Tarekat Wetu Telu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Poera Zinsar TMnr 60012475.jpg|jmpl|300px|Pura [[Lingsar, Lombok Barat]] di sekitar tahun 1920]]
'''Wetu Telu''' ([[bahasa Indonesia]]:''Waktu Tiga'') adalah praktik unik sebagian masyarakat [[suku Sasak]] yang mendiami [[pulau Lombok]] dalam menjalankan agama [[Islam]]. Ditengarai bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam pada masa lampau, yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak
== Sejarah ==
Istilah ''Wetu Telu'' dikenal luas oleh publik melalui buku Dr. J. Van Ball yang ditulis pada tahun 1940 dengan judul ''Pesta Alip di Bayan'' (penerjemah:Koentjaraningrat). Pesta ''Alip'' adalah acara adat yang dilaksanakan delapan tahun sekali yang bertujuan untuk memelihara keberadaan makam para leluhur Bayan di kompleks makam Masjid kuno Bayan. ''Wetu Telu'' juga sering disebut ''Sesepen'' berasal dari kata ''sesep'' atau ''meresap'' yang berarti pengetahuan atau ajaran yang diajarkan sampai tuntas. ''Sesepen'' sering disebut rahasia karena memang tidak banyak yang dapat memahaminya secara utuh. Mereka yang siap dan mempunyai daya pikir yang baik saja yang diajarkan dan diberikan pemahaman lebih awal, sehingga mereka dapat memberikan pemahaman tuntas selanjutnya kepada generasi mendatang. Pada masa awal kemunculannya, Islam Wetu Telu lahir di tengah masyarakat tradisional (Suku Sasak), kemudian berkembang di tengah hiruk pikuk masyarakat global. Pada satu sisi, globalisasi membentuk paradigma tentang hidup yang lebih modern, dan akibatnya ajaran-ajaran leluhur melalui tradisi mulai luntur. Pandangan tentang “ketinggalan jaman” lebih mendominasi ketimbang keyakinan atas majunya kebudayaan karena menghargai apa yang telah dicapai oleh leluhur di masa lampau dan wajib dilestarikan. Islam Wetu Telu, namun demikian, melalui filosofi hidupnya: “Pantang Melupakan Leluhur” tetap bertahan di tengah derasnya arus modernitas tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaparkan sejarah awal kemunculan Islam Wetu Telu hingga saat ini dan menganalisis strategi kebudayaan melalui kesadaran historis pemeluk Islam Wetu Telu pada falsafah hidup “Pantang Melupakan Leluhur”.
=== Awal mula ===
Pada abad ke-7, kerajaan Majapahit dari Jawa Timur masuk ke Lombok dan memperkenalkan Hindhu-Budhisme. Setelah dinasti Majapahit jatuh, Islam masuk pada abad ke-13 dari Barat laut melalui raja-raja Muslim Jawa. Orang-orang Makasar pada abad ke-16 tiba di Lombok Timur dan mendakwahkan Islam Sunni. Mereka berhasil mengonversikan hampir seluruh orang Sasak ke dalam Islam, meski kebanyakan mereka masih mencampurkan Islam dengan kepercayaan lokal yang non-Islami. Kerajaan Bali menduduki Lombok Barat sekitar abad ke-17 dan pada tahun 1740 berhasil mengalahkan kerajaan Makasar. Pemerintahan Bali memperlihatkan kearifan dan toleransi yang besar terhadap orang Sasak dengan membiarkan mereka mengikuti agama mereka sendiri. Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama-sama untuk memimpin banyak pemberontakan kecil melawan Bali, kendati tidak berhasil. Kekalahan ini mendorong bangsawan Sasak meminta campur tangan militer Belanda untuk masuk ke Lombok dalam rangka memerangi Kerajaan Bali. Ketika Belanda berhasil menaklukkan dan mengusir Kerajaan Bali dari Lombok, alih-alih mengembalikan kembali kekuasaan bangsawan Sasak terhadap Lombok, mereka justru menjadi penjajah baru terhadap Sasak. Para pemimpin Islam, Tuan Guru, yang sebelum kedatangan Belanda telah melakukan dakwah untuk mensyiarkan ajaran-ajaran Islam ortodoks di kalangan Wetu Telu, akhirnya menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan ideologis untuk melawan penjajah Belanda yang dianggap kafir. Sepanjang pemerintahan Kolonial Belanda, Tuan Guru mengalihkan gerakan dakwah mereka menjadi pemberontakan-pemberontakan lokal yang bernuansa ideologis Islam untuk mengalahkan Belanda.Selama era kolonialisasi Belanda, gerakan dakwah pimpinan Tuan Guru makin meningkatkan polarisasi antara Wetu Telu dan Waktu Lima. Jika kelompok pertama memberikan loyalitas mereka kepada para bangsawan Sasak sebagai pemimpin tradisional dan terus memuja adat lokal, kelompok kedua mengikuti Tuan Guru sebagai pemimpin keagamaan kharismatik mereka.<ref>{{Cite journal|last=Khair|first=Muhammad Rodinal|last2=Junaedi|first2=Rusli Akhmad|last3=Ikhsan|first3=Muhammad Faisal Nur|last4=Yusrifa|first4=Fitria|date=2016-08-27|title=MENEROPONG STRATEGI KEBUDAYAAN MELALUI KESADARAN HISTORIS “PANTANG MELUPAKAN LELUHUR” ISLAM WETU TELU|url=https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12785|journal=Jurnal Filsafat|language=id|volume=26|issue=2|pages=249–271|doi=10.22146/jf.12785|issn=2528-6811}}</ref>
=== Setelah penjajahan ===
Lombok merdeka pada tahun 1946 sebagai bagian dari Indonesia dan segera sesudah itu pada tahun 1959 Tuan Guru Zainuddin Abdul Madjid yang juga pemimpin nasionalis mendirikan pesantrennya, Nahdatul Wathan, yang sekarang merupakan salah satu pesantren tertua di Lombok. Kharisma dan status Tuan Guru makin berkembang seiring meningkatnya jumlah santri yang mulai mengikuti pengajian. Demikianlah alumni pesantren menjadi unsur penting dalam menyebarkan dan menyiarkan ajaran ortodoks Tuan Guru ke daerah-daerah Lombok lainnya. Komunitas etnis Sasak pemeluk agama Islam adalahIslam Wetu Telu. Pemeluk Islam Wetu Telu mayoritas tinggal di Kecamatan
Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Pemeluk Islam Wetu Telu, dalam kehidupan sehari-hari, masih ada yang tinggal di rumah-rumah tradisonal Lombok. Meskipun sekilas terlihat bentuknya sama, tapi rumah-rumah tradisional tersebut memiliki beberapa perbedaan yang kemungkinan ada kaitannya dengan agama yang dianut oleh masing-masing warga. Umumnya, rumah adat yang dihuni Sasak Islam lebih kompleks dari segi bentuk dan bervariasi strukturnya serta diperkirakan memiliki fungsi yang lebih beragam. Secara umum, masyarakat Sasak, khususnya yang beragama Islam, sangat memperhatikan waktu, hari, tanggal, dan bulan untuk mengawali pembangunan rumah maupun segala kebutuhannya. Dalam penentuan tersebut, mereka menggunakan papan warige, yang bersumber dari primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq, sebagai pedomannya.
== Lokasi ==
|