Jalur ABG: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Karir, +Karier, -karir, +karier) |
||
Baris 31:
== Birokrasi sebagai Penggerak ==
Peran birokrasi pada masa pemerintahan [[junta militer]] [[Orde Baru]] menjadi sangat vital, terutama untuk mengontrol aktivitas masyarakat sipil yang tidak memiliki struktur komando dalam militer. Birokrasi kemudian menjalankan perannya dalam pemerintahan [[Orde Baru]] sebagai pembangun jaringan dan struktur yang berfungsi sebagai penjamin terlaksananya kebijakan pemerintah kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Peran [[birokrasi]] sebagai pelaksana kebijakan pemerintah berangkat dari teori [[Max Weber]] tentang birokrasi dan peran negara dalam mengendalikan masyarakat.<ref>Kacung Marijan, ''Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru,'' (Jakarta: Kencana, 2010) hal. 17</ref> Max Weber berkata:<blockquote>"Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah."<ref>Miriam Budiardjo, ''Dasar-Dasar Ilmu Politik,'' (Jakarta: Gramedia, 2008) hal. 49</ref></blockquote>Menurut Max Weber, birokrasi bisa menjalanan program pemerintah dengan efektif dan efisien karena memiliki karakteristik yang ideal, seperti pembagian kerja, jenjang hirarki, pengaturan perilaku pemegang jabatan birokratis, hubungan yang bersifat impersonalitas, memiliki kemampuan teknis, dan adanya jenjang
Dalam hal pembangunan ekonomi, [[investasi]] menjadi hal yang penting, khususnya investor asing. Peran birokrasi dalam proses masuknya investasi itu adalah sebagai [[regulator]] atau membuat peraturan-peraturan yang menjamin masuknya investasi tersebut dan termasuk juga jaminan keamanan uang dari investor itu sendiri. Kekuasaan yang dimiliki oleh birokrasi itu kemudian juga berdampak kepada perkembangan organisasi-organisasi lain, tidak hanya pada permasalahan investasi, tetapi juga administrasi dan pelayanan publik masyarakat umum. Pelayanan publik pada dasarnya tidak menyalahi aturan, karena pelayanan publik berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam negara. Namun, permasalahanya adalah, ketika di masa [[Orde Baru]] , birokrasi justru menjadi penghambat partisipasi masyarakat, karena birokrasi digunakan untuk menetapkan sederet aturan yang mewajibkan masyarakat agar patuh pada seluruh peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah.<ref>Haniah Hanafie dan Suryani, ''Politik Indonesia,'' (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) hal. 83</ref>
|