Kadipaten Panjalu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Duke Fajar (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Duke Fajar (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 79:
== Masuknya [[Islam]] dan
Menurut cerita yang disampaikan secara turun-temurun, masuknya Islam ke Panjalu dibawa oleh Sanghyang Borosngora yang tertarik menuntut ilmu sampai ke Mekah lalu di-Islamkan oleh Sayidina Ali R.A. Dari Baginda Ali, Sanghyang Borosngora mendapatkan cinderamata berupa air zamzam, pedang, cis (tongkat) dan pakaian kebesaran. Air zamzam tersebut kemudian dijadikan cikal-bakal air Situ Lengkong, sedangkan pusaka-pusaka pemberian Baginda Ali itu sampai sekarang masih tersimpan di Pasucian Bumi Alit dan dikirabkan setelah disucikan setiap bulan Maulid dalam upacara Nyangku di Panjalu.
Penyebaran Islam secara teratur di tatar Sunda dimulai sejak [[Syarif Hidayatullah]] ([[1448]]-[[1568]]) diangkat sebagai penguasa Cirebon bergelar Gusti Susuhunan Jati dan menyatakan melepaskan diri dari kerajaan Sunda dengan menghentikan pengiriman upeti pada tahun [[1479]].
Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja ([[1481]]-[[1521]]) kerajaan-kerajaan yang masih mengirimkan upetinya ke Pakwan Pajajaran adalah Galunggung, Denuh, Talaga, Geger Bandung, Windu Galuh, Malaka, Mandala, Puma, Lewa dan Kandangwesi (Pleyte, 1911:172). Akan tetapi hal itu tidak bertahan lama, satu persatu daerah bawahan Sunda ditaklukan Cirebon.
Raja Talaga Sunan Parunggangsa ditaklukkan Cirebon pada tahun [[1529]] dan kemudian bersama puterinya Ratu Sunyalarang dan menantunya Ranggamantri Pucuk Umun secara sukarela memeluk Islam. Di Sumedanglarang Ratu Setyasih atau Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun ([[1530]]-[[1579]]) mengakui kekuasaan Cirebon dan memeluk Islam. Di Kerajaan Kuningan Ratu Selawati menyerah kepada pasukan Cirebon, salah seorang puterinya kemudian dinikahkan dengan anak angkat Gusti Susuhunan Jati yang bernama Suranggajaya, Suranggajaya kemudian diangkat menjadi Bupati Kuningan bergelar Sang Adipati Kuningan karena Kuningan menjadi bagian dari Cirebon. Di kerajaan Galuh, Prabu di Galuh Cipta Permana ([[1610]]-[[1618]]) yang menjadi raja Galuh terakhir juga mengakui kekuasaan Cirebon serta memeluk Islam. Demikian juga yang terjadi di kerajaan Sindang Kasih. Berdasarkan rentetan peristiwa tersebut diperkirakan kerajaan Panjalu juga mengalami keadaan yang sama, menjadi taklukan Cirebon dan menerima penyebaran Islam.
|