Amangkurat I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arya1711 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 34:
Pada tahun 1645 ia diangkat menjadi raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, dan mendapat gelar ''Susuhunan Ing Alaga''. Ketika dinobatkan secara resmi tahun 1646, ia bergelar Amangkurat atau Mangkurat, lengkapnya adalah '''Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung'''. Dalam [[bahasa Jawa]] kata ''Amangku'' yang berarti "memangku", dan kata ''Rat'' yang berarti "bumi", jadi Amangkurat berarti "memangku bumi". Demikianlah, ia menjadi raja yang berkuasa penuh atas seluruh Mataram dan daerah-daerah bawahannya, dan pada upacara penobatannya tersebut seluruh anggota keluarga kerajaan disumpah untuk setia dan mengabdi kepadanya.
 
Amangkurat I mendapatkan warisan [[Sultan Agung]] berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut [[Blambangan]] yang telah dikuasai [[Bali]], namuntetapi keduanya dibunuh di tengah jalan.
 
Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke [[Plered]]. Istana baru ini lebih banyak dibangun dari batu bata, sedangkan istana lama di [[Kerta]] terbuat dari kayu. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000-6.000 orang lebih [[pembantaian ulama oleh Amangkurat|dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai]].<ref>Ivan Aulia Ahsan, [https://tirto.id/saat-6000-ulama-dan-keluarga-dibantai-sultan-mataram-islam-cyRF Saat 6.000 Ulama dan Keluarga Dibantai Sultan Mataram Islam], Tirto.id, 24 Oktober 2017, diakses 26 Mei 2018</ref>
Baris 56:
Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan [[Adipati Anom]] berkenalan dengan Raden [[Trunajaya]] menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I.
 
Maka dimulailah pemberontakan Trunajaya pangeran [[Pulau Madura|Madura]]. Trunajaya dan pasukannya juga dibantu para pejuang Makasar pimpinan [[Karaeng Galesong]], yaitu sisa-sisa pendukung [[Sultan Hasanuddin]] yang dikalahkan [[VOC]] tahun 1668. Sebelumnya tahun 1674 pasukan Makasar ini pernah meminta sebidang tanah untuk membuat perkampungan, namuntetapi ditolak Amangkurat I.
 
Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Adipati Anom sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.