Silat Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Akhfiyadhia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Akhfiyadhia (bicara | kontrib)
Filosofi dan tujuan: Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5:
[[Berkas:Randai Padang Panjang.jpg|kiri|jmpl|[[Randai]], sebuah tarian Minangkabau yang mengadopsi gerakan silat.]]
 
Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatera sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama Masehi,. olehOleh sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai
* ''panjago diri'' (pembelaan diri dari serangan musuh), dan
* ''parik paga dalam nagari'' (sistem pertahanan negeri).
Baris 13:
* Kata '''''silek''''' itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan '''sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan'''.<ref>[http://www.youtube.com/watch?v=4e45RhGgRgo&feature=fvw Contoh aplikasi gerakan silek]</ref>
 
Para tuo silek juga mengatakan ''jiko mamancak di galanggang, kalau basilek dimuko musuah'' (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum bagaimana langkah-langkah mereka dalam melumpuhkan musuh. Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka,. karenaKarena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa ''mancak'' (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan ''silek'' (silat). Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan. Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.
 
Ada pendapat yang mengatakan bahwa '''silat''' itu berasal dari kata '''silek'''. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga '''sasaran silek''', dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu dia mengajari para pemula.
 
Orang yang mahir bermain silat dinamakan '''''[[pandeka]]''''' (pendekar). Gelar Pandeka ini pada zaman dahulunya ''dilewakan'' (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari [[nagari]] yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai ''parik paga dalam nagari'' (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram. Pada awal tahun ini (7 Januari 2009), Walikota Padang, H. Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh ''Niniak Mamak'' (Pemuka Adat) Koto Tangah, Kota Padang<ref>http://www.padang.go.id/v2/content/view/1630/78/</ref>. Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya dia menggiatkan kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang dia adalah pesilat juga pada masa mudanya,. sehinggaSehingga gelar itu layak diberikan<ref>http://mediacenter.fauzibahar-mahyeldi.com/print.php?type=N&item_id=75 (situsnya sudah kedaluwarsa)</ref>.
 
== Sejarah ==