Orang Turki di Jerman: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
ccc |
xxx |
||
Baris 2:
== Sejarah ==
Sejak 1955, Jerman Barat telah merekrut banyak ''guest workers'' atau pekerja tamu dari berbagai negara. Istilah ''guest workers'' mereka sebut sebagai [[gastarbeiter]]. Memburuknya perekonomian [[Jerman]] yang disebabkan oleh banyaknya kerugian yang mereka alami akibat kekalahannya dalam [[Perang Dunia II]] menyebabkan Jerman merekrut banyak pekerja asing. Jerman berkeyakinan bahwa perekonomian mereka tidak akan membaik apabila tidak memiliki sumber daya manusia yang baik pula. Akhirnya, [[Jerman]] membuat perjanjian dengan beberapa negara yang dikenal dengan perjanjian “''Agreement on the Recuritment and Placement of Workers”''<ref>https://www.loc.gov/law/help/guestworker/germany.php</ref>. Perjanjian tersebut disepakati oleh beberapa negara seperti [[Yunani]] dan [[Spanyol]] (1960), Italia (1955), [[Turki]] (1961), [[Morocco]] (1963), [[Portugal]] (1964), [[Tunisia]] (1965), serta Yoguslavia (1968). Ribuan pekerja asing dari negara-negara tersebut direkrut untuk bekerja di pabrik maupun industri-industri di Jerman. Konsep awal dari perjanjian tersebut semula hanya bertujuan untuk membiarkan pekerja tamu itu tinggal selama satu atau dua tahun, kemudian memulangkan mereka ke negaranya. Namun demikian, dalam perkembangannya, banyak di antara pekerja asing itu yang memilih untuk tinggal menetap di [[Jerman]].<ref>Keyman, F. and Içduygu, A. 2013 Citizenship in a global world: European questions and Turkish experiences. Routledge. </ref>
Semula, pemerintah [[Jerman]] benar-benar berniat untuk memulangkan mereka ke negara asalnya, terutama ketika terjadi krisis minyak di [[Arab]] pada tahun 1973. Namun demikian, perusahaan yang terkait tidak ingin memulangkan pekerja yang telah susah payah mereka latih. Begitu pula dengan para pekerja, mereka khawatir tidak akan bisa kembali ke Jerman apabila pulang ke nagara asalnya. Sesuatu yang terjadi justru keluarga di negara asal mereka datang ke [[Jerman]] untuk menengok keadaan para pekerja asing. Para tamu yang semula hanya singgah sementara, dalam perkembangannya justru tinggal bersama secara permanen meskipun tidak ada dukungan infrastruktur dan sosial [[politik]] yang jelas dari pemerintah Jerman.<ref name=":2">http://www.spiegel.de/international/germany/turkish-immigration-to-germany-a-sorry-history-of-self-deception-and-wasted-opportunities-a-716067.html</ref>
Pekerja dari [[Turki]] terhitung paling banyak jumlahnya sejak masuknya mereka ke [[Jerman]] pada tahun 1960-an hingga tahun 2015. Berdasarkan sensus Jerman di tahun 2011, ada sekitar 3 juta penduduk yang berasal dari [[Turki]] tinggal menetap di [[Jerman]]. Di antara jumlah tersebut, sebanyak 1,55 juta orang merupakan warga negara Turki yang memegang paspor kewarganegaraan Turki, dan 2,71 juta sisanya adalah orang Turki yang paling tidak memiliki orang tua yang bermigrasi ke [[Turki]]. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 ribu penduduk berpaspor [[Turki]] menurun, sebab mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan paspor dan kewarganegaraan Jerman. Dengan demikian, imigran [[Turki]] di Jerman dikenal sebagai kelompok minoritas terbesar atau kelompok imigran terbesar yang ada di [[Jerman]].<ref name=":2" />
== Imigran Turki di Freiburg ==
''Freiburg im Breisgau'' adalah sebuah kota kecil di bagian selatan Provinsi [[Baden-Württemberg]], [[Jerman]]. Kota ini lumayan terkenal karena memiliki daya tarik dalam bidang [[pendidikan]] dan [[pariwisata]]. Perlu diketahui, salah satu universitas tertua di [[Jerman]], Albert-Ludwig University<ref name=":3">http://sta.uwi.edu/internationaloffice/courses/albert-ludwig-university-freiburg</ref> juga terdapat di kota ini.
