Pramoedya Ananta Toer: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
Baris 209:
Pertengahan 1950-an, Pramoedya Ananta Toer pernah terjun ke dunia film meskipun singkat. Beberapa karyanya difilmkan. Nama Pram setidaknya muncul di tiga kredit film Katalog Film Indonesia<ref>{{Cite web|url=http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9badb40ab97_pramoedya-ananta-toer/filmography#.W4k43yQzbMw|title=Filmografi untuk Pramoedya Ananta Toer|website=filmindonesia.or.id|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref>. Menurut Bahrum Rangkuti dalam ''Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja'' (Gunung Agung, 1963), ada lima karya film yang melibatkan Pram; beberapa film yang dibuat berdasarkan tulisan/naskah Pram diantaranya<ref>{{Cite news|url=https://twitter.com/potretlawas/status/1000358880604438528|title=Potret Lawas on Twitter|newspaper=Twitter|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref>;
* ''Rindu Damai'' (1955), film ini ternyata diangkat dari novel terbesar Pram. Diadaptasi ke skenario oleh [[Djokolelono|Djoko Lelono]] yang merupakan sutradara film tersebut. Nama Pramoedya ditulis sebagai penulis cerita (bersama penulis skenarionya).<ref name=":0">{{Cite journal|date=1973|title=Documents: Filmographie indonésienne|url=https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_1973_num_5_1_1043|journal=Archipel|language=fr-FR|volume=5|issue=1|pages=59–102|doi=10.3406/arch.1973.1043|issn=0044-8613}}</ref> Digarap di bawah label Anom Pictures dengan produser R. Bahroen. Selain sebagai penulis cerita, nama Pramoedya Ananta Toer dipasang di poster iklan sebagai salah satu materi utama promosi, tetapi judul karya sastra aslinya tidak disebutkan. Para pemainnya yaitu [[Ellya Rosa]], Amran S. Mouna, [[Astaman]], dan Sukarsih. Dalam iklan cetak koran Java-bode, 17 November 1955, film ini diiklankan sebagai "Kisah Pramudya Ananta Tur" dan iklan lainnya dalam koran De Nieuwsgier, 8 November 1955; "Pramudya Ananta Tur Biggest Novel" dan "The Best Picture of the Year" tanpa penyebutan judul karya asli.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite news|url=http://news.metrotvnews.com/read/2018/05/29/881128/empat-film-adaptasi-karya-pramoedya-ananta-toer-sebelum-bumi-manusia|title=Empat Film Adaptasi Karya Pramoedya Ananta Toer Sebelum Bumi Manusia|last=developer|first=metrotvnews|newspaper=metrotvnews.com|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref><ref name=":2">{{Cite news|url=https://www.inews.id/lifestyle/read/135753/selain-bumi-manusia-ini-karya-karya-pramoedya-yang-diangkat-ke-film|title=iNews Lifestyle :: Selain Bumi Manusia, Ini Karya-Karya Pramoedya yang Diangkat ke Film|newspaper=iNews.ID|language=en|access-date=2018-08-31}}</ref><ref name=":3">{{Cite web|url=http://kaki-kata.blogspot.com/2017/01/jejak-pramoedya-ananta-toer-di-layar.html|title=Jejak Pramoedya Ananta Toer di Layar Perak|website=Jejak Pramoedya Ananta Toer di Layar Perak|access-date=2018-08-31}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-r010-55-842098_rindu-damai#.W4kTAiQzbMx|title=Rindu Damai (1955)|website=filmindonesia.or.id|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref> Mengenai persoalan iklan film-film berjenis adaptasi pada era 1950-an, menurut Christopher Woodrich beberapa film mengiklankan tanpa/tidak secara langsung merujuk