Korupsi e-KTP: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 1:
'''Kasus korupsi e-KTP''' adalah kasus
== Kronologi Awal ==
[[Berkas:Gamawan Fauzi.jpg|jmpl|Gamawan Fauzi|278x278px]]▼
Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana [[Kementerian Dalam Negeri]] RI dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana untuk proyek sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program [[Nomor Induk Kependudukan]] (NIK) nasional. Kemendagri juga mengeluarkan dana senilai Rp 258 milyar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh [[kabupaten]]/[[kota]] se-Indonesia.<ref name=":2">{{Cite news|url=https://www.jpnn.com/news/mendagri-minta-kpk-awasi-proyek-ktp|title=Mendagri Minta KPK Awasi Proyek KTP|last=JPNN.com|newspaper=www.jpnn.com|language=id-ID|access-date=2017-11-29}}</ref><ref name=":3">{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/308535/gamawan-minta-kpk-awasi-proyek-ktp-elektronik|title=Gamawan Minta KPK Awasi Proyek KTP Elektronik|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-11-29}}</ref> Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan target pada 2012 adalah untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/02/07/162868-lelang-pengadaan-e-ktp-dilakukan-pertengahan-februari|title=Lelang Pengadaan E-KTP Dilakukan Pertengahan Februari {{!}} Republika Online|date=2011-02-07|newspaper=Republika Online|access-date=2017-12-01}}</ref>
▲[[Berkas:Gamawan Fauzi.jpg|jmpl|Gamawan Fauzi]]
Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di [[gedung KPK]] pada 24 Januari 2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta [[Badan Pemeriksa Keuangan]] (BPK) dan [[Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan]] (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi.<ref name=":2" /><ref name=":3" /> M Jasin yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua KPK juga menegaskan bahwa KPK memantau proses proyek e-KTP.<ref name=":7" />
=== Proses Pengadaan e-KTP ===
Baris 14 ⟶ 15:
=== Kecurigaan Korupsi ===
[[Berkas:Logo-kemdagri-id.svg|jmpl|Logo Kementerian Dalam Negeri]]
Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/08/08/lpm244-polisi-selidiki-dugaan-kecurangan-dalam-tender-ektp|title=Polisi Selidiki Dugaan Kecurangan Dalam Tender e-KTP {{!}} Republika Online|date=2011-08-08|newspaper=Republika Online|access-date=2017-12-01}}</ref> Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh Government Watch (GOWA) yang dilaporkan kepada KPK pada 23 Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011.
[[Berkas:Reydonnyzar Moenek as acting governor portrait.jpg|jmpl|Reydonnyzar Moenek]]
Pada awal September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 [[rekomendasi]] dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan [[aplikasi SIAK]] dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) Ketiga, memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data ''online''/semi ''online'' antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4) Kemdagri harus melakukan pembersihan data kependudukan dan penggunaan [[biometrik]] sebagai media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Kemdagri harus melaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara [[elektronik]] dan sebaiknya dikawal ketat oleh [[LKPP]].<ref>{{Cite news|url=http://www.viva.co.id/berita/nasional/246724-6-rekomendasi-kpk-soal-e-ktp-yang-diabaikan|title=6 Rekomendasi KPK Soal e-KTP yang Diabaikan - VIVA|last=VIVA|first=PT. VIVA MEDIA BARU -|date=2011-09-13|language=id|access-date=2017-12-01}}</ref> Menanggapi tudingan KPK, Kemdagri kemudian memberikan bantahan. [[Reydonnyzar Moenek]], juru bicara Kemdagri menjelaskan bahwa Kemdagri telah menjalankan 5 rekomendasi. Memang ada rekomendasi yang tidak dijalankan, namun itu hanya 1. Satu rekomendasi tersebut adalah tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan Reydonnyzar, Kemendagri tidak bisa memenuhi rekomendasi tersebut karena bisa mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.<ref>{{Cite news|url=http://www.viva.co.id/berita/metro/246826-kemendagri-jalankan-5-rekomendasi-kpk|title=Kemendagri Cuma Jalankan 5 Rekomendasi KPK - VIVA|last=VIVA|first=PT. VIVA MEDIA BARU -|date=2011-09-13|language=id|access-date=2017-12-01}}</ref>
