Gereja Santa Perawan Maria Lourdes, Promasan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
xxx |
sss |
||
Baris 2:
== Sejarah Gereja Perawan Mario Lourdes Promasan ==
Sejarah gereja Perawan Mario Lourdes Promasan atau disingkat menjadi Gereja Promasan juga dirintis pertama kali oleh Romo J. Prennthaler yang kemudian dilanjutkan oleh Romo Jasawiharja bersama dengan Romo Tephema. Gereja Promasan dibangun karena berkaitan dengan persoalan [[pendidikan]]. Pada waktu itu, kondisi [[Sekolah Rakyat]] di Ploso menjadi semakin tidak memadai untuk dilaksanakan peribadatan dan perayaan [[Ekaristi]]. Kapasitas bangunan yang ada hanya dapat menampung 450 umat, namun pada perayaan [[Hari Raya Paskah]] jumlahnya bisa mencapai 550 umat. Beberapa dari mereka bahkan sampai harus menunggu di ruangan untuk menerima Komuni Kudus. Selain itu, Gereja Promasan juga dibangun untuk menampung jenazah menuju ke Sendang Sono karena tentunya membutuhkan ruangan [[gereja]] yang cukup besar.<ref name=":2">Prabawa, Denny. 2015. Arsitektur dan Latarbelakang Penerapan Pada Kompleks Gereja Lama di Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Arkeologi Universitas Gadjah Mada</ref>
Semula, Romo Jasawiharja melakukan pembicaraan ringan dengan para tokoh [[Katolik]] setempat terkait rencana pembangunan Gereja Promasan. Setelah melewati beberapa perbincangan, mereka akhirnya sepakat untuk membeli tanah milik Mbok Martina Martorejo dan tanah milik Bapak marcelinus Semokariyo. Namun demikian, setelah dilakukan pemeriksaan lokasi, tanah milik mereka ternyata sering kali mengalami bencana tanah longsor. Hal itu tentu menimbulkan kekhawatiran apabila dibangun gereja di atasnya, kemungkinan besar tanah tersebut tidak akan mampu menyokongnya. Akhirnya, lokasi pembangunan gereja disana dibatalkan dan mereka mencari lokasi lain.<ref name=":3">Weitjen, Jan SJ. "Gereja Katolik Yogyakarta 1865-1945" dalam Gereja Dan Masyarakat, Sejarah Perkembangan Gereja Katolik Yogyakarta. Yogyakarta: Panitia Misa Syukur Pesta Emas Republik Indonesia, 1995. </ref>
Akhirnya, tokoh agama Katolik itu menemukan tanah yang lebih cocok untuk dibangun gereja, yaitu tanah yang berada di Promasan milik Prawiro Semito dan adiknya. Prawiro Semito memberikan tanahnya secara cuma-cuma dengan ganti rugi berupa pemberian [[tanah]] yang dulunya batal untuk dibangun [[gereja]], yaitu tanah yang berlokasi di Ploso. Pihak pengurus [[gereja]] juga diharuskan menanggung sendiri biaya pembinahan rumah milik Prawiro Semito. Setelah dilakukan kesepakatan antar-kedua belah pihak, proses perataan tanah pun akhirnya dilakukan oleh mereka. Setelah itu, mereka juga melakukan pemotongan [[kayu]] dan [[bambu]] sebagai bahan bangunan. Proses pembangunan tersebut melibatkan seluruh umat [[Katolik]] di Promasan, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Dalam buku “''Kenangan 50 tahun Gereja Katolik Santa Perawan Maria Lourdes Promasan”'' dimuat beberapa material bangunan yang dipergunakan untuk membangun [[gereja]], di antaranya adalah [[batu]], kayu, [[pasir]], batu merah, semen, genting, dan tenaga manusia.<ref>Hardawiryana, S.J., Robert. Romo JB. Prennthaler, S.J.: Perintis Misi Di Perbukitan Menoreh Kenangan Penuh Syukur HUT 75 Tahun Paroki St. Theresia Lisieux Boro. Boro: Paroki Santa Theresia Lisieux Boro, 2002. </ref>
Baris 10:
Dalam perkembangannya, pembangunan gereja tersebut sempat terhenti selama beberapa bulan akibat terjadinya [[Perang Dunia II]] pada tahun 1939. Tertundanya pembangunan gereja disebabkan oleh terputusnya bantuan dana dari pemerintah [[Belanda]]. Baru pada tahun 1940, pembangunan dilanjutkan kembali dengan peletakkan batu pertama oleh Romo Superior Misi Jos Van Ball dan peresmian [[gereja]] dilakukan pada tanggal 18 Desember 1940 dengan diresmikan oleh Mgr. Soegijapranata, S.J. dengan nama pelindung “Santa Maria yang Menampakan Diri di Lourdes”.
