Sultan Muhammad Syah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 6:
 
== Traktat London ==
Keengganan Inggris mencampuri urusan internal Aceh tidak terlepas dari mentaati butir-butir [[Perjanjian London tahun 1824|Traktat London]] antara [[Belanda]] dan [[Kerajaan Britania Raya|Britania]]. Hal ini berkaitan dengan keseimbangan kekuasaan di [[Eropa]], dimana Inggris tidak ingin berseteru dengan Belanda yang mulai menancapkan pengaruh dan kekuasaan kolonialnya di [[SumateraSumatra]]. Disamping itu juga Inggris dan Belanda berkehendak adanya jaminan keamanan bagi pelayaran kapal-kapal dagang Eropa di perairan [[Selat Malaka]] yang selama ini dikuasai bersama oleh Inggris, Belanda bersama kesultanan-kesultanan lain yang merdeka di wilayah maritim utama itu. Perjanjian itu telah mengikat Inggris untuk mengakui kekuasaan Belanda atas beberapa bagian SumateraSumatra sebaliknya Belanda mengakui kedaulatan Inggris di [[Semenanjung Malaya]] dan [[Borneo|Kalimantan]], lalu keduanya juga mengakui kekuasaan Aceh yang merdeka di ujung utara pulau SumateraSumatra. Meski sebenarnya pihak resmi Aceh tidak dilibatkan dalam perjanjian ini, namun isi perjanjian telah menjamin kemerdekaan Aceh hingga tahun [[1870]]<ref>Encyclopaedie (1917), Vol. 1, p. 77.</ref>.
 
== Konflik dan insiden dengan Belanda ==
Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh sejumlah insiden kekerasan antara Aceh dan negara kolonial tetangganya yang berkedudukan di [[Batava]]. Ketika Belanda melancarkan ekspansi atas sebagai hasil dari ekspansi Belanda di SumateraSumatra. Setelah kemenangan di [[SumateraSumatra Barat]] dalam [[Perang Paderi]] dengan alasan mengejar sisa-sisa kekuatan Paderi, Belanda melancarkan beberapa ekspansi yang mengancam wilayah-wilayah perbatasan Aceh. Pada tahun [[1829]] Belanda mencoba untuk mengambil kendali atas [[Barus]] dari Aceh tapi berhasil digagalkan. Upaya ini diulang lagi pada tahun [[1834]], sekali lagi ambisi Belanda ini berlalu tanpa keberhasilan. Belanda menyerang kota-kota penting perbatasan Aceh setelah sebelumnya mengkonsentrasikan kekuatan di daerah Tapanuli Tengah. Lewat politik adu dombanya yang terkenal ([[divide et impera]]) kolonial Belanda berhasil menarik kerajaan kecil [[Kerajaan Trumon|Trumon]] dari pengaruh Aceh. Peristiwa lepasnya Trumon ini terjadi pada tahun [[1830]] ketika Belanda melalui Residen Belanda di Pantai Barat SumateraSumatra berhasil mengikat kontrak kerjasama dengan Raja Trumon.
Sementara itu perang paderi yang berkecamuk di [[Minangkabau]] semakin memperkeruh permasalahan itu, kemajuan yang dialami Belanda dalam perang telah memperluas kekuasaan Belanda hingga ke [[Natal]] di Tapanuli Selatan. Pada tahun [[1831]] kedudukan Belanda di Air Bangis dan Natal diserang oleh kaum Paderi di daratan dan oleh rakyat Aceh (Singkil) dari laut. Serangan itu nyaris memukul mundur Belanda dari pertahanannya atas Natal<ref>Veth (1873), p. 97.</ref>. Pada tahun [[1833]] Belanda mencoba mengukuhkan pengakuan atas perbatasan Aceh-Belanda di wilyah pantai Barat. Secara sepihak Belanda menganggap sungai [[Singkil]] menjadi garis wilayah perbatasan Aceh.