Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Therry Hendry (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 25:
Dua aliran utama Buddhisme yang masih ada yang diakui secara umum oleh para ahli: [[Theravada]] ("Aliran Para Sesepuh") dan [[Mahayana]] ("Kendaraan Agung"). [[Vajrayana]], suatu bentuk ajaran yang dihubungkan dengan ''siddha India'', dapat dianggap sebagai aliran ketiga atau hanya bagian dari Mahayana. Theravada mempunyai pengikut yang tersebar luas di [[Sri Lanka]], dan [[Asia Tenggara]]. Mahayana, yang mencakup tradisi [[Buddha Tanah Murni|Tanah Murni]], [[Zen]], [[Agama Buddha Nichiren|Nichiren]], [[Buddhisme Shingon|Shingon]], dan [[Tiantai]] (Tiendai) dapat ditemukan di seluruh [[Asia Timur]]. [[Buddhisme Tibet]], yang melestarikan ajaran Vajrayana dari India abad ke-8<ref>{{Cite book|last=White|first=David Gordon (ed.)|year=2000|page=21|title=Tantra in Practice|publisher=Princeton University Press|url=https://books.google.com/books?id=hayV4o50eUEC&pg=PA21|isbn=0-691-05779-6 }}</ref>, dipraktikkan di wilayah sekitar [[Himalaya]], [[Mongolia]]<ref>{{cite book|last1=Powers|first1=John|title=Introduction to Tibetan Buddhism|url=https://books.google.com/books?id=cy980CH84mEC&pg=PA392|date=2007|publisher=Snow Lion Publications|location=[[Ithaca, New York]]|isbn=978-1-55939-282-2|pages=26–27|edition=Rev.}}</ref>, dan [[Kalmykia]]<ref>"Candles in the Dark: A New Spirit for a Plural World" by Barbara Sundberg Baudot, p305</ref>. Jumlah umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan antara 488 juta<ref group="web" name="auto">{{cite web|last=[[Pew Research Center]]|first= | authorlink =|title=Global Religious Landscape: Buddhists | publisher =Pew Research Center|url= http://www.pewforum.org/2012/12/18/global-religious-landscape-buddhist/ |accessdate=}}</ref> dan 535 juta{{sfn|Harvey|2013|p=5}}, menjadikannya sebagai salah satu agama utama dunia.
 
Dalam Buddhisme Theravada, tujuan utamanyautama adalah pencapaian kebahagiaan tertinggi [[Nibbana]], yang dicapai dengan mempraktikkan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]] (juga dikenal sebagai [[Jalan Tengah]]), sehingga melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai [[Samsara (Buddhisme)|siklus]] penderitaan dan [[Tumimbal lahir|kelahiran kembali]].{{sfn|Gethin |1998|pp=27–28, 73–74}} Buddhisme Mahayana, sebaliknya beraspirasi untuk mencapai [[kebuddhaan]] melalui jalan [[bodhisattva]], suatu keadaan di mana seseorang tetap berada dalam siklus untuk membantu makhluk lainnya untuk mencapai pencerahan.
 
Setiap aliran Buddha berpegang kepada [[Tripitaka]] sebagai referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam tiga buku yaitu ''[[Sutta Piṭaka]]'' (khotbah-khotbah Sang Buddha), ''[[Vinaya Piṭaka]]'' (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan ''[[Abhidhamma Piṭaka]]'' (ajaran hukum metafisika dan psikologi).
 
Seluruh naskah aliran Theravada menggunakan [[bahasa Pali]], yaitu bahasa yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada zaman Sang Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada filsafat atau tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci agama Buddha Theravada, yang disebut kitab suci [[Tipitaka]], oleh karenanya, istilah "ajaran agama Buddha berbahasa Pali" sinonim dengan agama Buddha Theravada. Agama Buddha Theravada dan beberapa sumber lain berpendapat, bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nya dalam bahasa Pali, di India, Nepal dan sekitarnya selama 45 tahun terakhir hidup-Nya, sebelum Dia mencapai Parinibbana<ref name="bec">{{cite web
| url =http://www.becsurabaya.org/artikel/kumpulan-dhamma/320-perbedaan-dan-persamaan-antara-theravada-dan-mahayana.html
| title = Perbedaan Dan Persamaan Antara Theravada Dan Mahayana
Baris 47:
[[Berkas:ElloraPuja.jpg|jmpl|"Gua Tukang Kayu" Buddhis di [[Gua Ellora|Ellora]], [[Maharashtra]], India]]
 