Sebagaimana penjelasan di muka, pemerintah [[Belanda]] juga merupakan pihak yang berperan banyak dalam pembangunan Gereja Promasan. [[Belanda]] memberikan bantuan berupa lima buah patung serta ''sibori monstrans'' dan beberapa pakaian misa untuk melengkapi fasilitas peribadatan di [[gereja]] tersebut. Namun demikian, tidak semua fasilitas bantuan tersebut sampai pada pengurus Gereja Promasan. Beberapa patung tidak tersampaikan kepada mereka karena kondisi perang yang tidak memungkinkan dan mempersulit prosesnya. Sehingga, patung yang sampai pada pihak gereja hanya berjumlah tiga buah, yaitu salib besar, patung St. Yusup, dan patung Hati Kudus Yesus.<ref name=":3" />
Dalam perkembangannya, proses
Di tahun 1940-1958, Gereja Promasan kemudian menjadi bagian dari stasi ''Proki'' Boro sebagaimana Gereja Boro. Promasan kemudian ditetapkan menjadi Paroki sendiri pada 1 Januari 1959. Dengan adanya ketetapan itu, segala urusan administrasi di Promasan diurus sendiri oleh mereka.<ref name=":2" />
== Keadaan Geografis Gereja Promasan ==
Baris 38:
== Bangunan Gereja Santa Perawan Maria Lourdes Promasan ==
Sebagaimana Gereja Boro, Gereja Promasan juga dibangun di atas tanah dengan kontur berbukit-bukit yang bagian utaranya lebih tinggi daripada bagian barat. Gereja Promasan berdiri di atas tanah seluas 19,24 x 37,75 m yang di sekitar bangunan gerejanya terdapat permukiman warga dan [[persawahan]], terutama pada sisi selatan gereja. Bagian luar Gereja Promasan adalah bangunan beratap pelana yang dikombinasikan dengan pemakaian atap limas dan piramid pada bagian tertentu. Bagian-bagian tersebut antara lain bagian belakang, lorong-lorong di samping kanan-kiri bangunan, dan menara lonceng. Sementara itu, fasade gereja berupa porch yang berdampingan dengan menara lonceng setinggi 24,25 m serta dinaungi oleh atap limas yang dikombinasikan dengan gabel. Gabel tersebut berhias salib dan tulisan IHS yang merupakan singkatan dari ''Iesus Hominum Salvator'' (Yesus Penyelamata Manusia).<ref name=":4">Paroki Santa Perawan Maria Lourdes Promasan. Buku Kenangan 50 th Gereja Katolik Santa Perawan Maria Lourdes Promasan. Kulon Progo, 1990. </ref>
Pintu utama [[gereja]] merupakan pintu berdaun dua yang berhiaskan ''list [[salib]].'' Bagian bawah pintu utama terdapay hiasan berupa tanda [[salib]] yang dibubuhkan di atas [[keramik]] marmer berwarna putih. Itu adalah sebuah penanda bahwa bangunan yang sedang berdiri di sana adalah sebuah [[gereja]]. Di deretan sebelah barat dan timur pintu utama tersebut terdapat jendela persegi panjang berjumlah empat buah; dua buah di deret timur dan dua buah lainnya di deret barat.<ref name=":5">Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Laporan Pendataan Gereja Katolik Santa Perawan Maria Lourdes Promasan. Laporan pendataan, Yogyakarta: Balai Pelestarian Cagar Budaya, 2013. </ref>
Sementara itu, bagian dalam [[gereja]] terdiri dari beberapa ruangan seperti ruang depan, panti umat, panti imam, ruang pengakuan dosa, dan ruang sakristi. Ruang depan melingkupi balkon dan fasilitas peribadatan yang terdapat di sisi depan. Fasilitas tersebut adalah kotak persembahan dan bejana kecil untuk tempat air suci. Balkon Gereja Promasan berupa pagar cor setinggi satu meter yang dilapisi pelipit [[kayu]]. Balkon tersebut ditopang oleh empat tiang yang juga dilapisi [[kayu]]. Lantai balkon dilapisi tegel berwarna abu-abu yang masing-masing berukuran 20 x 20 cm. Panti umat sebagaimana definisi lainnya adalah tempat para jemaat untuk melaksanakan proses peribadatan, baik pernikahan maupun ibadah mingguan. Ruang tersebut dilengkapoi dengan dua blok kursi kayu yang memanjang dari barat-timur serta menyisakan ruang khusus yang dipergunakan oleh jemaat untuk berjalan. Di dalam ruang umat juga terdapat ''aisle'' yang ditandai dengan