Panglima Batur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
Tertegun dan dengan rasa sedih yang mendalam ketika Panglima Batur kembali ke benteng Manawing yang musnah, dan Sultan Muhammad Seman, pimpinannya telah tewas. Panglima Batur dan teman seperjuangannya [[Panglima Umbung]] pulau ke kampung halaman mereka masing-masing. Panglima Umbung kembali ke Buntok Kecil. Sultan Muhammad di Seman di makamkan di puncak gunung di [[Puruk Cahu]].
 
Kini Panglima Baturlah satu-satunya pimpinan perjuangan yang masih bertahan. Ia terkenal sangat teguh dengan pendiriannya dan sangat patuh dengan [[sumpah]] yang telah diucapkannya, tetapi ia mudah terharu dan sedih jika melihat anak buahnya atau keluarganya yang jatuh menderita. Hal itu diketahui oleh Belanda kelemahan yang menjadi [[sifat]] Panglima Batur, dan kelemahan inilah yang dijadikan alat untuk menjebaknya. Ketika terjadi [[upacara]] [[adat]] [[perkawinan]] [[kemenakan]]nya di kampung Lemo, dimana seluruh [[anggota]] [[keluarga]] Panglima Batur terkumpul, saat itulah serdadu Belanda mengadakan penangkapan. Pasangan mempelai yang sedang bertanding juga ditangkap dimasukkan ke dalam tahanan, dipukuli dan disiksa tanpa perikemanusiaan. Cara inilah yang dipakai residen Belanda van Wear untuk menjebak Panglima Batur.<ref name="Lontaan">{{id}}{{cite book|pages=159|url=https://books.google.co.id/books?id=UgVxAAAAMAAJ&q=Panglima+Batur&dq=Almarhum+Kuta+Batu&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5|author= J. U. Lontaan|title=Menjelajah Kalimantan|publisher=Penerbit Baru|year=1985}}</ref>
 
Dengan perantaraan Haji Kuwit salah seorang saudara [[sepupu]] Panglima Batur Belanda berusaha menangkapnya. Atas suruhan Belanda, [[Haji]] Kuwit mengatakan bahwa apabila Panglima Batur bersedia keluar dari persembunyian dan bersedia berunding dengan Belanda, barulah [[tahanan]] yang terdiri dari [[keluarga]]nya dikeluarkan dan dibebaskan, dan sebaliknya apabila [[Panglima]] tetap berkeras kepala, tahanan tersebut akan ditembak [[mati]]. Hati Panglima Batur menjadi gundah dan dia sadar bahwa apabila dia bertekad lebih baik dia yang menjadi [[korban]] sendirian daripada keluarganya yang tidak berdosa ikut menanggungnya. Dengan diiringi orang-orang tua dan orang se[[kampung]]nya Panglima Batur berangkat ke Muara Teweh. Sesampainya di sana bukan perundingan yang didapatkan tetapi ia ditangkap sebagai [[tawanan]] dan selanjutnya dihadapkan di meja [[pengadilan]]. Ini terjadi pada tanggal [[24 Agustus]] [[1905]]. Setelah dua [[minggu]] ditawan di Muara Teweh, Panglima Batur diangkut dengan [[kapal]] ke [[Banjarmasin]].