Sawerigading: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 21:
|accessdate=4 feb 2012 }}</ref>.
 
Mengenai masa hidup Sawerigading terdapat berbagai versi di kalangan ahli sejarah. Menurut versi Towani-Tolotang di [[Sidenreng]], Sawerigading lahir pada tahun 564 M. Jika versi ini dihadapkan dengan beberapa versi lain, maka data ini tidak terlalu jauh perbedaanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan tiga versi mengenai masa hidup Sawerigading, yaitu :
# Versi [[Sulawesi Tenggara]], abad V;
# Versi [[Gorontalo]], 900 dikurangi 50 = 850;
Baris 40:
membujuk saudaranya untuk berangkat ke negeri Tiongkok memenuhi jodohnya di sana, I We Cudai namanya. Wajah dan perawakannya sama
benar dengan We Tenriabeng. Pada waktu Sawerigading berangkat ke [[Tiongkok]], We Tenriabeng sendiri naik kelangit dan kawin dengan
tunangannya di sana bernama Remmang ri Langi. Dengan mengatasi hambatan demi hambatan, akhirnya berhasil juga Sawerigading mengawini I We Cudai yang tunangannya, Settiaponga sudah lebih dahulu dikalahkan, dalam suatu pertempuran di tangah laut dalam perjalanan menuju ke Tiongkok. Mereka hidup rukun damai dan memperoleh tiga orang anak yaitu : ''[[I La Galigo]]'' , ''I Tenridio'' dan ''Tenribalobo''. Dari seorang selirnya ''I We Cimpau'', Sawerigading memperoleh seorang anak bernama ''We Tenriwaru''.
 
Dalam pada itu La Galigo pun menjadi dewasa, merantau, menyabung, kawin, berperang dan memperoleh anak. Pada suatu ketika
Baris 60:
 
=== Mitos dan legenda ===
Pendapat yang menyatakan sebagai ''mitos dan legenda'' cukup beralasan sebab dalam cerita tersebut terdapat ciri-ciri cerita yang berkaitan dengan mitos penciptaan oleh dewa di langit dengan mengirim anaknya Batara Guru dan We Nyilitimo ke bumi. Batara Gurulah yang menciptakan gunung, sungai, hutan dan danau. Menyusuli kehadirannya di sana muncullah tanaman seperti : ubi, keladi, pisang, tebu dan lainnya. Kekuatan supernatural yang dimiliki para tokohnya, seperti naik ke langi, turun ke peretiwi, atau menyeberang ke maja (dunia roh), kemampuannya meredakan angin ribut dan halilintar, kesanggupannya menghidupkan kembali orang mati dalam perang, gambaran tentang berbagai macam upacara, ritus dan aspek budaya lainnya merupakan ciri-ciri cerita mitos yang umum.
 
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading sebagai ''legenda'' didasarkan pada benda-benda alam yang dihubungkan dengan
Baris 85:
Dalam cerita Sawerigading dapat diungkap beberapa nilai budaya antara lain nilai religius, sistem kepercayaan pra-Islam yang
menggambarkan dunia gaib dan konsep kejadian manusia. Dalam cerita ini digambarkan bahwa dunia gaib adalah dunia dewa-dewa di langit, di bumi (mulatau) yang keturunan dewa-dewa. Seiring dengan perkembangan Islam dan agama lain di Luwu, maka nilai religius dari cerita ini lambat laun akan mengalami kepunahan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.
Beberapa kepentingan cerita itu dalam kajian ilmu-ilmu sosial dapat diuraikan sebagai berikut :
* Nilai sejarah dalam cerita Sawerigading dapat dilihat faktanya dengan adanya silsilah raja-raja di Sulawesi Selatan yang menghubungkan keturunan mereka dari Sawerigading. Namun fakta sejarah ini perlu mengalami telaah kritis dengan memilah-milah antara fakta sejarah dengan cerita mitos yang telah diselipkan dalam penyusunan silsilah tersebut.
* Nilai mitos dan legenda sangat dominan dalam mewarnai cerita Sawerigading. Terbukti dengan alur cerita, tokoh cerita tempat dan peristiwa cerita, sesuai dengan ciri-ciri yang dikategorikan cerita mitos dan legenda.