pada film-film ini sebagai adaptasi, juga tidak merujuk pada karya-karya yang diadaptasi, baik dengan judul atau dengan merujuk pada penulisnya (tanpa menyebutkan judul atau penulis karya sastra yang diadaptasi). Namun berbeda untuk kasus film Rindu Damai. Ajip Rosidi (1955b: 10) mencatat bahwa, dalam kasus Rindu Damai, iklan spanduk dengan bangga menyatakan peran Pramoedya Ananta Toer dalam menulis film, meskipun pengarang/penulis buku tersebut hanya menulis naskah cerita mentah/kotor (yang bisa dikatakan sebagai kerangka skenario) atas film yang dibuat. Popularitas penulis, yang sudah diakui di dalam negeri sebagai menguasai keahliannya, ditawari pembuat film ini kesempatan untuk menggunakan kekuatan budaya dan secara implisit berpendapat bahwa film mereka lebih baik daripada produksi lainnya. Melalui asosiasi film mereka dengan penulis atau karya tertentu, pembuat film dapat menggunakan kekuatan simbolis untuk mempromosikan kepentingan mereka sendiri. Mengenai keberhasilan atau kegagalan karya sastra yang diadaptasi ke film, Rosidi menuliskan kritikannya dalam artikel dua bagian tentang adaptasi film yang diterbitkan di majalah populer Kentjana. Berjudul "''Tentang Sastera dan Tjeritera Film''" tahun 1955. Artikel tersebut membahas adaptasi film secara umum dan adaptasi naskah cerita mentah/kotor film Djoko Lelono oleh Pram. Rosidi menyalahkan/mengutuk Rindu Damai sebagai kegagalan total. Film ini begitu buruk ditayangkan, ia menulis, bahwa: ''"Saja kira menuliskan kalimat ‘kisah pengarang tokoh internasional’ dalam reklame film itu, tjuma menodai nama Pramoedya Ananta Toer sadja, jang tentunja kemampuannja membangunkan tokoh2nja tidak tjuma sampai sekian"'' (Rosidi, 1955b: 10).<ref>Christopher Woodrich. {{Cite web|url=https://cinemapoetica.com/power-and-adaptation-film-adaptations-from-novels-in-1950s-indonesia/|title=Power and Adaptation: Film Adaptations from Novels in 1950s Indonesia {{!}} Cinema Poetica|website=cinemapoetica.com|language=en-US|access-date=2018-09-01}}</ref> Selain tidak banyak dibahas orang, Pram sendiri juga tidak pernah membahas masa karyanya di dunia layar perak. Lalu senada dengan kritikan Ajip Rosidi, Pram sendiri ternyata tidak terlalu puas dengan hasil akhir film-film yang digarap berdasarkan naskah tulisannya. Dalam Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995: 160), Pram mengenang, "...''Kemudian hubungan baru dengan dunia film, sekalipun ternyata kelak film-film yang dibuat itu sangat mengecewakan''."<ref name=":3" />
* ''Peristiwa Surabaja Gubeng'' (1956), film drama ini diangkat dari cerita pendek Pram berjudul ''Gambir'' yang sekitar bulan Mei 1953, ketika Pram sedang tinggal di Amsterdam (atas sponsor dari Sticusa, sebuah yayasan kerjasama kebudayaan). Di kemudian hari ''Gambir'' masuk sebagai salah satu cerpen dalam buku ''Tjerita dari Djakarta: Sekumpulan Karikatur dengan Manusianja'' (1957). [[Djokolelono|Djoko Lelono]] kembali terlibat dalam proyek ini dan berbagi kursi penyutradaraan dengan Jusman dan Hasan Basry RM. Jusman juga bermain sebagai pendukung. Film diproduksi oleh Z. Hanan di bawah label rumah produksinya sendiri, Z. Hanan Film Coy. Aktris Ellya, yang sudah dikenal sebagai [[Ellya Rosa]], kembali bermain di film ini. Ia beradu peran dengan Ali Sarosa, Aminah Banowati, dan juga legenda film [[Tan Tjeng Bok]], Udjang, Ardi HS, dan [[Boes Boestami]].<ref name=":0" /><ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3" /><ref>{{Cite web|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-p023-56-324367_peristiwa-surabaja-gubeng#.W4lYliQzbMw|title=Peristiwa Surabaja Gubeng (1956)|website=filmindonesia.or.id|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref>
