Sangha Agung Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Menolak 3 perubahan teks terakhir (oleh 116.206.38.37 dan Alditamafu) dan mengembalikan revisi 13943966 oleh Jnanabhadra
Pierrewee (bicara | kontrib)
sanggha->sangha
Baris 27:
== Latar belakang pembentukan ==
=== Pembentukan Maha Sangha Indonesia ===
Indonesia membutuhkan banyak [[Bhikkhu]]. Untuk menahbiskan bhikkhu baru, tahun 1959 [[Ashin Jinarakkhita]] mengundang 13 Bhikkhu dari luar negeri, yaitu Y.A. Mahasi Sayadaw dari [[Myanmar]], Y.A. Mahathera Narada, dan 6 Bhikkhu lain dari [[Sri Lanka]], 3 Bhikkhu dari [[Thailand]], dan 2 Bhikkhu dari [[Kamboja]]. Menurut [[Vinaya]] atau peraturan SangghaSangha, penahbisan Bhikkhu (''upasampada'') dapat dilakukan dengan syarat paling kurang dihadiri oleh 5 Bhikkhu senior.<ref name="mbi4">Lembaga Litbang Majelis Buddhayana Indonesia 2005. [http://www.buddhayana.or.id/spirit.php?page=4 Sejarah Buddhayana, Halaman 4].</ref> Pada tahun yang sama, setelah jumlah [[Bhikkhu]] di Indonesia mencapai lima orang, [[Ashin Jinarakkhita]] membentuk '''Sangha Sutji Indonesia''' yang beranggotakan para [[Bhikkhu]] dan [[Samanera]] yang ditahbiskan secara [[Theravada]].<ref name="mbisby"/>
 
Pada tahun 1963, umat Buddha di Indonesia manyambut sepuluh tahun pengabdian (''Dasa Vassa'') [[Ashin Jinarakkhita]]. Pada tahun yang sama, Sangha Sutji Indonesia diubah menjadi '''Maha Sangha Indonesia''' yang beranggotakan para Bhikkhu aliran [[Theravada]] dan [[Mahayana]]<ref name="mbisby"/>, yaitu [[Ashin Jinarakkhita|Bhikkhu Jinarakkhita]], Bhikkhu Jinapiya, Samanera Jinagiri, Samanera Jinarathana, Samanera Jinakumar, dan Samaneri [[Jinakumari]].<ref name=nurjaman>Nurjaman (1111032100056). [http://ridwanzein.blogspot.com/2013/06/nichiren-syosyu-di-indonesia.html Nichiren Syosyu di Indonesia].</ref> Dalam upaya mengembangkan [[agama Buddha]] di Indonesia, [[Ashin Jinarakkhita]] menekankan kepada anggota Sangha agar menggunakan pendekatan secara luwes, dengan memberikan keleluasaan sepenuhnya kepada umat untuk menentukan sesuai minatnya masing-masing, apakah sesuai dengan Theravada atau Mahayana. Pendekatan seperti ini, di negara-negara barat dikenal sebagai Buddhayana atau Ekayana.<ref name="mbisby"/>
Baris 36:
 
=== Pembentukan Sangha Agung Indonesia ===
Awal tanggal 12 Januari 1972, Bhikkhu [[Girirakkhito]] bersama empat Bhikkhu Therawada lain memisahkan diri dari Maha SangghaSangha Indonesia dan membentuk SangghaSangha Indonesia. Pada tahun yang sama, Sangha Indonesia yang mendapatkan dukungan penuh dari Federasi Umat Buddha Indonesia, Persaudaraan Umat Buddha Salatiga dan PERBUDHI.<ref name=nurjaman/>
 