Jumlah poluasi orang Turki di [[Freiburg]] juga terhitung tinggi. Kota kecil itu memiliki luas 153.06 km2 dengan jumlah penduduk 220.000 jiwa. Di antara jumlah itu, sebanyak 2.078 di antaranya merupakan migran [[Turki]]. Jumlah mereka sebenarnya masih kalah banyak dibandingkan dengan jumlah imigran [[Italia]] yang mencapai 3.229 jiwa. Namun demikian, imigran Turki di [[Freiburg]] menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama terkait persoalan identitas yang menghantui [[Jerman]] dalam kurun waktu sebelumnya. Orang [[Turki]] dipandang sebagai minoritas dan marginal, sebab mereka dinilai bukan berasal dari [[Eropa]]. Lain ceritanya dengan orang Italia yang meskipun sama-sama pendatang, tetapi tidak diklaim sebagai kelompok marginal.<ref name=":0" />
Para migran [[Turki]] di [[Freiburg]] tidak bekerja di sektor formal seperti ''public'', ''private'', maupun ''industry'' sebagaimana yang terjadi pada imigran Turki dahulu. Mereka lebih banyak bekerja di sektor informal dengan membuka toko maupun kafe. Hadirnya beberapa toko kebab dan ''Doner'' yang ada di hampir seluruh distrik di Freiburg menunjukan eksistensi imigran Turki di sana. Sebagian besar dari mereka juga banyak membuka supermarket [[Turki]] dan toserba, serta beberapa kafe yang menyediakan sisha ala Turki. Kehidupan mereka di [[Freiburg]] selain mendapat stereotype dari masyarakat, juga tidak sepenuhnya dapat disebut teralienasi. Terbukti, generasi kedua atau ketiga mereka beberapa juga ada yang sedang merampungkan pendidikan di Albert-Ludwig University<ref name=":3" />.
Freiburg yang dipenuhi nuansa ala [[Turki]] terlihat pula pada berbagai festival di [[Freiburg]] yang digelar oleh para imigran [[Turki]]. ''Street Festival'' dan Festival Kebudayaan Jerman-Turki atau ''Deutsch Turkische Kulturage''<ref>http://www.fap-freiburg.de/index.php/deutsch-tuerkische-kulturtage/</ref> setiap tahun sangat populer di sana. Festival itu diselenggarakan oleh ''Islamic Center''. Selain
== Bahasa ==
Bahasa yang dipergunakan oleh para imigran [[Turki]] di [[Jerman]] umumnya adalah Bahasa Turki. Perlu diketahui bahwa kedatangan orang [[Turki]] ke Jerman masih berlangsung hingga saat ini.
Beberapa anak imigran [[Turki]] memang hidup di lingkungan keluarga yang sebagian besar berbahasa Turki. Namun di sekolah, terutama ketika mereka masuk TK, sekolah mereka membuat aturan melarang penggunaan Bahasa Turki di area sekolah. Aturan itu semata-mata untuk mempermudah anak-anak belajar Bahasa Jerman. Di sekolah mereka, Bahasa Jerman merupakan bahasa pengantar utama yang digunakan. Hal itu tidak membuat anak-anak sepenuhnya meninggalkan Bahasa [[Turki]]. Orang tua Turki biasanya akan mengajarkan Bahasa Turki kepada anak-anaknya sesampainya di rumah. Dalam bahasa lain, mereka berbicara Bahasa [[Jerman]] di sekolah dan berbicara Bahasa Turki di rumah. Hal itu membuat mereka mampu terintegrasi sebagai warga Jerman di sekolah dan menjadi bangsa [[Turki]] sepenuhnya ketika berada di rumah.<ref name=":0" />
Penggunaan Bahasa Jerman bagi para imigran menjadi sangat penting agar mereka dapat diterima di lingkungan masyarakat luas. Hal itu ‘memaksa mereka untuk bercakap dengan dua bahasa (''bilingual''); Bahasa [[Jerman]] ketika melakukan aktivitas sehari-hari di luar keluarganya dan Bahasa [[Turki]] ketika melakukan aktivitas di dalam keluarganya. Orang tua mereka pun mendukung anak-anaknya berbicara dengan dua bahasa tersebut. Menurut mereka, meskipun tinggal di Jerman, mereka ingin anak-anaknya tetap mengingat bahasa ‘lidah ibu’nya sendiri, yaitu Bahasa [[Turki]].<ref name=":0" />
==
Pada awal tahun 2000, pemerintah [[Jerman]] telah membuat peraturan baru terkait kewarganegaraan di Jerman. Secara tradisional, seseorang dapat disebut sebagai warga negara Jerman apabila memiliki keturunan asli orang [[Jerman]]. Saat itu, aturan itu diubah menjadi siapa pun yang lahir di tanah Jerman secara otomatis akan menerima kewarganegaraan [[Jerman]]. Beberapa persyaratan yang perlu dijadikan catatan antara lain, salah satu orang tua dari anak tersebut harus telah tinggal di Jerman setidaknya dalam waktu delapan tahun dan memegang hak untuk tinggal atau telah memiliki izin tinggal terbatas setidaknya tiga tahun. Kemudian, di antara usia 18 dan 23 anak, anak tersebut harus memilih salah satu kewarganegaraan: ingin menjadi warga negara Jerman atau mengikuti warga negara asli orang tuanya (''option mode'').<ref name=":0">Swastyastu, Monika. 2016. Deutsch Türken dalam Persimpangan Representasi Identitas Jerman-Turki di Freiburg, Jerman. Skripsi. Program Studi Antropologi Universitas Gadjah Mada</ref>
