Reformasi Katolik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 19:
Reformasi-reformasi yang diputuskan pada [[Konsili Lateran V]] (1512–1517) hanya menimbulkan sedikit pengaruh.{{citation needed|date=April 2015}} Beberapa posisi doktrinal bergerak semakin menjauh dari posisi resmi Gereja,{{citation needed|date=April 2015}} sehingga mengarah pada perpecahan dengan [[Takhta Suci|Roma]] dan pembentukan denominasi-denominasi Protestan. Kendati demikian, kalangan-kalangan konservatif maupun reformis masih tetap bertahan di dalam [[Gereja Katolik]], bahkan ketika Reformasi Protestan menyebar. Kalangan [[Protestan]] secara definitif keluar dari Gereja Katolik pada tahun 1520-an. Kedua posisi dogmatis yang berbeda di dalam Gereja Katolik diperkukuh pada tahun 1560-an. Reformasi Katolik menjadi dikenal dengan istilah Kontra-Reformasi, yang didefinisikan sebagai reaksi terhadap Protestanisme alih-alih sebagai gerakan reformasi. Sejarawan [[Daniel-Rops|Henri Daniel-Rops]] mengatakan:
Tarekat-tarekat regular melakukan upaya-upaya pertama mereka untuk reformasi pada abad ke-14. 'Bulla Benediktin' tahun 1336 membarui tarekat [[Benediktin]] dan [[Sistersien]]. Pada tahun 1523, [[Kamaldolesi|Pertapa-Pertapa Kamaldolesi dari Monte Corona]] (Er. Cam.) diakui sebagai suatu kongregasi tersendiri para rahib. Pada tahun 1435, Santo [[Fransiskus dari Paola]] mendirikan Para Pertapa Miskin dari Santo Fransiskus dari Assisi, yang kemudian menjadi Frater-Frater [[Minimi (tarekat religius)|Minimi]] (O.M.). Pada tahun 1526, [[Matteo da Bascio]] mengusulkan pembaruan aturan hidup [[Fransiskan]] kepada kemurnian asalinya sehingga melahirkan tarekat [[Ordo Saudara Dina Kapusin|Kapusin]] (O.F.M.Cap.), yang memperoleh pengakuan dari paus pada tahun 1619.<ref name="Péronnet213">{{fr}} Michel Péronnet, ''Le XVe siècle'', Hachette U, 1981, p 213</ref> [[Ordo keagamaan Katolik|Tarekat atau ordo]] ini dikenal baik oleh kaum awam dan memainkan peranan penting dalam pewartaan publik. Untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan baru akan evangelisasi, kaum klerus membentuk [[kongregasi (Katolik)|kongregasi-kongregasi]] religius, mengikrarkan [[kaul religius|kaul-kaul]] khusus tetapi tanpa kewajiban untuk membantu dalam suatu pelayanan religius di [[biara (tempat tinggal)|biara]]. [[Klerus Regular|Klerus regular]] ini mengajar, melakukan pewartaan, dan menerima [[Sakramen Tobat (Gereja Katolik)|pengakuan]], namun berada di bawah wewenang seorang uskup secara langsung serta tidak terkait dengan wilayah atau paroki tertentu layaknya seorang [[vikaris]] ataupun [[kanonik (imam)|kanonik]].<ref name="Péronnet213"/>
Baris 37:
Dalam [[Kanon Trento]], Konsili secara resmi menerima daftar kitab [[Perjanjian Lama]] dalam [[Vulgata]], yang mencakup kitab-kitab [[deuterokanonika]] (juga disebut [[Apokrifa Alkitab|Apokrifa]] oleh pihak Protestan) dalam kesetaraan dengan 39 kitab yang pada umumnya didapati dalam [[Teks Masoret]]. Hal ini menegaskan kembali hasil-hasil dari [[Konsili Roma]] dan [[Konsili Kartago]] (keduanya diadakan pada abad ke-4 M), yang telah menegaskan [[Deuterokanonika|Deuterokanon]] sebagai bagian dari [[Kitab Suci Katolik|Kitab Suci]].<ref>Mengikuti [[Septuaginta]], pihak [[Ortodoks Timur]] umumnya memasukkan kitab-kitab deuterokanonika dengan beberapa kitab tambahan yang tidak ditemukan dalam [[Alkitab Katolik]], namun kitab-kitab tersebut dipandang sebagai otoritas sekunder. [[Gereja Inggris]] dapat menggunakan Alkitab yang menempatkan kitab-kitab deuterokanonika di antara [[Protokanonika]] Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tidak dipadukan di antara kitab-kitab Perjanjian Lama yang lain sebagaimana adanya dalam Alkitab Katolik.</ref> Konsili juga menugaskan penyusunan [[Katekismus Roma]], yang berfungsi sebagai pengajaran Gereja yang berwibawa hingga dikeluarkannya ''[[Katekismus Gereja Katolik]]'' pada tahun 1992.
