Bahasa Kampar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 11:
Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, mulailah pengaruh dari [[Kesultanan Melaka|Kesultanan Malaka]] dan [[Kerajaan Pagaruyung]] di pedalaman Minangkabau. Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]], disebutkan adanya keterkaitan [[Kesultanan Melayu Melaka]] dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Melaka terakhir, [[Sultan Mahmud Shah]] setelah jatuhnya [[Bintan]] tahun 1526 ke tangan [[Portugis]], melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya mangkat dan dimakamkan di Kampar.<ref>Winstedt, R., (1962), ''A History of Malaya'', Marican.</ref>
 
Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri [[Sungai Siak]] kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju [[Sungai Kampar]]. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju [[Pagaruyung]].<ref>Haan, F. de, (1896), ''Naar midden Sumatra in 1684'', Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39.</ref>Saat itu Kampar merupakan kawasan yang strategis untuk perniagaan, sehingga menjadi wilayah rantau bagi Luhak Limapuluh Kota di pedalaman dan dikenal sebagai ''Rantau Limo KotkanoKoto.'' Komunikasi masyarakat antara wilayah Luhak dengan Rantau tersebut terus terjalin, sehingga masyarakat kedua daerah tersebut memiliki kemiripan dialek.
 
Setelah itu, kekuasaan atas wilayah Kampar berpindah ke [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]]. Kesultanan Siak menggunakan bahasa Melayu Tinggi sebagai bahasa pengantarnya sehingga terdapat hubungan saling mempengaruhi antara bahasa Melayu yang digunakan oleh kerajaan dengan dialek masyarakat Kampar.