* ''Buruh Bengkel'' (1956), film yang digarap oleh sutradara Awaludin dan Rempo Urip. Oleh Bahrum Rangkuti menyebut bahwa alur film ini didasarkan pada cerita dari fragmen novel ''Gulat di Jakarta'' (1953). Hanya saja di kreditnya hanya menyantumkan Asrul Sani sebagai penulis naskah ceritanya. Meski begitu, nama Pram tidak dicantumkan dalam kredit. Produksi dilakukan oleh Persari Film, salah satu perusahaan produksi tua di Indonesia yang masih bertahan hingga sekarang. Para pemain yang terlibat antara lain [[Darussalam]], [[Ermina Zaenah]], [[Awaludin]], Dhira Soehoed, [[A. Hadi]], [[Astaman]], [[Djauhari Effendi]], dan M. Budhrasa.<ref name=":0" /><ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3" />
*''Biola'' (1957), naskah film diadaptasi dari cerita pendek Pram berjudul ''Anak Haram'', yang merupakan salah satu cerpen termuat dalam buku kumpulan cerpen ''[[Cerita dari Blora]]'' (1952). Film ini merupakan arahan dari penulis-sutradara-pelawak Waldemar Caerel Hunter alias [[S. Waldy]], seorang lelaki Indo Jerman kelahiran [[Kota Blitar|Blitar]], dan diproduksi oleh Jajasan Usaha Film Artis atau disingkat JUFA dengan produser J.J.F. Sitohang. Para pemain yang terlibat adalah [[Sofia W.D.]], [[A. Hamid Arief]], Arfandi, Wahab Abdi, Piet Pello, [[W.D. Mochtar]], Pala Manroe B.A., Rr Sumiati, Entjen Fatimah, Ellya Chandra, Iskandar Muda, Maya Dewi, Dedeh Rosmawaty, dan Frans Harahap.<ref name=":0" /><ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3" /><ref>{{Cite web|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-b005-57-128884_biola#.W4laPCQzbMw|title=Biola (1957)|website=filmindonesia.or.id|language=id|access-date=2018-08-31}}</ref> Mengenai salah satu pemerannya yakni [[Sofia W.D.]] juga merupakan pejuang di Masa Revolusi. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia lantas memilih aktif bergerak dalam barisan propaganda di Bandung. Lalu sembilan bulan setelah proklamasi ia bergabung dan mendaftarkan diri sebagai anggota Field Preparation (Persiapan Lapangan) bentukan tokoh intel Indonesia Kolonel [[Zulkifli Lubis]]. Ia diterima dan Sofia diberi pangkat [[Sersan Mayor (TNI)|sersan mayor]]. Begitu juga Wagino Dachrin Mochtar atau yang lebih dikenal sebagai [[W.D. Mochtar]] juga merupakan seorang anggota Field Preparation (FP) Yogyakarta yang tengah ditugaskan di palagan Karawang-Bekasi.<ref>{{Cite web|url=https://historia.id/persona/articles/sersan-mayor-bernama-sofia-P94Nq|title=Sersan Mayor Bernama Sofia|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=id-ID|access-date=2018-08-31}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://historia.id/persona/articles/jalan-panjang-sofia-6mR89|title=Jalan Panjang Sofia|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=id-ID|access-date=2018-08-31}}</ref>
*''Midah Si Manis Bergigi Mas'', mengenai film yang disebut produksi Titien Sumarni Film Coy, tidak ada satu pun referensi lain yang menyebutkan bahwa film ini pernah dibuat.<ref name=":3" />
== Lihat pula ==
|