku]] [[Cyperaceae]]. [[Tumbuhan]] ini menghasilkan bahan anyaman, sehingga ia dibudidayakan di beberapa daerah. Nama-nama lokalnya, di antaranya, ''sié'' ([[Simeulue|Teupah]]); ''lai, mansiang mancik'' ([[Sumbar]]); ''baih-baih, mansiro baih, m. ibuh, m. lai, m. pandan'' ([[bahasa Minangkabau|Mink.]]); ''purun tikus'' ([[bahasa Lampung|Lamp.]], [[bahasa Banjar|Banj.]]); ''méndong'' ([[bahasa Jawa|Jw.]]); ''daun tikar'' ([[dialek Manado|Man.]]); ''nanaiang'' ([[Sangihe]]); ''kamun, bérot, wérot, tèhèk'' (aneka dialek lokal di [[Sulut]]); ''tiohu'' ([[Gorontalo|Goront.]]); ''tikogu'' ([[Buol]]); ''tiu'' (Barèe); ''tuyu'' ([[Palu]])<ref name=heyne>{{aut|[[Karel Heyne|Heyne, K.]]}} 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'' '''I''': 355-7. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa [[Belanda]] [http://archive.org/stream/denuttigeplanten1922heyn#page/296/mode/2up -1922- '''I''': 296-8])</ref>.
 
== Pengenalan ==
[[Terna]] menahun, dengan rimpang kecil, tinggi 20-120 [[sentimeter|cm]]. [[Batang]] berambut panjang rapat, kaku, menyudut tumpul atau hampir bulat torak, kurang lebih memipih di bawah perbungaan, halus, berbelang, garis tengah 1-5 [[milimeter|mm]]. [[Daun|Daun-daun]] acap tereduksi hingga tak memiliki helaian, serupa tabung, terpangkas miring ujungnya, berupa seludang bertepi kecokelatan; daun pada batang yang fertil atau tumbuhan muda memipih dan beralur-alur selebar 1,5 mm. [[Perbungaan]] di pucuk, tunggal atau majemuk, dengan 1-40 [[spikelet]], yang terbesar serupa payung, 3-10 cm panjangnya. [[Buah]] bulir memipih, menyegitiga, atau cembung di dua sisinya, berbintil halus, 0,8-1 × 0,6-0,8 mm.<ref name=kos>{{aut|[[Kostermans|Kostermans, A.J.G.H.]], S. Wirjahardja, and R. J. Dekker}}. 1987. "The weeds: description, ecology and control": 238-9, <u>in</u> [[Mohamad Soerjani|M. Soerjani]], A.J.G.H. Kostermans, and [[Gembong Tjitrosoepomo|G. Tjitrosoepomo]], (eds.). ''Weeds of Rice in Indonesia''. Jakarta :Balai Pustaka.</ref>
 
== Agihan dan ekologiEkologi ==
Mendong menyebar luas mulai dari [[India]], [[Cina]], Kawasan [[Malesia]] (terpencar-pencar), hingga [[Mikronesia]] dan [[Polinesia]]. Di [[Indonesia]] didapati di semua wilayah.<ref name=kos/>
 
Ia tumbuh di daerah bencah yang terbuka, [[paya-paya]], [[rawa]], lapangan rumput; biasanya di elevasi bawah, jarang hingga ketinggian 1.000 m dpl. Juga di [[sawah|sawah-sawah]] beririgasi, tadah hujan, sawah ''lebak'', dan persawahan pasang-surut. Di sini rumput ini berpotensi menjadi [[gulma]], meskipun tergolong minor.<ref name=kos/> Mendong tumbuh baik pada daerah dengan temperatur berkisar 25-27 derajat dan paparan cahaya yang cukup. Mendong umumnya tumbuh liar di daerah basah misalnya di sawah dengan kisaran pH tanah 4,5-8 pada daerah dataran rendah (<1000 mdpl)<ref>Dasuki, U. (2016, April 28). ''Fimbristylis umbellaris (PROSEA)''. Retrieved from Plant Use: <nowiki>https://uses.plantnet-project.org/en/Fimbristylis_umbellaris_(PROSEA)</nowiki></ref>
 
Berdasarkan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, mendong memiliki syarat pertumbuhan pada lahan seperti berikut:
 