Secara historis, akar Buddhisme terletak pada pemikiran religius dari [[India Zaman Besi|India kuno]] selama paruh kedua dari milenium pertama SEU.{{sfn|Gethin|2008|p=xv}} Pada masa tersebut merupakan sebuah periode pergolakan sosial dan keagamaan, dikarenakan ketidakpuasaan yang signifikan terhadap pengorbanan dan rital-ritual dari [[Agama Weda historis|Brahmanisme Weda]]{{refn|group=note|name=buddhismFound|Buddhism: The foundations of Buddhism, The cultural context. In ''[[Encyclopædia Britannica]]''. Retrieved 19-07-2009, from Encyclopædia Britannica Online Library Edition}} Tantangan muncul dari berbagai kelompok keagamaan [[asketisme|asketis]] dan filosofis baru yang memungkiri tradisi Brahamanis dan menolak otoritas [[Weda]] dan para [[Brahmana]].{{refn|group=note|name=ebhindu|Encyclopædia Britannica Online. Hinduism: History of Hinduism: The Vedic period (2nd millennium – 7th century BCE); Challenges to Brahmanism (6th – 2nd century BCE); Early Hinduism (2nd century BCE – 4th century CE). Retrieved 19-07-2009.}}{{sfn|Warder|2000|p=32}} Kelompok-kelompok ini, yang anggotanya dikenal sebagai [[sramana]], merupakan kelanjutan dari sebuah untaian pemikiraan India yang bersifat non-Weda, yang terpisah dari Brahmanisme [[Indo-Arya]].{{refn|group=note|name=Masih |According to Masih:{{sfn|Masih |2000|p=18}} "Alongside Hinduism was the non-Aryan Shramanic culture with its roots going back to prehistoric times."}} Para ahli memiliki alasan untuk percaya bahwa ide-ide seperti [[samsara]], [[karma]] (dalam hal pengaruh moralitas terhadap kelahiran kembali atau [[reinkarnasi]]), dan [[moksha]], berasal dari sramana, dan kemudian diadopsi oleh agama ortodoks Brahmin.{{refn|group=note|name=Masih B|Masih:{{sfn|Masih |2000|p=37}} "This confirms that the doctrine of transmigration is non-aryan and was accepted by non-vedics like Ajivikism, Jainism and Buddhism. The Indo-aryans have borrowed the theory of re-birth after coming in contact with the aboriginal inhabitants of India. Certainly Jainism and non-vedics [..] accepted the doctrine of rebirth as supreme postulate or article of faith."}}{{refn|group=note|name=Karel Werner|Karel Werner:{{sfn|Werner|1989|p=34}} "Rahurkar speaks of them as belonging to two distinct 'cultural strands' ... Wayman also found evidence for two distinct approaches to the spiritual dimension in ancient India and calls them the traditions of 'truth and silence.' He traces them particularly in the older Upanishads, in early Buddhism, and in some later literature."}}{{refn|group=note|name=Flood|Flood:{{sfn|Flood|1996|p=86}} "The origin and doctrine of Karma and Samsara are obscure. These concepts were certainly circulating amongst sramanas, and Jainism and Buddhism developed specific and sophisticated ideas about the process of transmigration. It is very possible that the karmas and reincarnation entered the mainstream brahaminical thought from the sramana or the renouncer traditions."}}{{refn|group=note|name=Jaini |Padmanabh S. Jaini states:{{sfn|Jaini |2001 |p=51}} "Yajnavalkya's reluctance and manner in expounding the doctrine of karma in the assembly of Janaka (a reluctance not shown on any other occasion) can perhaps be explained by the assumption that it was, like that of the transmigration of soul, of non-brahmanical origin. In view of the fact that this doctrine is emblazoned on almost every page of sramana scriptures, it is highly probable that it was derived from them."}}{{refn|group=note|name=Pande|Govind Chandra Pande:{{sfn|Pande|1994 |p=135}} "Early Upanishad thinkers like Yajnavalkya were acquainted with the sramanic thinking and tried to incorporate these ideals of Karma, Samsara and Moksa into the vedic thought implying a disparagement of the vedic ritualism and recognising the mendicancy as an ideal."}}{{refn|group=note|name=Upadhyaya|Kashi Nath Upadhyaya: "The sudden appearance of this theory [of karma] in a full-fledged form is likely due, as already pointed out, to an impact of the wandering muni-and-[[shramana]]-cult, coming down from the pre-Vedic non-Aryan time."{{sfn|Upadhyaya|1998|p=76}}}}
 
Pandangan ini didukung oleh penelitian di wilayah di mana gagasan ini berasal. Buddhisme tumbuh di [[Magadha]] Raya, yang terletak di sebelah barat laut dari [[Sravasti]], ibu kota [[Kosala]], ke [[Rajagraha]] di sebelah tenggara. Negeri ini, di sebelah timur [[aryavarta]], negeri bangsa [[Arya]], yang dikenal sebagai non-Weda.<ref>Satapatha Brahmana 13.8.1.5</ref> Naskah Weda lainnya mengungkap ketidaksukaan penduduk Magadha, kemungkinannya karena Magadha pada masa tersebut belum mendapat pengaruh Brahmanisme.{{sfn|Oldenberg|1991|p=}} Sebelum abad ke-2 atau ke-3 SEU, penyebaran Brahmanisme ke arah timur memasuki Magadha Raya tidaklah signifikan. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Magadha Raya sebelum abad tersebut tidak tunduk pada pengaruh Weda. Ini termasuk [[tumimbal lahir]] dan hukum karma yang muncul dalam sejumlah gerakan di Magadha Raya, termasuk Buddhisme. Gerakan-gerakan ini mewarisi pemikiran tumimbal lahir dan hukum karma dari kebudayaan yang lebih awal.{{sfn|Bronkhorst|2007|pp=}}
 
