Raigo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Filled in 6 bare reference(s) with reFill |
||
Baris 1:
'''Raigo''' atau Raego adalah [[Tarian Indonesia|tarian]] dan syair tradisional yang berasal dari [[Sulawesi Tengah]], [[Indonesia]]. Kesenian ini hidup di masyarakat Suku Kulawi, [[Suku Kaili|Suku Kaili,]] dan [[Suku Bada]]. Suku bangsa ini menamakan Raigo dengan penyebutan berbeda. Suku Kulawi menyebut Raego, Kaili menyebut Rego, dan Bada menyebut Raigo.<ref name="auto">{{cite web|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/2015/12/17/raigo/|title=RAIGO - Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|first=|last=ditindb|date=17 Desember 2015|publisher=|accessdate=10 Desember 2017}}</ref>
Raigo adalah menari dalam formasi lingkaran sambil menyanyikan syair-syair panjang dalam bahasa [[Uma]] tua.<ref name="auto1">{{cite web|url=https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3037932/pesona-magis-kesenian-rego-dari-porelea|title=Pesona Magis Kesenian Rego dari Porelea|first=Silvia|last=Galikano|publisher=|accessdate=10 Desember 2017}}</ref> Bahasa ini merupakan bahasa daerah yang sudah tidak dipakai dalam percakapan sehari-hari.
Syair rego berbeda-beda karena menyesuaikan dengan acara yang dibuat. Jika Raigo dimainkan setelah panen, syairnya tentang proses membuka ladang, menanam, menyiangi, hingga memanen. Jika Raigo dimainkan sebagai penghiburan keluarga yang berkabung, syairnya berisi siklus hidup manusia dari lahir sampai mati serta menceritakan kebaikan orang yang mati saat masih hidup.<ref
== Asal Usul ==
Kata Raigo bermakna menari atau [[tari]]. Raigo dipercaya oleh masyarakat pendukungnya lahir dan berkembang melalui proses [[Mitos|mitos.]] Mitos ini kemudian diwujudkan dalam bentuk ritual dengan gerakan dan ungkapan yang bernilai sakral dan penuh magis.<ref
Tarian ini menjadi bagian dari pelaksanaan upacara adat, khususnya dalam upacara syukur panen padi dan beberapa upacara tradisional lainnya.
Raigo menggambarkan suatu kemenangan dalam usaha, kegembiraan, serta rasa syukur atas hasil panen.<ref name="pustaka-bpnbkalbar.org">{{cite web|url=http://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/tarian-raigo-sulawesi-tengah|title=TARIAN RAIGO SULAWESI TENGAH - PUSTAKA|website=www.pustaka-bpnbkalbar.org|accessdate=10 Desember 2017}}</ref> Luapan kegembiraan ini diekspresikan melalui gerakan dan ungkapan dalam bahasa daerah yang berisikan pemujaan terhadap Sang Pencipta.
== Keunikan Tari ==
Keunikan tarian ini adalah tidak adanya iringan dari instrumen atau alat musik. Tarian ini hanya diiringi oleh vokal tradisi yang berisi syair-syair ritual pelaksanaan upacara itu sendiri. Walaupun demikian, ada Raigo yang dibawakan dengan diiringi [[musik]], seperti tabuhan gendang dan gitar, terutama saat upacara sesudah panen atau pementasan kesenian. <ref name="auto2">{{cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/vunja-ada-mpae-kearifan-lokal-masyarakat-desa-toro|title=Vunja Ada Mpae, Kearifan Lokal Masyarakat Desa Toro - IndonesiaKaya.com - Eksplorasi Budaya di Zamrud Khatulistiwa|first=Indonesia|last=Kaya|website=IndonesiaKaya|accessdate=10 Desember 2017}}</ref>
[[Berkas:Total Solar Eclipse, 9 March 2016, from Balikpapan, East Kalimantan, Indonesia.JPG|jmpl|Gerhana matahari pada 9 Maret 2016]]
Lagu-lagu pengiring tarian raigo biasanya dinyanyikan dalam tempo ''con brio, delce'', sesuai dengan tema gembira. Lagu pada pengiring perang disebut 'inolu'. Lagu ini dinyanyikan dalam tempo ''de Marcia, forte,'' atau ''presto.'' Tempo lagu disesuaikan dengan tema heroik dan patriotik.<ref name="sportourism.id">https://sportourism.id/heritage/raego-tarian-tradisonal-bangsa-kulawi-sulawesi-tengah</ref>
Setiap lagu memiliki ciri yang sama, yaitu pengulangan kata dan syair hingga beberapa kali. Perbedaan antara lagu dan lainnya terletak pada melodi dan [[Tempo (musik)|tempo]] berwarna tinggi yang tetap sama bentuknya.