Untuk mengatasi perpecahan, pada tahun 1972, atas prakarsa Sekjen Golkar Brigjen Saparjo, sejumlah pertemuan diadakan dan menghasilkan ikrar wadah tunggal: Buddhis Indonesia, MUBSI, Gabungan Tridharma Indonesia (GTI), Persaudaraan Umat Buddha Salatiga, Perbudhi, dan MUABI melebur dengan nama '''Buddha Dharma Indonesia''' (Budhi).<ref name="mbi4"/>
Baris 42:
Atas Prakarsa dan Mediator Gde Puja, MA. Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Maha Sangha Indonesia (kelompok Sangha Agung) dan Sangha Indonesia (kelompok Mazhab Theravada) mengabungkan diri pada tahun 1974 dengan membentuk Sangha Agung Indonesia dengan landasan bahwa setiap Bhikkhu akan melaksanakan Vinaya sesuai dengan sektenya masing-masing. Hasil Konsensus ini tidak pernah terwujud karena kedua kelompok tidak dapat menyepakati stuktur dan fungsi organisasi Sangha Agung Indonesia.<ref name=nurjaman/> Akhirnya dibentuk Majelis Buddha Dharma Indonesia yang anggotanya terdiri dari pemuka agama Buddha dan cendekiawan dari berbagai sekte. Dalam praktiknya, ikrar ini baru terwujud tahun 1975. Organisasi ini mengganti nama menjadi Majelis Upasaka-Pandita Agama Buddha Indonesia pada tahun 1976.<ref name="mbi4"/>
 
[[Ashin Jinarakkhita]] merasa perlu kembali menekankan konsep Buddhayana yang merupakan Wahana agama Buddha bagi Wahana Kecil ([[Theravada]]), Wahana Besar ([[Mahayana]]), dan Wahana Intan ([[Vajrayana]]).<ref name="mbisby"/> Pada tahun 1974 atas prakarsa Dirjen Bimas Hindu dan Buddha (Gde Puja, M.A.) organisasi SangghaSangha (Maha Sangha Indonesia) dipersatukan kembali dengan memakai nama baru, yaitu '''Sangha Agung Indonesia'''.<ref name="mbi4"/>
 
=== Periode sektarian dan sesudahnya ===
Pada tahun 1976, beberapa bhikkhu kembali memisahkan diri membentuk [[Sangha Theravada Indonesia]]. Pada tahun 1978, Biksu [[Dharmasagaro]] melepaskan diri dari SangghaSangha Agung Indonesia dan mendirikan [[Sangha Mahayana Indonesia]]. Sejak itu, di Indonesia terdapat 3 SangghaSangha, yaitu SangghaSangha Agung Indonesia, SangghaSangha Therawada Indonesia, dan SangghaSangha Mahayana Indonesia. Ketiga SangghaSangha kemudian bersama-sama 7 majelis mendirikan [[Walubi|Perwalian Umat Buddha Indonesia]] pada tahun 1979.<ref name="mbi4"/>
 
Pada tanggal 8 Mei 1979, Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta menyetujui wadah tunggal dengan nama [[Walubi|Perwalian Umat Buddha Indonesia]] (Walubi). Nama ini pemberian Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara yang menghendaki adanya satu organisasi mewakili umat Buddha dalam Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama (1980). Walubi merupakan federasi dengan anggota:<ref name="mbi5">Lembaga Litbang Majelis Buddhayana Indonesia 2005. [http://www.buddhayana.or.id/spirit.php?page=5 Sejarah Buddhayana, Halaman 5].</ref>
# SangghaSangha Therawada Indonesia
# SangghaSangha Mahayana Indonesia
# SangghaSangha Agung Indonesia
# Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia
# Majelis Buddha Mahayana Indonesia (menjadi Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia)
Baris 59:
# MUABI (menjadi [[Majelis Buddhayana Indonesia]]).
 
Setelah Walubi bubar, untuk mengefektifkan perannya, [[Sangha Theravada Indonesia]], [[Sangha Mahayana Indonesia]], dan Sangha Agung Indonesia membentuk Konferensi Agung SangghaSangha Indonesia (KASI) pada tanggal 14 November 1998. KASI didirikan dengan prinsip-prinsip dasar:<ref name="mbi5"/>
# Demokratis, tidak otoriter, tidak memaksakan kehendak sendiri
# Tanpa keakuan atau non-egoisme
Baris 67:
# Kerjasama yang baik, yang sepenuhnya menunjang kehidupan yang bersih dan suci
# Mengakui bahwa Tripitaka Pali, Tripitaka Mahayana, dan Tripitaka Tibet (Kan-jur) sebagai kitab suci agama Buddha yang harus diyakini oleh umat Buddha
# Saling menghargai keyakinan masing-masing SangghaSangha tanpa intervensi
# Saling membantu, saling mendukung satu dengan yang lainnya
# Tidak mencampuri urusan masing-masing SangghaSangha dan organisasi-organisasi di bawahnya
# Semua hubungan organisatoris yang berskala nasional dan bersifat mengikat harus melalui Konferensi Agung SangghaSangha Indonesia.
 
== Susunan organisasi ==