Lembaga Perlindungan Anak Banten: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunawan714 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Gunawan714 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 51:
== Cakupan Kegiatan ==
Cakupan kegiatan LPA yang mendukung Hak-Hak [[Anak]] melalui
# Informasi Dasar, dengan menggali dan menanamkan pengetahuan serta pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan anak yang memerlukan perlindungan.
# Kolase, yaitu merangsang ekspresi dalam bentuk gambar maupun seni dan menunjukkan betapa sedikit liputan media atas realitas anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Baris 59:
# Melakukan kerjasama dengan instansi yang terkait baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, pihak swasta dan pihak-pihak lain yang peduli terhadap hak-hak dasar perlindungan anak.
# Evaluasi yang merupakan rangkaian kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap pengambil kebijakan, pelaksana teknis maupun terhadap seluruh proses kegiatan. Dari evaluasi, dapat diperoleh berbagai data dan informasi tentang hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (''formatif'') dan hasil seluruh kegiatan (''sumatif''), baik dukungan maupun hambatan yang dihadapi. [[Berkas:Pembentukan LPA Kabupaten-Kota.jpg|jmpl|240x240px|Pembentukan LPA Kabupaten-Kota]]
== Catatan Kasus Anak di Banten 2017 ==
Peristiwa terjadinya kekerasan terhadap anak, para pelaku yang selama ini terjadi justru dilakukan oleh orang terdekat dari anak tersebut. Rumah, sekolah, lingkungan sosial anak, lembaga pendidikan yang berbasis agama, tempat bermain anak bahkan ruang publik juga masih ada yang tidak ramah bagi anak. Akibatnya banyak anak kehilangan haknya untuk tumbuh dan berkembang.
Adapun yang menjadikan faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap anak diantaranya:
# 1. Lingkungan keluarga, sebagaimana diketahui bahwa lingkungan keluarga adalah GARDA TERDEPAN dalam membentuk pola pikir dan perilaku anak. Namun, apabila di dalam keluarga terjadi DISFUNGSI KELUARGA semisalnya sering terjadi KDRT, minimya orang tua tentang TEKNOLOGI dan PARENTING, kasih sayang anak yang tidak utuh yang sebagian diakibatkan perceraian orang tua yang menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal.
# 2. Lingkungan sekolah, sekolah yang diharapkan sebagai tempat bagi anak untuk mendapatkan ilmu dan pembentukan karakter anak akan tetapi dalam faktanya masih terjadi tindak kekerasan “BULLYING” baik yang dilakukan oleh sesama siswa maupun yang dilakukan oleh Dewan Guru, bahkan tidak sedikit kekerasan seksual terjadi pula di lingkungan sekolah.
# 3. Lingkungan Masyarakat, minimnya pemahaman tentang anak menyebabkan peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan masih jauh dari lingkungan yang ramah anak. SEMAKIN BANYAK ORANG DEWASA MELAKUKAN PEMBIARAN TERHADAP PERILAKU ANAK, MAKA SEMAKIN BANYAK ANAK MENGANGGAP ITU PEMBENARAN.
# 4. Negara (Pemerintah/Pemerintah Daerah), Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah sebagai pemangku kebijakan memiliki peran yang sangat strategis baik dalam hal pencegahan maupun penanganannya. Regulasi, sosialiasi, pengawasan dan sanksi yang lemah, akan memicu banyaknya kekerasan terhadap anak. Khusus bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Peran Para Penegak Hukum yang profesional dalam penanganan perkara anak sangat dibutuhkan dalam upaya memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
Adapun data di LPA Provinsi Banten sepanjang tahun 2017 sebanyak 27 kasus, bahwa kekerasan seksual masih mendominasi yaitu sebanyak 17 kasus, adapun perkara yang lainnya masuk dalam kekerasan fisik yaitu 6 kasus, psikis yaitu 1 kasus, penelantaran anak yaitu 2 kasus.
Ironisnya, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni di rumah, di lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Sedangkan pelakunya adalah orang terdekat mulai dari sang anak, ayah/ibu kandun, paman, guru, maupun ayah/ibu tiri. Adapun tempat kejadian kekerasan terhadap anak yang mendominasi adalah di lingkungan sosial/masyarakat (perkampungan).
== LPA Kabupaten/Kota ==
|