Sementara landasan-landasan tradisional Gereja ditegaskan kembali, terdapat perubahan-perubahan nyata untuk menanggapi keluhan-keluhan yang secara tidak langsung bersedia diakui oleh para Kontra-Reformis adalah sahih. Di antara kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki oleh para reformis Katolik misalnya melebarnya jurang pemisah antara kaum klerus dengan kaum awam: banyak klerikus di paroki-paroki pedesaan yang berpendidikan rendah. Seringkali para imam pedesaan tersebut tidak menguasai [[bahasa Latin]] dan tidak memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan teologi. Bagaimana mengatasi pendidikan para imam telah menjadi salah satu fokus mendasar dari para reformis [[humanisme|humanis]] di masa lalu.
Para imam paroki dipandang perlu untuk menerima pendidikan yang lebih baik dalam hal teologi dan [[apologetika]], sementara otoritas kepausan berupaya untuk mendidik umat mengenai makna, hakikat serta nilai dari seni dan liturgi, khususnya dalam komunitas-komunitas [[monastisisme Kristen|monastik]] (pihak Protestan mencela kalau mereka "mengganggu"). Buku-buku catatan dan buku-buku pegangan menjadi lebih lazim digunakan, mendeskripsikan bagaimana seharusnya menjadi imam dan bapa [[Sakramen Tobat (Gereja Katolik)|pengakuan]] yang baik.
Dengan demikian, Konsili Trento berupaya untuk memperbaiki disiplin dan administrasi Gereja. Ekses-ekses duniawi dari Gereja [[Renaisans]] yang sekuler, dicontohkan oleh era [[Paus Aleksander VI]] (1492–1503), semakin meningkat selama reformasi di bawah kepemimpinan [[Paus Leo X]] (1513–1522), yang kampanye pengumpulan dananya untuk pembangunan [[Basilika Santo Petrus]] dengan mendukung penggunaan [[indulgensi]] menjadi suatu pemicu utama ditulisnya ''[[95 Tesis]]'' oleh [[Martin Luther]]. Gereja Katolik menanggapi persoalan tersebut dengan suatu kampanye yang penuh semangat untuk melakukan reformasi, yang diilhami oleh gerakan-gerakan reformasi Katolik sebelumnya yang mendahului [[Konsili Konstanz]] (1414–1417): humanisme, tradisi-tradisi [[Devosi Katolik|devosional]], [[legalisme (teologi)|legalis]], dan [[Ordo Fratrum Minorum|observantin]].
Melalui tindakan-tindakannya, Konsili menolak pluralisme dari Renaisans sekuler yang sebelumnya telah menodai Gereja: tata kelola tarekat-tarekat religius diperketat, disiplin ditingkatkan, dan paroki diberikan perhatian. Penunjukan uskup karena alasan-alasan politik tidak lagi dibiarkan. Di masa lalu, pemilikan tanah yang besar menyebabkan banyak uskup menjadi "uskup-uskup yang absen", yang terkadang menjadi manajer-manajer properti yang terlatih dalam administrasi. Dengan demikian, Konsili Trento memerangi "absenteisme", yang adalah praktik para uskup tinggal di kota [[Roma]] ataupun di tanah-tanah kemilikan daripada di keuskupan-keuskupan mereka. Konsili Trento juga memberikan para uskup kuasa yang lebih besar untuk mengawasi semua aspek kehidupan religius. Para [[prelat]] yang penuh semangat, seperti [[Keuskupan Agung Milan|Uskup Agung Milan]] [[Karolus Boromeus]] (1538–1584), yang kelak di[[kanonisasi]] sebagai santo, memberikan teladan dengan mengunjungi paroki-paroki terpencil dan menanamkan standar yang tinggi.
<!--
==Reform==
|