Dinasti Ayyubiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 253:
Selain dirintis oleh para penguasa, sejarah mencatat bahwa para pejabat tinggi di Dinasti Ayyubiyah membangun 26 madrasah di Mesir, Yerusalem, dan Damaskus. Rakyat jelata juga mendirikan sekitar 18 madrasah di Mesir, termasuk dua lembaga medis, padahal pembangunan madrasah oleh rakyat jelata merupakan hal yang tidak lazim pada masa itu. Sebagian besar madrasah di Dinasti Ayyubiyah mewajibkan guru dan siswanya untuk tinggal di asrama. Para guru di madrasah tersebut merupakan ahli [[fiqih]] dan [[akidah]], dan mereka mendapatkan gaji dari madrasah tempat mereka bekerja. Sementara itu, para siswa di madrasah tidak hanya mendapatkan tempat tinggal, tetapi juga memperoleh bimbingan dari guru untuk bidang yang ingin mereka kuasai serta uang saku untuk memenuhi segala kebutuhan. Madrasah dianggap sebagai lembaga yang bergengsi di Dinasti Ayyubiyah. Pada masa itu, orang yang ingin menjadi pejabat di pemerintahan harus lulus dari madrasah terlebih dahulu.<ref name="Ali39"/>
 
== Ilmu dan pengobatanpengetahuan ==
Berkat dukungan yang diberikan oleh Dinasti Ayyubiyah, kegiatan intelektual kembali bangkit di wilayah yang dikuasai oleh Ayyubiyah. Para cendekiawan di Ayyubiyah sangat berminat pada bidang kedokteran, [[farmakologi]], dan botani. Salahuddin membangun dua rumah sakit di Kairo yang mengikuti Rumah Sakit Nuri di Damaskus; rumah sakit tersebut tak hanya merawat pasien, tetapi juga menawarkan pendidikan medis. Banyak ilmuwan dan dokter yang telah berkiprah di Mesir, Suriah, dan [[Irak]] pada zaman Ayyubiyah. Beberapa dari antara mereka adalah [[Moshe ben Maimon]], [[Ibnu Jami]], [[Abd al-Latif al-Baghdadi (penulis abad pertengahan)|Abdul Latif al-Baghdadi]], [[al-Dakhwar]], [[Rashidun al-Suri]], dan [[Ibnu al-Baitar]]. Beberapa cendekiawan mengabdi kepada keluarga penguasa Ayyubiyah secara langsung, dan bahkan ada juga yang menjadi dokter pribadi sultan.<ref name="Ali39-41">{{harvnb|Ali|1996|pp=39–41}}</ref>