Suku Moile: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
s |
dd |
||
Baris 17:
== Kearifan Lokal ==
Cara mengelola hutan yang telah berusia tua tersebut kemudian melahirkan sebuah kearifan lokal tersendiri. Kearifan tersebut telah menyatu dalam kehidupan dan kebudayaan mereka, terus terpelihara bersama aturan-aturan yang dikenal sebagai adat istiadat, norma masyarakat, dan berbagai pantangan yang pada dasarnya untuk menjaga keselarasan agar hutan tetap lestari. Suku Moile dan Meyah hingga sekarang masih memelihara kearifan lokal tersebut dan menunjukan keberhasilannya untuk hidup bersama secara selaras dengan hutan. Aturan adat dalam mengelola hutan tersebut dikenal dengan istilah Ig ya ser hanjob (dalam Bahasa Hatam/Moile) atau Mastogow hanjob (dalam Bahasa Soughb). Ig ya dalam Bahasa Hatam berarti berdiri; ser artinya menjaga; hanjob artinya batas. Secara harfiah, ig ya ser hanjob berarti menjaga batas namun bukan hanya bermakna sebagai suatu kawasan, tetapi mencakup segala aspek kehidupan masyarakat Arfak. Secara filisofis, nilai-nilai tersebut mengandung makna bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini (termasuk manusia) memiliki batas. Apabila batas tersebut dilanggar, maka akan terjadi bencana yang sangat besar. Hakekat kosmologi Arfak adalah segala sesuatu di alam semesta bukanlah tak terbatas (ad ifnitum). Sebagai sebuh nilai, igya ser hanjob adalah landasan hidup sehari-hari mereka. (Tandirerung).
Kearifan lokal tersebut menegaskan bahwa aspek biofisik yang bertumpu pada ekonomi dan sosial budaya menjadi pijakan kegiatan berburu, berladang, meramu, dan pemanfaatan kayu dalam kehidupan mereka. Adat istiadat suku Moile dan Meyah secara prinsip mengatur agar pemanfaatan hutan tidak dilakukan secara eksploitatif. Mereka berpegangan pada tekad bahwa pemanfaatan sumber daya hutan untuk kelangsungan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian. Sebagai perwujudannya, kegiatan berladang mereka lakukan di atas lahan pertanian yang sudah ditanami tanaman. Berburu (Ntteisi) mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (konsumsi) dengan tidak mengomersialkannya. Meramu juga mereka lakukan untuk mengumpulkan makanan dari dalam hutan dan tumbuhan obat untuk kesehatan. Sementara itu, dari aktivitas pemanfaatan kayu mereka lakukan untuk memenuhi bahan bangunan, peralatan berladang, peralatan berburu, dan peralatan rumah tangga.
Baris 24 ⟶ 23:
Selain ''Ig ya ser hanjob'', suku Moile dan Meyah juga mengenal budaya “''Henjabti''” yang merupakan kegiatan membangunkan seluruh anggota keluarga menjelang matahari terbit. Mereka akan diingatkan kembali tentang idealitas hubungan antarmanusia dan bagaimana menjaga harmoni manusia dengan dalam. Henjabti sejatinya adalah sebuah tradisi lisan yang di dalamnya juga diajarkan nilai-niali Ig ya ser hanjob. Prinsip-prinsip tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan alam, melainkan juga hubungan sosial sesame anggota keluarga dan masyaralat. Bahkan, sejak masih kecil, anak-anak suku Moile dan Meyah sudah mulai diajarkan berlaku jujur, adil, dan bijaksana. Semua ada batasnya dan setiap orang diharuskan menjaga batas tersebut untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya.
==
Menurut Hans Mandacan, pembagian zona atau kawasan hutan Suku Moile dan Meyah dibagi menjadi beberapa bagian. Pembagian tersebut adalah Bahamti yang merupakan hutan rimba yang belum dibuka baik untuk lahan berkebun maupun berladang; tumti merupakan kawasan hutan yang berada di puncak gunung yang sangat terjal dan curam sehingga sulit diakses masyarakat. Kedua zona tersebut tidak boleh diakses dan dimanfaatkan hasil hutannya karena dianggap sebagai zona kawasan hutan penyangga. Sementara nimahamti disebut sebagai zona kawasan hutan yang dapat diakses untuk mengambil hasil hutan kayu namun dalam jumlah yang terbatas, yakni zona kawasan hutan yang telah dibuka dna dijadikan sebagai kebun atau bekas kebun. Nimhamti merupakan kawasan yang sering difungsikan sebagai kawasan yang dapat diakses dan dikelola oleh masyarakat
|