Nurul Taufiqu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gortal18 (bicara | kontrib)
k pekerjaan dan pendidikan
isi biografi lebih lengkap
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Baris 16:
 
'''Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng, Ph.D''' ({{lahirmati|[[Malang]]|15|08|1970}}) adalah ilmuwan [[Indonesia]]. Nurul lahir dari keluarga sederhana. Anak keempat dari lima bersaudara ini terbiasa bekerja keras sejak kecil. Setiap hari, dia harus berjualan es lilin dan gorengan di kantin sekolahnya di [[Malang]], [[Jawa Timur]]. Keuntungannya untuk membantu ekonomi keluarga. Ibunya berprofesi sebagai guru agama di sekolah dasar. Nurul mendapatkan beasiswa studi teknik mesin di [[Kagoshima University]], [[Jepang]]. Pada saat bersamaan. Nurul lulus S1 dengan nilai nyaris sempurna sehingga dia kembali mendapat beasiswa S2 dan S3 di perguruan tinggi yang sama. Sampai tak terasa dia menghabiskan waktu 15 tahun di Jepang. Dia bahkan sempat bekerja sebagai konsultan di perusahaan Kagoshima.
 
=== '''Kembali Ke Indonesia Mengembangkan Nanoteknologi Untuk Kemandirian Bangsa''' ===
Nurul Taufiqu Rochman atau dikenal dengan sebutan Nurul, dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Agustus 1970 dari keluarga yang sangat sederhana. Sejak kecil, orangtuanya tidak mengajarinya untuk berleha-leha apalagi hidup penuh kemanjaan.  Membuat es lilin, kripik pedas, berjualan buah kupas, memasak dan membersihkan rumah adalah pekerjaan sehari-hari yang ditugaskan orang tuanya supaya Nurul kelak terbiasa hidup mandiri dan menikmati hasil dari keringat sendiri. Semangat belajar tidak dibiarkan padam oleh keterbatasan fasilitas. Sambil bekerja Nurul masih bisa bermain dengan teman sebayanya dan juga mencuri waktu untuk terus belajar. Maka sambil jualan gorengan dan membungkus es lilin dia simpan buku di sampingnya supaya bisa terus membaca. Sejak kecil Nurul sudah menyadari bahwa membaca adalah instrumen utama untuk meraih pengetahuan. Nurul belajar tidak hanya di bangku sekolah akan tetapi juga belajar langsung dari kehidupan yang penuh dengan peluh dan kesah.
 
Setelah lulus SMA Nurul harus hijrah ke Bandung karena diterima di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).  Waktu itu, bisa kuliah di ITB adalah suatu prestasi yang luar biasa karena ITB adalah salah satu perguruan tinggi yang sangat prestisius di tanah air. Berkat  keuletan dan keenceran otaknya  Nurul bisa dengan mudah menembusnya. Akan tetapi kuliah di ITB hanya dijalaninya selama tiga bulan saja karena Nurul beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti program BJ Habibie yang bernama STMDP II (Science and Technology Man Power Development Program) untuk sekolah di Jepang. Setelah belajar Bahasa Jepang selama 6 bulan di Jakarta, pada tahun 1990 Nurul berangkat ke Negeri Sakura.
 
Tahun pertama di Jepang, Nurul melanjutkan belajar bahasa Jepang di Tokyo selama satu tahun. Kemudian, di tahun 1991, Nurul pindah ke Propinsi Kagoshima karena diterima di Universitas Kagoshima dalam bidang Teknik Mesin dengan penjurusan Teknik Material dan Rekayasa Produksi.  Nurul dapat menyelesaikan kuliah S-1 (1995), S-2 (1997) dan S-3 (2000) di Universitas Kagoshima dengan predikat ''cum laude.''
 
Menurut Nurul, Habibie lah yang telah mengubah jalan kehidupannya. Nurul menganggap Bapak Teknologi Indonesia itulah yang memberi segala inspirasi serta membuka jalan hidupnya. Ia juga ingin seperti Habibie. "Beberapa waktu lalu, ketika ada perkumpulan di rumah Beliau, Beliau (Habibie) menerangkan tentang teknologi pesawat benar-benar sangat detail. Pak presiden ke-3 kita ini memang benar-benar ''scientist'' banget" ujar Nurul.
 
