Sejarah Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 22:
Setelah [[Kesultanan Demak]] jatuh di bawah [[Kerajaan Pajang]], seorang bangsawan Demak, [[Geding Suro]] beserta para pengikutnya melarikan diri ke Palembang dan mendirikan sebuah dinasti baru. [[Islam]] menjadi dominan di Palembang sejak periode ini.<ref name=":1"/> [[Masjid Agung Palembang]] dibangun pada tahun 1738 di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama,<ref>Ardhani Reswari, 2013</ref> selesai pada tahun 1748.<ref>Zein, 1999</ref> Permukiman berkembang di sepanjang tepi [[Sungai Musi]], beberapa rumah yang dibangun di atas rakit.<ref name=":1"/> Kesultanan mengesahkan undang-undang yang membagi hilir Seberang Ilir di mana istana terletak, diperuntukkan bagi penduduk Palembang, sedangkan orang asing yang bukan warga Palembang di tepi sungai seberang dari istana yang disebut Seberang Ulu.<ref>{{cite web|url = https://repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/files/100756/jurnal_eproc/vernacular-value-of-kampung-kota-case-studi-at-kampung-ulu-sattlement-of-musi-river-palembang-city-proceeding-the-1st-bandung-creative-movement-bcm-2014.pdf|title = VERNACULAR VALUE of KAMPUNG KOTA ( Case studi at Kampung Ulu Sattlement of Musi River, Palembang City)|date = 10 November 2014|accessdate = |website = |publisher = |last = Firmansyah|first = Rangga}}</ref>
Beberapa rival lokal, seperti [[Kesultanan Banten|Banten]], [[Kesultanan Jambi|Jambi]], dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]] mengancam keberadaan Kesultanan, sementara itu [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (kompeni) mendirikan sebuah pos perdagangan di Palembang pada tahun 1619. Pada tahun 1642, kompeni memperoleh hak monopoli atas perdagangan lada di pelabuhan ini. Ketegangan meningkat antara Belanda dan penduduk setempat, memuncak pada tahun 1657 ketika sebuah kapal Belanda diserang di Palembang, memberikan sinyal kepada kompeni untuk meluncurkan ekspedisi hukuman pada tahun 1659 yang membakar habis kota ini.<ref name=":1"/>
== Lihat juga ==
|