tiang-tiang kayu berjulah dua belas buah yang seolah-olah membatasi kedua bagian tersebut. Selain panti umat, di dalam bangunan gereja juga terdapat panti imam yang merupakan tempat imam atau pemimpin perayaan ''liturgy''. Panti imam berada pada batur dua tingkat sehingga permukaannya lebih tinggi daripada ruangan sekitar Di samping kanan dan kiri panti imam juga terdapat mimbar yang berbeda satu dengan yang lain. Mimbar di bagian kiri terbuat dari cor beton sedangkan mimbar di sebelah kanan terbuat dari [[kayu]]. Di antara mimbar tersebut juga terdapat hiasan [[kayu]] bertuliskan “''Perjamuan Terakhir atau Perjamuan Malam''”.<ref name=":5" />
Ruangan di dalam bangunan [[gereja]] juga dilengkapi dengan keberadaan ruang ''sakristi'' yang merupakan tempat persiapan para imam dan pembantunya sebelum keluar untuk memimpin peribadatan. Ruangan tersebut terletak di pojok barat dan timur panti imam dengan akses berupa pintu bukaan satu yang berhiaskan [[salib]]. Di dalam ruangan tersebut terdapat dua buah pintu yang menghubungkan halaman luar dan panti imam. Di dalam ruangan tersebut juga terdapat beberapa perlengkapan yang digunakan oleh imam untuk memimpin peribadatan seperti busana ''liturgi''. Dalam perkembangannya, panti umum justru berubah fungsi menjadi tempat menyimpan perlengkapan yeng berhubungan dnegan peribadatan, seperti buku-buku, ''tape recorder'', dan ''sound'' ''system''. Di dalam ruangan tersebut juga terdapat almari baja, almari kayu, kaca, meja, dan rak untuk tempat buku. Selain itu, bangunan [[gereja]] juga dilengkapi dengan ruang pengakuan dosa yang masing-masing terletak di sayap barat dan sayap timur serta dinaungi oleh atap tersendiri. Akses untuk memasuki ruang pengakuan dosa adalah berupa pintu berdaun satu sebagaimana pintu pada ruang sakristi.<ref name=":4" />
== Perubahan Bangunan Gereja Promasan ==
Di awal pembangunannya, lingkungan di sekitar [[gereja]] pada bagian utara dipenuhi dengan rangkaian perbuktian yang ditumbuhi semak dan pepohonan, sedangkan pada bagian selatan berupa area pertanian milik warga. Di awal pendiriannya, bangunan Gereka Promasan juga belum memiliki bangunan pastoran, wisma ibu, dan koperasi. Bahkan, permukiman warga juga belum dibangun di sekitar [[gereja]] pada waktu itu. Hingga pada tahun 1959, dibangunlah bangunan-bangunan tersebut, kecuali permukiman warga. Lebih jauh lagi, dahulu, halaman gereja juga belum tertutupi oleh ''conblock'' seperti yang terlihat saat ini serta hanya berupa tanah yang diratakan. Sekarang, halaman geraja sudah dilapiri oleh ''conblock'' serta tidak lagi menggunakan pagar kayu sebagaimana yang terjadi di awal pembangunannya. Selain itu, bagian ruang peribadatan di dalam [[gereja]] juga mengalami perubahan signifikan. Dahulu, ketika peribadatan berlangsung, para jemaat harus duduk di bawah dengan menggunakan tikar. Pada masa itu, di dalam gereja juga belum ada hiasan “Perjalanan Salib” sebagaimana yang terlihat saat ini. Hanya lukisan-lukisan berupa ornamen berbahan gips yang menjadi hiasan di dalam ruang peribadatan.<ref name=":3" />
Sementara itu, ruangan panti imam di dalam gereja juga tidak mengalami perubahan yang mencolok. Perubahan yang ada hanya berupa penambahan meja kayu yang terletak di depan altar. Perubahan lainnya adalah pada ornament di meja altar berupa penambahan figure malaikat berbaju adat [[Jawa]] yang saat ini terletak di sisi kanan dan kiri meja. Dahulu, di dalam panti imam hanya terdapat satu mimbar yang terbuat dari bahan cor. Saat ini, di ujung kiri panti umam juga ditambah satu buah mimbar yang terbuat dari bahan kayu. Perubahan lain yang terjadi pada bangunan gereja ini adalah perubahan fungsi yang terjadi pada balkon. Dahulu, ketika awal pertama kali dibangun [[gereja]], balkon yang ada hanya berfungsi sebagai tempat koor.
|