Suku Moile: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
ff
Baris 29:
Menurut Hans [https://www.lonelyplanet.com/indonesia/pegunungan-arfak/activities/hans-mandacan/a/poi-act/1514615/1322559 Mandacan], pembagian zona atau kawasan hutan Suku Moile dan Meyah dibagi menjadi beberapa bagian. Pembagian tersebut adalah Bahamti yang merupakan [[hutan]] rimba yang belum dibuka baik untuk lahan berkebun maupun berladang; tumti merupakan kawasan hutan yang berada di puncak [[gunung]] yang sangat terjal dan curam sehingga sulit diakses masyarakat. Kedua zona tersebut tidak boleh diakses dan dimanfaatkan hasil hutannya karena dianggap sebagai zona kawasan [[hutan]] penyangga. Sementara nimahamti disebut sebagai zona kawasan [[hutan]] yang dapat diakses untuk mengambil hasil  hutan kayu namun dalam jumlah yang terbatas, yakni zona kawasan hutan yang telah dibuka dna dijadikan sebagai kebun atau bekas kebun. Nimhamti merupakan kawasan yang sering difungsikan sebagai kawasan yang dapat diakses dan dikelola oleh masyarakat.<ref>Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta</ref>
 
Dalam pelaksanaannya, pengelolaan [[Hutan]] Suku Moile dan Meyah mengalami dinamika tersendiri. Pelaksanaan kegatan pengelolaan dan pengembangan [[hutan]] yang dilakukan oleh [[pemerintah]] tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah dinas kehutanan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan [[hutan]] tidak melibatkan masyarakat, terutama dalam tahap perencanaan kegiatan rehibilitasi hutan dan lahan. Pemerintah daerah lebih memilih untuk menyerahkan pelaksanaan tersebut kepada pihak ketiga melalui perjanjian kontrak.  <ref>Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES</ref>  
 
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
Baris 37 ⟶ 35:
*
*
[[Kategori:Antropologi]]
[[Kategori:Masyarakat]]
[[Kategori:Papua]]