Ungkapan seruan hanya terdapat pada lagu-lagu perang sebagai selingan yang tidak boleh ditinggalkan di antara syair lagu. <ref
Setelah bait yang dinyanyikan dengan suara bersama pria berakhir, kemudian seorang bernyanyi solo, yang disebut sebagai 'toonama'. Lalu, disusul lagi dengan suara bersama. Syair dan lirik untuk semua jenis lagu disebut 'oila' dan oleh vokal disebut 'manoulia'.<ref
Tarian ini bersifat kolosal, artinya dapat dimainkan oleh banyak orang. Tarian ini turut menyemarakkan festival [[Gerhana matahari 9 Maret 2016|gerhana matahari]] total pada 9 Maret 2016 di Sulawesi Tengah. Tarian ini dipentaskan untuk menyambut sekaligus menghibur para pengunjung yang hadir. Raigo dalam acara itu melibatkan 40 orang penari dan 10 orang pemain musik.<ref>{{cite web|url=https://travel.tempo.co/read/750813/gerhana-matahari-hotel-penuh-rumah-warga-jadi-alternatif|title=Gerhana Matahari: Hotel Penuh, Rumah Warga Jadi Alternatif|first=Saroh|last=mutaya|publisher=|accessdate=10 Desember 2017}}</ref>
== Jenis Raigo ==
Secara garis besar, tidak ada perbedaan dalam Raigo yang polanya seperti tarian keliling. Perbedaannya hanya di [[syair]] yang dinyanyikan. Perbedaan syair ini digolongkan berdasarkan pelaksanaan upacara adat. Berikut ini jenis Raigo dalam berbagai upacara.<ref
– Raigo vunca adalah tarian raigo yang dilakukan pada upacara sesudah panen. Raigo Vunca juga memiliki nama lain, yakni Raigo mpae<ref
– Raigo tarade merupakan tarian yang dilaksanakan pada upacara panen ketika hasilnya memuaskan.
Baris 59:
Sebagai pendukung dalam tarian, tercipta pula lantunan syair-[[syair]] dalam [[Vokal (linguistik)|vokal]] yang berisi pesan moral bagi masyarakat. Pendukung tarian ini juga memiliki makna simbolis terhadap upacara ritualnya.
Perwujudan Raego melalui syair-syairnya serta fungsi dan kedudukannya pada masyarakat, merupakan bagian dari [[tradisi lisan]]. Tradisi ini dilatarbelakangi oleh emosi religi dan upacara adat yang dapat ditemukan di semua suku di Indonesia.<ref
Tidak semua suku memiliki sarana komunikasi dalam bentuk tulisan. Pewarisannya pun hanya bertumpu pada informasi lisan dan ingatan. Karena tidak sistematis, pewarisan budaya ini memiliki kelemahan dalam pelestariannya.
Raego menjadi inspirasi dari film berjudul ''Mountain Song.'' Proyek film ini terpilih sebagai "The Most Promising Project" di Makassar SEAscreen Academy 2016. Tema yang diangkat dalam film ini karena sutradara Yusuf Radjamuda terkesan dengan kebiasaan warga Pipikoro, [[Kabupaten Sigi]]. Dia menjelaskan bahwa masyarakat di sana senantiasa bersyukur dalam berbagai kondisi, terutama saat panen berhasil atau gagal, mereka tetap mengadakan Raego.<ref>{{cite web|url=https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/menghadirkan-wajah-indonesia-dalam-bingkai-sinema|title=Menghadirkan wajah Indonesia dalam bingkai sinema|first=Andi Baso|last=Djaya|date=9 September 2017|publisher=|accessdate=10 Desember 2017}}</ref>
== Upacara adat ==
Pelaksanaan Raigo sedikit berbeda dari tarian tradisi lainnya yang ada di wilayah [[Sulawesi Tengah]]. Penyelenggaraannya secara utuh hanya dapat dilihat pada pelaksanaan upacara-upacara adat di daerah ini. Raigo memiliki kedudukan penting pada pelaksanaan upacara adat. Misalnya, dalam Suku Kulawi, ada beberapa upacara adat, antara lain:<ref
1. Nompioni, upacara membuka lahan atau masuk hutan
Baris 80:
6. Mancumani Rotompo, upacara menanggal gigi
Pelaksanaan berbagai upacara adat, khususnya yang berkaitan dengan Raigo pada Suku Kulawi, masih terus dilaksanakan para orang tua ('totuangata') dan anak-anak muda. Syair-syair Raego melalui vokal yang saling menyahut sekaligus menjadi pengiring bagi tarian itu sendiri.<ref
Syair-syair tersebut memiliki makna terhadap pelaksanaan upacara adat. Di dalamnya, dapat terungkap fungsi dan kedudukannya pada masyarakat setempat. Suku Kulawi sebagai pemilik budaya Raigo tidak mengenal tulisan. Pewarisan budaya pun hanya dapat dilakukan secara lisan. Peniruan tingkah laku secara keseluruhan hanya mengandalkan ingatan.<ref
Tidak semua lapisan Suku Kulawi berkesempatan untuk memperoleh bekal pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan Raigo. Hanya beberapa anggota masyarakat berusia lanjut yang menjadi pelaku upacara ini.
Pengetahuan dan keterampilan melakukan tarian ini menjadi terbatas pada generasi yang menjadi pelaku tarian ini. Para penari rata-rata sudah berusia lanjut. Raigo dianggap hanya diperuntukkan bagi para 'totuangata' (orang yang sudah berumur). Jumlah pelaku tarian ini pun semakin berkurang. Apalagi, penyebarannya tidak merata di semua lapisan masyarakat [[Kulawi Selatan, Sigi|Kulawi.]]<ref
== Referensi ==
|