Edi Sedyawati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
merapikan paragraf dan kalimat |
|||
Baris 5:
Akibat perang, masa kecil Edi Sedyawati sempat dilewatkan di kota pengungsian. Ketika [[Jepang]] masuk (tahun [[1942]]), bersama beberapa keluarga, ia dan adiknya yang masih bayi dibawa ibunya mengungsi dari [[Kota Semarang|Semarang]] ke [[Kabupaten Kendal|Kendal]], [[Jawa Tengah]]. Sementara itu, ayahnya, tokoh pergerakan, pergi ke luar kota. Setelah beberapa lama, Edi – yang belakangan dikenal sebagai [[penari]] dan [[arkeolog]]—bertemu ayahnya yang kemudian membawanya mengungsi ke rumah kakeknya di [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]], [[Jawa Timur]].
Setelah keadaan aman, Edi diboyong keluarganya ke [[Kota Magelang|Magelang]] —ketika itu ayahnya menjadi pembantu gubernur di kota ini. Kemudian mereka pindah lagi ke [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. Bersamaan dengan perpindahan ibu kota dari Yogyakarta ke [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|
Ayahnya bernama Imam Sudjahri. Dia pernah berprofesi sebagai pengacara, redaktur koran ''Indonesia Raja'' sehabis perang, dan bekerja sebagai sekjen Departemen Sosial RI. Imam memang menginginkan Edi untuk belajar menari.
=== Ketertarikan pada Kesenian ===
“Menari itu hobi, dan arkeologi itu studi,” kata mantan
Minatnya terhadap tari Jawa selain didukung oleh ayahnya, juga oleh Profesor Tjan Tjoe Siem (guru besar Sastra Jawa) dan RM Kodrat Purbapangrawit (ahli Karawitan dan tari Jawa). Profesor Dr RM Soetjipto Wirjosoeparto juga mendukung minatnya untuk mempelajari sejarah tari Jawa dan menugaskannya untuk membuat skripsi sarjana muda tentang relief-relief tari Candi Rara Jonggrang, Prambanan.
Tatkala membuat penelitian tentang sejarah tari Jawa dan Bali, Edi menggalinya dari data arkeologi.
=== Ketertarikan pada Arkeologi ===
Ketertarikannya pada benda purbakala muncul waktu SMP, setelah ia diajak ayahnya jalan-jalan ke Jawa Tengah melihat candi-candi.
Sebagai arkeolog, Edi prihatin dengan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap purbakala dan tari negerinya.
Edi mempunyai dua anak. Kesibukannya saat ini, selain memeriksa tesis, skripsi, disertasi, persiapan mengajar, melaksanakan penelitian, ia sering juga diminta ikut serta dalam simposium, konferensi, seminar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Karena itu, ia tidak punya waktu untuk melakukan hobinya, yakni memotret dan menyetir mobil.
== Pendidikan ==
Baris 50 ⟶ 54:
== Karya ==
Dia sangat produktif dalam berkarya.
* ''Pertumbuhan Seni Pertunjukan'', Seri Esni No. 4, Sinar Harapan (1980)
* ''Seni dalam Masyarakat Indonesia'' (Bunga Rampai) (1983) sebagai editor bersama Sapardi Djoko Damono
* ''Kebudayaan di Nusantara,'' dari Keris, Tor-tor, sampai Industri Budaya (2014)
* ''Budaya Indonesia,'' Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah
== Penghargaan ==
|