Sejarah astrologi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 103:
Diantara nama-nama ahli astrologi dalam kebudayaan Arab, salah satu yang paling terkenal adalah Abu Maʿshar, dengan karyanya yang berjudul ''Kitāb al‐mudkhal al‐kabīr'' yang kemudian menjadi salah satu risalah astronomi terkenal di Eropa. Selain itu, nama Al-Khwarizmi tidak hanya dikenal sebagai ahli matematika, ia juga dikenal sebagai ahli astronomi, astrologi, dan geografi.
 
Selama perkembangan sains dalam peradaban Islam klasik, beberapa praktik-praktik astrologi mendapat banyak pertentangan dari pandangankalangan teologisilmuwan dan cendikiawan Islam, seperti oleh Al-Farabi, Ibn Haytham, dan AvicennaIbnu Sina. Kritik-kritik mereka berpendapat bahwa metode yang digunakan oleh ahli astrologi hanya melalui konjektur dan tidak berdasarkan fakta-fakta empiris, serta dari kalangan cendikiawan Islam ortodoks yang mengkritik bahwasanya hanya Tuhan yang mengetahui dan dapat memprediksi masa depan secara pasti. Namun, kritik-kritik ini lebih cenderung diarahkan kepada cabang astrologi dengan metodenya yang berusaha untuk memprediksi nasib atau masa depan berdasarkan suatu horoskop. Cabang astrologi lainnya seperti astrolgi medis dan astrologi cuaca masih dipandang sebagai ilmu yang sah pada masa itu.
 
Sebagai contoh pandangan Ibnu Sina dalam bukunya ''Resāla fī ebṭāl aḥkām al-nojūm "''Sanggahan terhadap astrologi''"'', Ibnu Sina menentang praktik-praktik astrologi yang mengklaim dapat memprediksi nasib atau masa depan manusia berdasarkan posisi planet dan bintang-bintang. Namun, Ibnu Sina tetap mempercayai bahwa posisi bintang-bintang dan planet dapat memberikan pengaruh ke bumi termasuk kepada manusia, tetapi hal ini terjadi secara deterministik atau dapat dijelaskan dengan ilmu alam ketimbang ramalan-ramalan yang bersifat magis.