Tak lama setelah itu Konsorsium [[Lintas Peruri Solusi]] melaporkan [[Pejabat Pembuat Komitmen]] (PPK) dan [[Ketua Panitia lelang]] dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiarto dan [[Drajat Wisnu Setiawan]] ke [[Polda Metro Jaya]] dengan barang bukti berupa [[surat kontrak]] pada 1 Juli 2011, [[surat jaminan penerimaan uang]] Rp 50 juta dan tiga orang [[saksi]]. Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya [[penyalahgunaan wewenang]] sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp 4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp 4,75 triliun namun yang memenangkan [[tender]] justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp 5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp 50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-1721423/ppk--panitia-tender-e-ktp-dilaporkan-ke-polda-metro-jaya|title=PPK & Panitia Tender e-KTP Dilaporkan ke Polda Metro Jaya|newspaper=detiknews|access-date=2017-12-01}}</ref>
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada 2012 [[Komisi Pengawas Persaingan Usaha]] (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan [[investigator]].<ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/857310/kppu-kami-temukan-indikasi-korupsi-e-ktp-lebih-dulu-dari-kpk|title=KPPU: Kami Temukan Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK|last=Kurniawati|first=Endri|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-12-01}}</ref> Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU
Pada 31 Juli 2013 [[Nazaruddin]] memberikan fakta baru terkait korupsi e-KTP. Saat diperiksa oleh KPK terkait kasus [[Hambalang]], ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP. Lewat pengacaranya, [[Elza Syarief]], ia juga menuding telah terjadi penggelembungan dana pada proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar RP 5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan ''mark-up.'' Ia juga mengatakan bahwa Ketua Fraksi [[Partai Golkar]] Setya Novanto dan mantan Ketua Umum [[Partai Demokrat]] [[Anas Urbaningrum]] terlibat dalam kasus ini.
== Perkembangan Kasus ==
Baris 57 ⟶ 59:
Belum sempat sidang keenam diadakan, KPK menetapkan Miryam S Hani sebagai tersangka pada 5 April 2017 karena melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbeda dengan Irman, Sugiharto dan Andi Narogong, penetapan Miryam sebagai tersangka tidak sebagai koruptor pada proyek e-KTP melainkan sebagai pemberi keterangan palsu saat menjadi saksi pada sidang keempat.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/05/20124511/kpk.tertapkan.miryam.s.haryani.tersangka.keterangan.palsu.kasus.e-ktp|title=KPK Tertapkan Miryam S Haryani Tersangka Keterangan Palsu Kasus E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>
=== Kecurangan Lelang ===
Babak baru dari kasus e-KTP kemudian berlanjut pada sidang keenam yang diadakan pada 6 April 2017. Sidang keenam menghadirkan delapan saksi, di antaranya adalah Anas Urbaningrum, Markus Nari dan Setya Novanto. Pada sidang kali ini Novanto membantah terlibat dalam proyek e-KTP, terlebih dalam menerima uang sebesar Rp 547,2 miliar. Pun dengan Anas dan Markus yang membantah bahwa mereka telah menerima uang dari proyek e-KTP.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/07/07245591/fakta-fakta.menarik.dari.sidang.keenam.e-ktp?page=2|title=Fakta-fakta Menarik dari Sidang Keenam E-KTP Halaman 2 - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref> Sementara hasil dari sidang ketujuh yang digelar pada 10 April 2017 adalah terdapat pengakuan dari Anggota tim teknis Kementerian Dalam Negeri tentang pembagian uang. Namun mereka menyebutnya sebagai uang transportasi dan uang lembur. Di samping itu mereka juga mengaku bahwa mereka tidak menjalankan rekomendasi yang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sarankan berupa sembilan lingkup pekerjaan dalam proyek e-KTP yang tidak digabungkan.<ref>{{Cite news|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/04/11/08501831/enam.fakta.menarik.dalam.sidang.ketujuh.kasus.e-ktp|title=Enam Fakta Menarik dalam Sidang Ketujuh Kasus E-KTP - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2017-12-03}}</ref>
|