Pada saat yang sama, gerakan-gerakan ini dipengaruhi dan dalam beberapa hal melanjutkan pemikiran filosofis dalam tradisi Weda, sebagaimana terefleksi misalnya di dalam [[Upanishad]].{{sfn|Warder|2000|p=30–32}} Gerakan-gerakan ini termasuk, selain Buddhisme, berbagai [[skeptis]] (seperti [[Sanjaya Belatthiputta]]), [[Atomisme|atomis]] (seperti [[Pakudha Kaccayana]]), [[materialis]] (seperti [[Ajita Kesakambali]]), [[Antinomianisme|antinomian]] (seperti [[Purana Kassapa]]); aliran-aliran terpenting pada abad ke-5 SEU adalah [[Ajivikas]], yang menekankan aturan nasib, [[Lokayata]] ([[materialis]]), [[Jnana|Ajnanas]] ([[Agnostisisme|agnostik]]) dan [[Jainisme|Jaina]], yang menekankan bahwa jiwa harus dibebaskan dari materi.{{sfn|Warder|2000|p=39}} Banyak gerakan-gerakan baru ini berbagi kosakata konseptual yang sama seperti [[Ātman (Buddhisme)|atman]] ("diri"), [[buddha]] ("yang sadar"), [[dhamma]] ("aturan" atau "hukum"), [[karma]] ("aksi/perbuatan"), [[Nirvana (konsep)|nirvana]] ("padamnya nafsu"), [[samsara]] ("lingkaran penderitaan"), dan [[yoga]] ("praktik spiritual").{{refn|group=note|name=ebbuddh|Encyclopædia Britannica Online. Buddhism: The foundations of Buddhism, the cultural context. Retrieved 19-07-2009.}} Para sramana menolak Weda, dan otoritas brahmana, yang mengklaim mereka memiliki kebenaran terungkap yang tidak bisa diketahui dengan cara manusia biasa mana pun. Selain itu, mereka menyatakan bahwa seluruh sistem Brahmanikal adalah penipuan : sebuah konspirasi para brahmana untuk memperkaya diri mereka sendiri dengan membebankan biaya terlalu tinggi untuk melakukan ritual palsu dan memberikan nasihat takyang sangat tidak berguna.{{sfn|Warder|2000|p=33}}
 
Kritik terutama dari Buddha adalah pengorbanan hewan secara Weda.<ref group="web" name="auto2">{{cite web|title=Dharmacarini Manishini|publisher=Western Buddhist Review|url=https://web.archive.org/web/20130808043640/http://www.westernbuddhistreview.com/vol4/kamma_in_context.html}}</ref> Dia juga menyindir "[[Purusha Sukta|gita manusia kosmis]]" dari Weda.{{sfn|Gombrich|1988|p=85}} Namun, Sang Buddha tidaklah anti-Weda, dan menyatakan bahwa Weda dalam bentuk sejatinya dinyatakan oleh "Kashyapa" kepada [[resi]] tertentu, yang melalui pertapaan berat telah memperoleh kekuatan untuk melihat dengan mata ilahi.{{sfn|Hardy|1863|p=177}} Dia menamakan para resi Weda, dan menyatakan bahwa Weda orisinil dari para resi{{sfn|Rhys Davids|1921|p=494}}{{refn|group=note|name=Vedic rishis|"Atthako, Vâmako, Vâmadevo, [[Vishvamitra|Vessâmitto]], [[Jamadagni|Yamataggi]], [[Angiras (sage)|Angiraso]], [[Bharadvaja|Bhâradvâjo]], [[Vasistha|Vâsettho]], [[Kashyapa|Kassapo]], and [[Bhrigu|Bhagu]]" in P. 245 ''The Vinaya piṭakaṃ: one of the principle Buddhist holy scriptures ..., Volume 1'' edited by Hermann Oldenberg}} telah diubah oleh beberapa Brahmin yang memperkenalkan pengorbanan hewan.
Baris 59:
=== Empat Kebenaran Mulia ===
{{utama|Empat Kebenaran Mulia}}
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai '''Empat Kebenaran Mulia''' atau '''Empat Kebenaran Ariya''' (''Cattari Ariya Saccani''), yang merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya, maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian. Pada ceramah pertama Sang Buddha, ''Dhammacakka Sutta'', yang Ia sampaikan kepada lima orang bhikkhubhikshu di Taman Rusa di Sarnath, adalah mengenai Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan<ref>{{cite book
|last1 = [[K. Sri Dhammananda]]|first1 =
|title = Keyakinan Umat Buddha
Baris 80:
 
* '''Kebenaran Ariya tentang Dukkha''' (''Dukkha Ariya Sacca'')
Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada lima kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. Guru Buddha bersabda, "Sekarang, O, para bhikkhubhikshuku, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu : kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha. Semua yang Kita alami adalah dukkha."<ref name="catur"/>
 
* '''Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha''' (''Dukkha Samudaya Ariya Sacca'')