Genosida Timor Timur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
k Melindungi "Genosida Timor Leste": to temporarily halt empty sections deletion by bot ([Sunting=Hanya untuk pengurus] (kedaluwarsa 2 September 2018 11.53 (UTC)) [Pindahkan=Hanya untuk pengurus] (kedaluwarsa 2 September 2018 11.53 (UTC)))
Farras (bicara | kontrib)
Baris 30:
 
===Operasi Sapu Bersih: 1983===
Gagalnya rangkaian operasi kontrapemberontak memaksa petinggi militer Indonesia memerintahkan Komandan Resor Militer Dili, Kolonel Purwanto, merintis dialog perdamaian dengan Komandan FRETILIN, Xanana Gusmão, di wilayah yang dikendalikan FRETILIN pada Maret 1983. Ketika Xanana menginginkan agar Portugal dan PBB dilibatkan dalam dialog ini, Komandan ABRI Benny Moerdani membatalkan gencatan senjata dengan mengumumkan serangan kontrapemberontak baru bernama "Operasi Sapu Bersih" pada Agustus 1983. Ia mengatakan, "Tidak boleh main-main lagi. Kali ini kita akan memusnahkan mereka tanpa ampun."<ref>''Sinar Harapan'', 17 August 1983, quoted in Taylor 1991: 142</ref>
 
Batalnya gencatan senjata diikuti oleh gelombang pembantaian, eksekusi di tempat, dan "penghilangan" baru oleh militer Indonesia. Pada Agustus 1983, 200 orang dibakar hidup-hidup di desa Creras. 500 orang lainnya dibunuh di sungai di daerah itu.<ref name="Taylor 1985 p. 23"/> Pada Agustus hingga Desember 1983, Amnesty International mencatat pengangkapan dan "penghilangan" lebih dari 600 orang di ibu kota. Kerabat diberitahu oleh ABRI bahwa orang-orang yang "menghilang" dibawa ke Bali.<ref>East Timor, Violations of Human Rights: Extrajudicial Executions, "Disappearances", Torture and Political Imprisonment, 1975–1984, p. 40</ref>
 
Orang-orang yang diduga menolak integrasi biasanya ditangkap dan disiksa.<ref>Amnesty (1985), pp. 53–59; Turner, p. 125; Kohen and Taylor, p. 90; Budiardjo and Liong, pp. 131–135.</ref> Pada tahun 1983, [[Amnesty International]] merilis buku panduan militer Indonesia yang diperoleh di Timor Leste. Buku tersebut mengajarkan cara memancing kegelisahan fisik dan mental dan mewanti-wanti tentara untuk "tidak mengambil foto yang menampilkan penyiksaan (terhadap seseorang yang disetrum, ditelanjangi, dan lain-lain)".<ref>Amnesty (1985), pp. 53–54.</ref> Dalam memoar tahun 1997, ''East Timor's Unfinished Struggle: Inside the Timorese Resistance'', [[Constâncio Pinto]] menggambarkan penyiksaannya oleh tentara Indonesia: "Untuk setiap pertanyaan, wajah saya ditonjok dua atau tiga kali. Ketika seseorang menonjokmu seperti itu, wajahmu terasa hancur. Mereka memukul punggung dan pinggang saya dengan tangan, lalu menendang saya.... [Di tempat lain] mereka menyiksa saya secara psikologis; mereka tidak memukul, tetapi benar-benar mengancam akan membunuh saya. Mereka bahkan meletakkan pistol di meja."<ref>Pinto, pp. 142–148.</ref> Dalam buku Michele Turner yang berjudul ''Telling East Timor: Personal Testimonies 1942–1992'', seorang perempuan bernama Fátima menggambarkan penyiksaan di sebuah penjara di Dili: "Mereka memaksa tahanan duduk di kursi, tetapi kursinya menindih jempol kaki mereka. Gila memang. Para tentara mengencingi makanan dan mengaduk-aduknya sebelum diserahkan kepada tahanan. Mereka menyetrum tahanan menggunakan mesin listrik...."<ref>Turner, p. 143.</ref>
 
==Kekerasan terhadap perempuan==