== Budidaya di Indonesia ==
Untuk di Indonesia sendiri, Tasikmalaya dikenal sebagai salah satu penghasil mendong terbesar yang menyuplai hingga 50% kebutuhan mendong untuk wilayah Jawa Barat. Tasikmalaya merupakan sentra kerajinan tangan yang salah satunya berbahan baku mendong. Kerajinan tangan dari mendong memiliki potensi besar untuk pasar ekspor. Namun, semakin sulitnya bahan baku mendong, membuat beberapa pengrajin mendong memilih untuk gulung tikar. Selain itu, kemajuan zaman membuat kerajinan ini semakin tergusur karena dinilai kurang tahan lama dan desain yang kurang modern. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, luas lahan dan produksi mendong di Jawa Barat mengalami penurunan sejak tahun 2013 hingga 2017 dan diprediksi akan terus menurun pada tahun-tahun berikutnya.<ref>{{Cite web|url=http://disbun.jabarprov.go.id/page/view/70-id-mendong|title=Mendong|last=Media|first=4 Vision|website=Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat|access-date=2019-04-25}}</ref> Budidaya mendong sendiri tidak mengalami kemajuan dan belum banyak penelitian dilakukan terhadap tanaman ini. Mendong secara umum mudah untuk dibudidayakan dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Jarak tanam yang baik dilakukan yaitu 60-80 cm antar rumpun dengan 5-8 bibit per rumpun. Pemeliharaan cukup dengan pemberian pupuk kandang sewaktu menanam dan pupuk ZA setelah panen.
 
== Manfaat ==
Baris 35 ⟶ 39:
 
Mendong ditanam seperti menanam padi di sawah, namun dijaga agar sawahnya selalu berair. Rumpun mendong disabit setelah 6-9 bulan. Setelah diseleksi, batang-batang mendong itu dijemur, kadang-kadang digosok dan dipipihkan lebih dulu. Mendong yang berkualitas baik, setelah kering membentuk lembar-lembar selebar lk. 4 mm, pipih, lembut, dan terasa agak kenyal.<ref name=heyne/> Lembar-lembar ini kemudian dianyam untuk membuat [[tikar]] dan aneka anyaman lain. Kini bahan anyaman mendong itu lebih lanjut diolah untuk dijadikan sandal kamar, tas, wadah berbentuk kotak atau tabung, penghias meja, almari dan dinding, dan lain-lain.
 
Produk utama dari mendong berupa kerajinan tangan seperti tikar, tali, tas, dan barang anyaman lainnya. Tasikmalaya menjadikan kerajinan mendong sebagai salah satu komoditas industri kreatifnya. Pemakaian mendong sebagai bahan baku kerajinan didasarkan pada sifat tanaman mendong yang kuat dan elastis sehingga dapat dibentuk dan dianyam. Untuk produk kerajinan mendong ini, belum ada standarisasi khusus yang mengatur kualitas produknya. Selain itu, mendong merupakan salah satu dari anggota famili Cyperaceae yang diketahui sebagai tanaman metal hyper-accumulator yang toleran terhadap konsentrasi metal lingkungan yang cukup tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai Phytoremediasi. Saat ini, serat mendong sedang dikembangkan menjadi bahan baku ''Microcrytalline Celulose (''MCC) yang digunakan sebagai filler pada obat-obatan, stabilizer pada industri makanan, dan material komposit pada industri plastik. MCC dari mendong diharapkan dapat menggantikan MCC yang berasal dari kayu sehingga mengurangi deforestrasi dan lebih ramah lingkungan.<ref name=":0">Suryanto, H., Solichin, & Yanuar, U. (2016). Natural Cellulose Fiber from MendongGrass (Fimbristylis globulosa). In K. Ramawat, & M. Ahuja, ''Fiber Plants: Biology, Biotechnology and Applications'' (pp. 35-52). Switzerland: Springer.</ref>
 
== Metabolit ==
Hingga saat ini, belum ada penelitian metabolomik khusus mendong karena mendong secara umum lebih dimanfaatkan biomassanya. Namun mendong telah diteliti lebih lanjut untuk dimanfaatkan serat dan selulosanya sebagai alternatif polimer dan biomaterial baru. Penelitian ini berupa pengamatan struktur mikroskopis, analisis komposisi kimia, fisik, mekanik, dan termal dari serat tanaman mendong. Serat tanaman mendong mengandung sekitar 72,14% selulosa; 20,2% hemiselulosa; 3,44% lignin; dan sisanya bahan lain dan air. Berdasarkan penelitian Suryanto H. dkk menunjukkan tanaman mendong memiliki kandungan selulosa yang tinggi, namun masih lebih rendah dibanding kapas dan rami. Kandungan selulosa dan zat non-selulosa mempengaruhi struktur dan kekuatan dari serat. Penelitian fisik menunjukkan kristanlinitas dan indeks kristalin pada tanaman mendong yaitu 85,8 dan 83,5%. Hal ini menunjukkan serat mendong masih memiliki material non-kristalin seperti hemiselulosa, lignin, dan pectin yang dapat mengurangi kekuatan dari serat mendong<ref name=":0" /> .
 
== Catatan kaki ==