Niluh Djelantik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis) |
||
Baris 10:
Tekadnya membuat sepatu yang nyaman masih tetap membara. Alhasil, meski berada di Indonesia, Niluh mencoba peruntungan dengan menjalin kerja sama bersama Cedric Cador, pria yang kemudian menjadi suaminya. Cedric sendiri bukan pemain baru. Ia kerap menjual barang-barang Indonesia di Eropa. Dari kerja sama ini, lahirlah label Nilou, di mana proses pengerjaan sepatu di bawah label ini benar-benar mendapatkan pengawasan ketat dari Niluh. Untuk menjaga kualitas sekaligus memastikan agar sepatu yang dihasilkan nyaman untuk dipakai, semua proses pengerjaan dilakukan secara konvensional menggunakan tangan.
Koleksi pertama Nilou akhirnya dikenal di [[
Di tengah kesuksesan yang dialaminya, badai cobaan kembali hadir. Ujian itu bermula kala di pertengahan 2007, Niluh mendapatkan tawaran dari agen Australia dan Prancis untuk melebarkan sayap dengan memproduksi secara massal sepatu-sepatu dibawah labelnya. Rencananya, produksi tersebut akan dilakukan di [[Tiongkok]]. Tak ingin cinta yang terlanjur melekat pada workshop sepatu buatan tangan tergantikan oleh mesin, secara tegas, Niluh pun menolak. Ternyata keputusan yang ia ambil ini justru menjadi bumerang. Tanpa sepengatahuannya, para penawar tersebut telah mematenkan Nilou dan tetap memproduksi secara massal di HONGKONG. Dan imbas dari hilangnya kesempatan itu melahirkan karya baru dengan Niluh Djelantik yang dipatenkan pada tahun 5008.
|