Kesultanan Deli: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh 202.62.17.184) dan mengembalikan revisi 13112339 oleh Naval Scene |
|||
Baris 43:
=== Pendirian ===
Menurut ''Hikayat Deli'', seorang pemuka [[Aceh]] bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam [[Kesultanan Aceh]]. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai [[Gocah Pahlawan]] dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari [[Delhi]], [[India]] yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan [[Samudera Pasai]]. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan
Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun [[1632]]. Setelah Dalik meninggal pada tahun [[1653]], putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun [[1669]] mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Baris 73:
[[Berkas:Pembukaan festival melayu agung 2012.jpg|thumb|right|[[Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam]]syah (empat dari kiri), Sultan Deli XIV, saat menghadiri pembukaan Festival Melayu Agung tahun [[2012]] di [[Medan]].]]
:''Lihat: [[Revolusi Sosial Sumatera Timur]]''
Revolusi Sosial Sumatera Timur adalah gerakan sosial di [[Sumatera Timur]] oleh rakyat yang dihasut oleh kaum [[komunis]]
Karena sulitnya komunikasi dan transportasi, berita proklamasi kemerdekaan [[17 Agustus]] baru dibawa oleh Mr. [[Teuku Mohammad Hasan|Teuku Muhammad Hasan]] selaku Gubernur Sumatera serta Mr. Amir selaku Wakil Gubernur Sumatera dan diumumkan di Lapangan Fukereido (sekarang Lapangan Merdeka), [[Medan]] pada tanggal [[6 Oktober]] [[1945]]. Pada tanggal [[9 Oktober]] [[1945]] pasukan AFNEI di bawah pimpinan Brigjen. T.E.D. Kelly mendarat di [[Belawan]]. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan dan membebaskan tawanan perang orang-orang [[Belanda]] di [[Medan]].
Baris 79:
Meletusnya revolusi sosial tidak terlepas dari sikap beberapa kelompok bangsawan yang tidak segera mendukung [[republik]] setelah adanya [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]]. Beberapa kelompok bangsawan tidak begitu antusias dengan pembentukan [[republik]], karena setelah [[Jepang]] masuk, [[Jepang]] mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Beberapa bangsawan merasa dirugikan dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Walaupun saat itu juga banyak kaum bangsawan dan sultan yang mendukung kelompok pro-republik, seperti [[Amir Hamzah]] dari [[Kesultanan Langkat]] dan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah dari [[Kesultanan Serdang]].
Sementara itu, pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah [[Sumatera Timur]] agar sistem pemerintahan [[swapraja]] dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan secara kooperatif untuk membujuk beberapa bangsawan dan kubu radikal (yang didukung kaum [[komunis]]
Revolusi oleh kaum radikal akibat hasutan kaum [[komunis]] pecah pada [[Maret]] [[1946]]. Berawal di [[Kesultanan Asahan]], revolusi menjalar ke seluruh monarki [[Sumatera Timur]], termasuk Kesultanan Deli. Istana Sultan Deli ([[Istana Maimun]]) beserta Sultan dan para bangsawan berhasil terlindungi karena penjagaan TRI dan adanya benteng pertahanan tentara [[sekutu]] di [[Medan]].
|