Baris 31:
Dilema terhadap option mode itu kemudian terjawab dengan diperbaruinya hukum baru di [[Jerman]]. Seorang yang tinggal di Jerman tidak lagi diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan mana yang ingin ia pegang, melainkan juga memilih keduanya. Mereka bisa memilih menjadi warga negara Jerman dengan tetap menjadi warga negara Turki. Kebijakan tersebut didukung penuh oleh salah satu partai politik terbesar di Freiburg, yang disebut dengan ''Green Party''. Sementara itu, kebijakan itu mendapat kritik pedas dari partai oposisi, yaitu [[Christian Democratic Union of Germany]] yang menilai bahwa kewarganegaraan ganda akan berdampak pada loyalitas warga negara kepada dua negara. Perdebatan tersebut berlangsung amat panjang di parlemen. Namun demikian, beberapa mahasiswa Turki di [[Jerman]] telah berhasil memperoleh kewarganegaraan ganda. Ayahnya adalah seorang naturalisasi yang memegang paspor [[Jerman]]. Sementara itu, ibunya adalah seorang yang memegang paspor Turki. Para mahasiswa tersebut harus melewati serangkaian tes untuk mendaftar dan memperoleh paspor [[Jerman]]. Mereka mengikuti tes tulis seputar pengetahuan mereka tentang Jerman, perpolitikannya, tes Bahasa Jerman, interview dengan Bahasa Jerman, dan kemudian ia lulus sehingga berhak memegang paspor Jerman dan paspor Turki yang sebelumnya memang telah dimilikinya.<ref name=":0" />
Lain lagi ceritanya bagi mereka yang orang tuanya tidak tinggal di Jerman minimal delapan tahun. Mereka tidak dapat mengikuti kebijakan ''option mode''. Dengan begitu, mereka harus rela melepas paspor Turki atau kwargenagaraan [[Turki]] menjadi [[Jerman]]. Meskipun demikian, mereka tetap akan memperoleh kartu biru dari pemerintah Turki. Kartu tersebut dapat dipergunakan sebagaimana warga Turki lainnya; untuk memiliki
== Praktik Kegamaan ==
Praktik keagamaan orang-orang keturunan [[Turki]] di Jerman pada umumnya telah luntur. Sebagian besar dari mereka tidak lagi menganut agama [[Islam]] yang taat sebagaimana yang terjadi di [[Turki]]. Mereka mengaku bahwa mereka kini menjadi lebih sekuler, tidak dogmatik maupun fanatik terhadap ajaran [[Islam]]. Ketika bulan [[Ramadan]] dan [[Hari Raya Idul Fitri]] tiba, mereka juga merayakannya. Mereka berpuasa sebagaimana [[Muslim]] lainnya, kerabat mereka juga datang ke rumah mereka untuk bersilaturahmi. Meskipun begitu, mereka melakukannya hanya untuk bersenang-senang dan menjaga tradisi yang telah diterapkan selama turun-temurun di keluarganya. Bahkan, ayah ibu atau orang tua mereka juga terkadang tidak menjalankan ibadah puasa.<ref name=":4">https://www.thelocal.de/20170512/eight-things-to-know-about-islam-in-germany-muslims-religion</ref>
Selain Ramadhan, mereka juga merayakan [[Natal]]. Sebagian besar dari mereka telah terbiasa memperoleh hadiah [[Natal]]. Momen [[Hari Raya Natal]] juga mereka jadikan sebagai kesempatan untuk pulang atau berlibur ke [[Turki]]. Benar saja, ketika [[Hari Raya Idul Fitri]], pemerintah Jerman tidak memberikan tidak memberikan hari libur. Meskipun demikian, tidak ada pohon [[Natal]], kunjungan keluarga, atau beribadah ke [[gereja]]. Mereka hanya melakukannya karena alasan untuk bersenang-senang.<ref name=":4" />
Lunturnya praktik keagamaan mereka juga tercermin lewat pakaian yang mereka kenakan. Ketrurunan Turki di Jerman tidak lagi mengenakan [[jilbab]] maupun pakaian tertutup lainnya. Mereka berpakaian layaknya gadis-gadis [[Jerman]] pada umumnya yang menggunakan pakaian lengan pendek, rok pendek, sepatu, dan lain-lain. Padahal, di Turki, menutup aurat menjadi penanda bahwa mereka adalah orang [[Turki]]. Meskipun tidak semua orang keturunan Turki yang demikian, namun sebagian besar warga keturunan Turki telah menanggalkan pakaian ‘khas’ Turki mereka.
|