Keuletannya sebagai peneliti nano dan menyalurkan hasil karyanya di dunia industri sudah terlihat sejak Nurul masih menempuh studi di Jepang. Nurul mulai meneliti nanoteknologi pada semester VII program sarjana di Kagoshima University. Sebagaimana prinsip dasar nanoteknologi untuk mengendalikan sifat material, Nurul juga gigih berusaha mengendalikan hidupnya. Setamat program doktor di Jepang, dia tak langsung pulang ke Indonesia. Ia lalu memutuskan bekerja dulu di Pusat Penelitian Daerah Propinsi Kagoshima, Jepang, guna mengumpulkan modal sekaligus membina jaringan. Misi lain bekerja  di tempat tersebut adalah untuk menyelami dan memahami budaya kerja juga untuk mempelajari bagaimana peneliti berinteraksi dengan industri. ”Saya ingin tinggal di Jepang dulu. Mempelajari bagaimana budaya hidup mereka sehingga bisa menjadi negara maju.”
 
Nurul bekerja di industri Jepang sebagai konsultan riset dan pengembangan (''research and development'') selama setahun dan bekerja selama tiga tahun di Pusat Penelitian Daerah Jepang sebagai peneliti istimewa. ”Selama tiga tahun saya bekerja seperti PNS (pegawai negeri sipil) di sana,” kenang pria yang bertampang serius tapi suka humor ini. Selain itu,  Nurul menjadi ''advisor'' (Pembina) pada proyek Konsorsium Daerah di Khusyu, Jepang 2002-2003. Statusnya waktu itu semi pegawai negeri pusat Jepang yang ditempatkan di Kagoshima, daerah yang memiliki 5.000 industri kecil dan menengah. Tugasnya sebagai konsultan atas permasalahan dunia industri Propinsi Kagoshima.
 
Selama bekerja di Kagoshima prestasinya dinilai mencengangkan. Dia menemukan cara membersihkan logam berat timbal (Pb: timah hitam) dari paduan tembaga termasuk kuningan. Dengan temuan ini, Nurul bisa membuat jutaan meter limbah kuningan di Jepang menjadi bernilai tinggi. Nurul mengatakan, di Jepang ada regulasi yang mengatur bahwa logam yang dijual di pasaran harus bebas dari kandungan timah hitam. Di Indonesia regulasi seperti itu belum ada. Padahal, kandungan timah hitam dalam besi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang. Dampaknya, bisa mengakibatkan gangguan kesuburan, parkinson, dan gangguan otak. Temuan ini dipatenkan, dengan namanya tercantum sebagai penemu utama, membawahi dua profesor dan empat anggota peneliti lain. Di Jepang, temuan-temuan Nurul diapresiasi sangat baik. Tawaran menetap dan menjadi pegawai dengan iming-iming gaji jauh lebih besar terus menghampirinya, tetapi dia tak bergeming  pada pendiriannya untuk memilih pulang.
 
Pada saat bekerja di Jepang tersebut, kebetulan Nurul masuk ke tim projek divisi material. Dia bekerja dengan sebuah ''team work'' yang kuat yang tertata dalam bentuk sistem yang terintigrasi. “Begitu saya masuk ke dunia sistem yang sudah terintigrasi yang mapan kita langsung unggul di situ. Nilai-nilai kita dengan yang lain sebagai sebuah sistem jauh melebihi nilai sebagai individu. Di Jepang terkenal dengan istilah “''Medatsu tataki”'' yang artinya adalah yang muncul di pukuli. Intinya mereka mengajak kesiapan dari ''team work'' supaya selalu bekerja bersama-sama, maju bersama-sama. Inilah nilai keunggulan mereka. Tetapi ''person to person'' kita bisa saja jauh lebih  handal dibanding mereka.” Lembaga riset dan pengembangan tempat bekerja Nurul adalah gudangnya peneliti untuk melakukan segala bentuk penelitian. Mereka ditarget membuat penelitian yang bisa disalurkan ke 5.000 unit usaha kecil dan menengah (UKM) di seantero Kagoshima.
 
=== Pendidikan ===