Justus Heurnius: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
|||
Baris 25:
== Penerjemahan ==
[[Berkas:1652_Heurnius.pdf|
[[Berkas:1646 Van Hasel.pdf|
Bahasa yang dipakai dalam semua tulisan untuk pembinaan gereja ialah bahasa Melayu (di daerah-daerah jajahan VOC lainnya dipakai juga bahasa Portugis, bahasa Tamil dan Singhala, dan beberapa bahasa-suku di Taiwan). Tetapi khususnya di Ambon tidak segera tercapai kepastian tentang bahasa yang akan dipilih menjadi bahasa-pengantar di gereja dan di sekolah. Mula-mula orang-orang Belanda ingin memasukkan bahasa Belanda. Mereka mengharap supaya dengan cara itu ikatan antara orang-orang Indonesia dengan VOC bisa diperkuat. Ada juga alasan agamawi: bahasa Melayu oleh sementara orang dianggap terlalu miskin sehingga tidak cocok untuk dipakai sebagai bahasa-pengantar bagi kebenaran ilahi. Selama sepuluh tahun pertama, pengajaran di sekolah diberikan dalam bahasa Belanda. Sejumlah anak Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi pendeta berbahasa Belanda. Tetapi usaha-usaha ini ternyata gagal. Lalu tinggal pilihan antara bahasa Melayu dan bahasa Ambon-asli. Pada zaman itu, hanya sedikit orang-orang Ambon yang mengerti bahasa Melayu, apalagi bahasa Melayu-tinggi. Tetapi bahasa Ambon sulit untuk dipelajari, dan hanya bisa dipakai di Ambon sendiri, padahal para pendeta sering dipindahkan ke daerah lain. Sebaliknya bahasa Melayu bisa mereka gunakan di mana-mana. Lagipula, orang-orang Ambon sendiri menganggap bahasa mereka terlalu miskin, dan mereka merasa malu terhadap orang-orang Islam yang menggunakan bahasa Melayu dalam menjelaskan isi Al-Quran. Dengan demikian, yang dipilih ialah bahasa Melayu. Dan karena bahasa itu adalah bahasa gereja dan sekolah, bahasa Ambon-asli lama-lama terdesak olehnya dan hilang.<ref name=vandenend/>
|